Tikus Mati di Lumbung Padi, UMKM Mi Sagu Kepulauan Meranti Gulung Tikar di Lumbung Sagu
SabangMerauke News, Selatpanjang - Ibarat tikus mati di lumbung padi, puluhan usaha kecil mikro berbahan dasar tepung sagu terpaksa menutup usahanya di Kepulauan Meranti. Penyebabnya, harga tepung sagu melambung naik selangit, meski Kepulauan Meranti dikenal sebagai penghasil sagu terbesar di Indonesia.
Asosiasi Meranti Bersagu, organisasi yang bergerak di bidang olahan khusus mie sagu mencatat, setidaknya ada 28 UMKM pembuat mi sagu telah menutup usahanya.
Ketua Ketua Asosiasi Meranti Bersagu, Darmizun mengatakan, melambungnya harga bahan baku menambah runyam kondisi produksi yang sebenarnya sudah menunjukkan tanda-tanda keparahan pada awal tahun lalu.
"Yang bertahan saat ini adalah mereka yang punya modal besar dan yang dimodali oleh pengusaha," kata Darmizun, Selasa (14/6/2022).
Ia menjelaskan, di Asosiasi Meranti Bersagu ada 30 UMKM. Namun yang bertahan dan masih berproduksi tinggal 23 usaha. Sementara di luar organisasinya, banyak UMKM pembuat mi sagu yang memilih untuk tutup.
Menurutnya, usaha UMKM yang masih bertahan pun agak susah menjual hasil produksi mereka.
Ini akibat dilema dalam menentukan penyesuaian harga akibat terjadi kenaikan harga bahan baku yang tinggi seperti saat ini.
Akibat naiknya harga bahan baku sagu, para pengusaha UMKM sudah menaikkan harga jual mi sagu. Langkah ini dibuat agar tidak merugi. Namun banyak pelanggan mereka yang protes.
Saat ini, kata Darmizun, harga jual mi sagu sudah mencapai Rp 8.000 per kilogram. Harga tersebut sudah diketahui pihak dinas pemerintah terkait.
"Namun belakangan ini karena susah menjualnya, UMKM pun sepakat dengan mengurangi timbangan agar konsumen juga tidak merasa keberatan. Jika kemaren per bungkus dengan berat 4 ons, saat ini kami kurangi menjadi 350 gram dengan harga tetap yakni Rp 4 ribu," ungkapnya.
Harga Naik Hampir 100 Persen
Darmizun menjelaskan, harga tepung sagu yang sebelumnya Rp 280 ribu per karung, kemudian naik menjadi Rp 320 ribu. Harga terus melonjak menjadi Rp 350 ribu, kemudian menjadi Rp 380 ribu dan terbaru seharga Rp 450 ribu per karung.
"Jika harus kembali berproduksi dengan harga tepung sagu seperti saat ini, keuntungan yang didapatkan sangat tipis," jelasnya.
Menurutnya, dulu ketika harga tepung sagu belum naik, dalam sehari pelaku UMKM memproduksi 1 karung tepung ukuran 50 kilogram menjadi mi hanya tinggal 80 kilogram.
"Itu untungnya bisa mencapai Rp 200 ribu, kalau sekarang palingan hanya Rp 60 ribu," tuturnya.
Pria yang akrab disapa Mizun ini mengaku jika pihaknya sudah bertemu dan berkomunikasi langsung dengan Bupati Kepulauan Meranti terkait dengan tingginya harga sagu.
"Kita sudah bertemu dengan berkomunikasi dengan Bupati terkait tingginya harga sagu. Namun terhadap hal itu tidak banyak yang bisa kita dapatkan solusinya. Kita bukan membandingkan, di zaman Bupati Irwan Nasir juga pernah naik seharga Rp 450 ribu, namun setelah dua minggu kemudian harga kembali seperti semula menjadi Rp 380 ribu," curhatnya.
Solusi Pemkab Tak Banyak Membantu
Darmizub mengatakan, solusi yang diberikan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kepulauan Meranti yakni pelaku UMKM diarahkan untuk membeli tepung sagu di Sentra Industri Kecil Menengah (IKM) Sagu di Sungai Tohor. Namun menurutnya hal itu tidak terlalu membantu.
"Kita para UMKM diarahkan untuk membeli di Sentra IKM, namun hal itu tidak banyak membantu. Hal yang pertama yakni harganya sama 450 ribu. Kalau di kilang, kita malah bisa utang sampai seminggu, namun di Sentra IKM kita harus bayar tunai," jelasnya.
Kepala Bidang Industri, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kepulauan Meranti, Miftahulaid yang dikonfirmasi, Senin (13/6/2022) lalu membenarkan adanya kenaikan tepung sagu.
Menurutnya kenaikan tersebut terus terjadi akibat sejumlah persoalan. Salah satunya harga BBM jenis solar subsidi yang dibeli jauh di atas harga eceran tertinggi (HET).
Selain tingginya harga, sulitnya mendapatkan solar subsidi juga menjadi persoalan. Solar subsidi ini dibutuhkan kilang sagu untuk menghidupkan mesin pengolah sagu menjadi tepung.
Pemicu lain yang membuat tingginya harga tepung sagu saat ini yaitu permintaan yang tinggi, dan meningkatnya biaya produksi.
Miftahulahid menuturkan, harga tepung sagu saat ini untuk kualitas biasa Rp 9 ribu per kilogram. Sementara, kualitas premium Rp 10 ribu per kilogram.
"Dari laporan pemilik kilang biaya produksi meliputi solar, bahan baku tual sagu yang tinggi, meningkatnya upah pekerja, menjadi penyebab harga sagu juga tinggi. Makanya kita terus memantau dan mengawasi bagaimana produksi sagu ini, sehingga momen peningkatan harga sagu ini tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," tegasnya
Saat ini Pemkab Kepulauan Meranti sudah memiliki solusi bagi para UMKM agar tetap berproduksi dengan membeli bahan baku tepung sagu dari Sentra IKM dengan harga relatif murah dibandingkan dengan sagu yang yang biasanya dibeli dari kilang yakni sudah mencapai setengah juta rupiah.
"Harga sagu yang kita jual di Sentra IKM dipatok dengan harga Rp 450 ribu per karung. Harga itu agak murah dari sagu yang biasa dibeli dari kilang yang saat ini harganya sudah mencapai Rp 520 ribu perkarung," ujarnya.
Dikatakan, bukan sekedar persoalan harga,
tepung sagu di Sentra IKM telah diuji dengan hasil dan kualitas terbaik, hal itu setelah mengantongi sertifikasi HACCP (hazard analysis and critical control poin).
"Jika tepung sagu lain diolah menjadi mi sagu itu persentase nya hanya sekitar 80 persen. Namun jika tepung dari Sentra IKM diolah menjadi mi, itu persentase nya lebih banyak yakni 95 persen. Dan itu tentunya lebih menguntungkan," ujarnya lagi.
Selain itu, Miftahulahid juga mengatakan jika pihak Sentra IKM masih berbaik hati untuk memberikan utang bagi UMKM, namun batas yang diberikan hanya tiga hari.
"Kita tetap memberikan dan menawarkan solusi yang terbaik bagi UMKM. Saat ini kita juga memberikan batas waktu hutang yang kami berikan selama tiga hari. Untuk penjualan tidak perlu mendatangi tempat, kami sudah menyediakan stoknya di Gedung Promosi Selatpanjang," ungkapnya.
Persaingan Tidak Sehat
Diungkapkan saat ini Sentra IKM terpaksa menjual tepung sagu dengan harga mahal. Hal itu dikarenakan harga bahan baku yang juga tinggi.
Dijelaskannya, harga bahan baku yang tinggi disebabkan adanya persaingan yang tidak sehat dan terjadinya perang harga.
Saat ini, kata Miftahulahid, harga sagu basah yang dibeli di kilang milik masyarakat seharga Rp 3.100. Namun ada pengusaha yang biasa membawa sagu ke Malaysia membeli dengan harga Rp 3.300 bahkan menaikkan menjadi Rp 3.500.
"Setelah kita hitung ada selisih harga yang tidak biasa yang sejak awal harganya hanya Rp 1.700 perkilogram, untuk itu kami minta masyarakat jangan terpancing harga tinggi yang kami hitung sangat tidak wajar," ungkapnya.
Sentra IKM, kata Miftahulahid, bisa saja menjual produk tepung sagu ke luar daerah, karena saat ini sedang banyak permintaan. Namun pihaknya tetap fokus untuk kebutuhan UMKM.
Adapun sejumlah pihak yang telah memesan tepung sagu dari sentra diantaranya BFS Bandung 150 ton kebutuhan setiap bulan. Juga UD Surya Jaya Tulung Agung 130 ton, Hidayat Tebing Tinggi Medan 80 ton per bulan. Kosim Tasik Malaya 100 ton per bulan. Awe Jakarta 100 ton per bulan, Hindra Food Bekasi 50 ton per bulan, Sucian Pekanbaru 50 ton per bulan, dan Albert Sohun Temanggung 180 ton.
"Saat ini memang sedang banyak permintaan, karena seperti diketahui, kualitas produk tepung sagu kita menjadi salah satu yang terbaik. Namun sesuai instruksi Bupati kita diharuskan untuk fokus terhadap UMKM Mi sagu terlebih dahulu," pungkasnya. (R-01)