Special Report
Darurat Korupsi Desa di Riau: Penjarakan 46 Orang Perangkat Desa, Vonis Rata-rata 3,5 Tahun
SabangMerauke News, Pekanbaru - Sebanyak 46 orang terjerat dalam kasus korupsi desa di Provinsi Riau. Para terdakwa dan terpidana berasal dari unsur kepala desa, perangkat desa serta pengelola badan usaha desa/ kampung.
Dari kasus tersebut, kerugian negara mencapai Rp 19,9 miliar, terhitung mulai akhir tahun 2018 hingga awal 2022.
Lantas, bagaimana penjatuhan hukuman dilakukan sebagai penerapan efek jera kepada para pelaku korupsi desa?
Berdasarkan analisis Tim Litbang SabangMerauke News, jika dirata-ratakan, vonis yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru, lama hukuman mencapai 43 bulan atau lebih dari 3,5 tahun untuk setiap satu orang terdakwa.
Adapun vonis paling ringan yang pernah dijatuhkan yakni hukuman 1 tahun dan dua bulan. Vonis itu diberikan kepada mantan Kepala Desa Panglima Raja, Kabupaten Indragiri Hulu.
Sementara, vonis tertinggi yang diberikan yakni hukuman 7 tahun penjara. Vonis itu dijatuhkan kepada Ervab Nofriandi selaku Ketua Pengelola Usaha Ekonomi Desa (UED) Simpan Pinjam Desa Serai Wangi, Kabupaten Bengkalis.
Sementara, pidana denda yang paling kecil ditetapkan majelis hakim yakni sebesar Rp 50 juta dan paling besar Rp 200 juta.
Bengkalis dan Pelalawan Kasus Tertinggi
Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Pelalawan menduduki ranking pertama jumlah kasus korupsi desa di Riau. Kedua kabupaten tersebut masing-masing terdapat 5 kasus korupsi desa sepanjang akhir tahun 2018 hingga awal 2022.
Adapun jumlah kasus korupsi terdapat di sebanyak 32 desa di Riau dengan kerugian negara mencapai Rp 19,9 miliar lebih. Jumlah terdakwa dan terpidana sebanyak 46 orang dari unsur kepala desa dan perangkat desa, pengelola badan usaha milik desa/ kampung.
Sementara, di wilayah Kabupaten Rokan Hilir dan Siak masing-masing terdapat 4 kasus korupsi desa.
Disusul kemudian Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kepulauan Meranti masing-masing terjadi 3 kasus korupsi desa.
Sementara, di desa Indragiri Hulu, Rokan Hulu dan Indragiri Hilir terjadi masing-masing 2 kasus korupsi desa.
Kabupaten Kuansing dan Kota Pekanbaru terjadi masing-masing 1 kasus korupsi desa dan kelurahan.
Dana Desa Jadi Bancakan
Diwartakan sebelumnya, korupsi telah merambah jauh ke desa-desa di Riau. Sejak banyaknya mengalir uang ke desa dalam beragam bentuk alokasi keuangan, kasus korupsi marak terjadi. Dana desa dan alokasi dana desa (ADD) serta badan usaha desa, telah menjadi lahan bancakan elit-elit desa di Riau.
Desa telah menjadi pusaran baru penyimpangan keuangan negara. Korupsi tidak lagi hanya terjadi di level pemerintahan tingkat kabupaten, kota, provinsi dan nasional. Praktik korupsi di desa merajalela, jauh dari kontrol.
Berdasarkan analisis data yang dilakukan Tim Litbang SabangMerauke News, tercatat telah terjadi sebanyak kasus korupsi di 32 desa serta badan usaha desa di Riau. Jumlah tersebut merupakan akumulasi kasus korupsi desa sejak akhir 2018 hingga awal 2022 ini.
Dari jumlah kasus tersebut, menjerat sebanyak 46 orang terdakwa dan terpidana. Pelakunya terdiri dari kepala desa, aparatur desa, pengelola badan usaha milik desa/ kampung/ kelurahan dan sebagian kecil adalah kontraktor.
Demikian hasil analisis data yang dikelola Tim Litbang SabangMerauke News dari putusan hukum kasus korupsi desa di Riau. Sumber data berasal dari website SIPP Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Adapun modus kejahatan korupsi desa yang terjadi yakni mark up pengeluaran keuangan, proyek fiktif, penggelapan dana desa dan badan usaha milik desa.
Kasus korupsi desa di Riau rentang tahun 2018 hingga awal 2022 ini telah menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 19,9 miliar. Dari jumlah tersebut, hanya sebagian kecil yang dapat dikembalikan oleh para pelaku korupsi desa di Riau tersebut. (cr1/cr2)