Luhut Ultimatum Perusahaan Sawit Berkantor di Indonesia, PDI Perjuangan: Urusan Receh, Audit Lahan yang Paling Utama!
SabangMerauke News - Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Sitorus, menilai ada hal yang lebih penting dari rencana perpindahan kantor pusat perusahaan sawit ke Indonesia. Itu dikatakannya, menanggapi rencana Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan.
"Saya mendukung upaya beliau, tetapi tadinya saya berharap Pak Luhut melakukan audit, perbaikan struktur industri dan perbaikan rantai pasok sawit dan CPO secara fundamental. Kalau cuma mindahin kantor ke Indonesia, tidak fundamental dan hanya membawa keuntungan receh," ujar Deddy, dalam keterangannya, Kamis 16 Juni 2022.
Menurut dia, semestinya yang dilakukan adalah audit terhadap lahan. Ini penting, agar perusahaan sawit tidak mencaplok lahan di luar dari HGU atau konsesi miliknya.
Lanjut Deddy, jika itu dilakukan maka negara bisa mendapatkan tambahan tanah sebagai land banking. Nantinya ini bisa dibagikan pada rakyat dan negara mendapat tambahan masukan dalam bentuk penalty pajak.
"Saya juga tadinya sempat berharap besar, audit itu menghasilkan kepastian penetapan kebijakan DMO dan DPO yang lebih proporsionak terhadap perusahaan-perusahaan besar sesuai luasan konsesi mereka. Kalau sekarang, pengusaha sawit kecil dan petani sawit rakyat menanggung beban yang sama, itu tidak berkeadilan," jelas anggota dari Fraksi PDIP itu.
Dia memiliki harapan besar terhadap Menko Luhut, untuk melakukan bedah struktur industri sawit dan minyak goreng secara menyeluruh. Sehingga dapat memilah perusahaan mana yang izin konsesinya tidak bisa lagi diperpanjang jika nanti telah habis.
"Agar bisa didistribusikan kepada rakyat atau dikuasai negara," katanya.
"Kalau itu yang terjadi, saya angkat topi untuk Pak Luhut, tapi ternyata kan tidak ada pemikiran ke sana, terus terang saya kecewa," lanjut dia.
Anggota dari Dapil Kalimantan Utara ini mengatakan, sebenarnya satu lagi yang dinantikan oleh petani kecil dari audit. Yakni audit akan pelaksanaan konsep plasma, yang cukup menimbulkan konflik dengan rakyat.
Deddy mengaku, ini yang sering terjadi di Kalimantan. Termasuk di daerah pemilihannya. Maka ia cukup bingung dan kecewa, hanya mampu menekan perusahaan sawit tertentu saja untuk berkantor di Indonesia. Tetapi itu bukan menyelesaikan masalah.
Apalagi sampai saat ini masalah HET minyak goreng saja belum tuntas.
"Bahkan sekarang petani kecil semakin menjerit karena harga TBS belum kembali normal sebagai dampak dari moratorium ekspor kemarin. Apakah soal rakyat kecil seperti ini tidak diperhatikan oleh Pak Luhut," tutup Deddy. (*)