BUMN Waskita Karya Rugi Rp 1 Triliun, Kok Bisa Ya?
SabangMerauke News, Jakarta - PT Waskita Karya (Persero) Tbk memutuskan untuk tidak membagikan dividen untuk tahun buku 2021. Pasalnya kinerja keuangan emiten karya berkode WSKT itu masih negatif.
"Tidak ada dividen karena kita belum untung ya," kata SVP Corporate Secretary Waskita Karya Novianto Ari Nugroho usai RUPST di Grand Hyatt, Jakarta Pusat, Kamis (16/6/2022).
Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), pendapatan Waskita Karya pada 2021 turun Rp 12,24 triliun, dari semula Rp 16,19 triliun di 2020.
Segmen bisnis utama Waskita Karya mengalami penurunan pendapatan menjadi Rp 10,14 triliun dari semula Rp 14,23 triliun. Penjualan precast juga turun signifikan menjadi Rp 381 miliar dari semula Rp 764 miliar. Sedangkan bunga dari jasa konstruksi dan pendapatan jalan tol tercatat naik.
Meski pendapatan turun drastis, perusahaan mampu memangkas kerugian secara signifikan dari semula Rp 7,36 triliun tahun 2020, kini berkurang hingga 85% menjadi rugi Rp 1,09 triliun.
Terpangkasnya rugi Waskita Karya salah satunya karena perusahaan mampu menekan beban pokok penjualan hingga nyaris sepertiga menjadi Rp 10,35 triliun dari semula mencapai Rp 15,13 triliun.
Selain itu perusahaan juga mampu menekan beban umum dan administrasi yang nilainya berkurang nyaris setengahnya dari semula Rp 4,33 triliun menjadi Rp 2,26 triliun sepanjang tahun lalu.
Aset perusahaan tercatat naik tipis menjadi Rp 103,60 triliun dari semula Rp 100,76 triliun. Kenaikan signifikan terjadi pada kas dan setara kas yang pada akhir 2020 hanya berjumlah Rp 1,21 triliun, naik drastis menjadi Rp 13,16 triliun. Aset lancar perusahaan tercatat sebesar Rp 42,58 triliun, meningkat nyaris 50%.
Total liabilitas perusahaan tercatat turun tipis menjadi Rp 88,14 triliun, dengan liabilitas jangka pendek berkurang signifikan menjadi Rp 27,30 triliun dari semula mencapai Rp 48,56 triliun sebelum restrukturisasi utang.
Restrukturisasi tersebut menempatkan utang jangka pendek perusahaan menjadi utang jangka panjang yang angkanya meningkat dari 40,77 triliun menjadi Rp 60,84 triliun.
Utang bank jangka pendek perusahaan turun hingga 87% menjadi Rp 2,09 triliun dari semula mencapai Rp 17,25 triliun di akhir tahun 2020. Dari angka tersebut tercatat utang jangka pendek kepada empat perbankan BUMN (Bank BRI, Mandiri, BNI dan BSI) sudah tidak ada dari semula mencapai Rp 15,5 triliun.
Sementara itu utang bak jangka panjang dengan BUMN perbankan yang merupakan pihak berelasi naik menjadi Rp 29,15 triliun dari semula Rp 9,12 triliun. (*)