Koperasi Sengkemang Tolak Konstatering dan Eksekusi PT Karya Dayun di Siak, Siap Demo Perjuangkan Nasib Rakyat Tertindas
SabangMerauke News, Pekanbaru - Kuasa Koperasi Sengkemang Jaya, Koto Gasib, Kabupaten Siak melayangkan surat ke Presiden RI Joko Widodo terkait sengketa lahan antara PT Duta Swakarya Indah (DSI) dengan masyarakat. Surat tersebut berisi keberatan terhadap rencana Pengadilan Negeri (PN) Siak yang akan melakukan konstatering terhadap lahan masyarakat.
Surat bernomor 020/DPP/LSM-P/VI/2022 tanggal 2 Juni 2022 atas nama LSM Perisai Riau itu, ditandatangani oleh Ketua Umum, Sunardi SH dan Sekjen Ir Jajuli sebagai kuasa Koperasi Sengkemang Jaya.
Surat ditembuskan kepada Menko Polhukam, Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung dan Ketua PN Siak di Siak Sri Indrapura.
“Kami juga sudah mengirim surat untuk Pengadilan Negeri Siak dan Polres Siak. Surat itu intinya keberatan kami terhadap rencana eksekusi pada 15 Juni 2022 mendatang. Surat sudah disampaikan pada Kamis (2/6/2022) kemarin,” kata Sunardi, Minggu (5/6/2022).
Surat tersebut perihal pemberitahuan dan keberatan dari anggota Koperasi Sengkemang selaku masyarakat Kecamatan Koto Gasib atas rencana pencocokan/ constatering dan eksekusi perkara nomor: 04/Pdt.eks-pts/2016 PN Siak, antara PT DSI sebagai pemohon Eksekusi melawan PT Karya Dayun sebagai termohon eksekusi.
“Sebagai kuasa resmi dari anggota dan pengurus Koperasi Sengkemang Jaya periode 2016 sampai dengan 2019 tertanggal 17 Maret 2022, kami akan terus berjuang menyikapi permasalahan yang tengah dihadapi oleh masyarakat selama bertahun-tahun,” kata Sunardi.
Koperasi Sengkemang Jaya memiliki tanah/ lahan perkebunan seluas 3 riibu hektar yang terletak di Kampung Sengkemang, Kecamatan Koto Gasib, Kabupaten Siak. Lahan itu dirampas oleh PT DSI dengan cara bekerja sama dengan oknum di Kampung Sengkemang.
“Kerja sama mereka itu tanpa mengindahkan hak dari anggota Koperasi Sengkemang. Untuk kepentingan sekelompok orang tertentu yang telah melanggar aturan dan ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Koperasi Sengkemang Jaya selaku pemilik lahan/ tanah yang telah memiliki izin dari Pemkab Siak,” kata Sunardi.
Sunardi juga menyampaikan, pada Selasa 31 Mei 2022 lalu, Panitera PN Siak telah menyusun rencana pencocokan/ constatering dan eksekusi perkara nomor: 04/Pdt.eks-pts/2016 PN Siak, antara PT DSI sebagai pemohon eksekusi melawan PT Karya Dayun sebagai termohon eksekusi. Agendanya dilaksanakan pada 15 Juni 2022 mendatang.
“Sehubungan dengan hal itu, kami memberitahukan dan sekaligus keberatan atas agenda dan pelaksanaan yang direncanakan oleh Ketua Pengadilan Negeri Siak bersama jajaran lainnya,” kata Sunardi.
PT DSI Dilaporkan ke Kejati Riau
Ia juga menyampaikan bahwa PT DSI saat ini telah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau atas perbuatan dan dugaan korupsi bersama oknum Pemkab Siak. Laporan ini dalam proses penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi.
“PT DSI juga telah membuat masyarakat hidup menderita dengan mengambil hak-hak secara sewenang-wenang atas kepemilikan lahan/ tanah milik anggota Koperasi Sengkemang yang telah memperoleh legalitas yang sah sebagaimana bukti legalitas dan peta lokasi yang diketahui Kepala Kantor Pertanahan Siak,” kata Sunardi.
Sunardi juga menduga terjadinya konspirasi oleh mafia tanah melalui putusan pengadilan untuk
mendapatkan legalitas dan kepemilikan. Alasan ini dapat dilihat, bahwa PT DSI selaku pemegang izin pelepasan kawasan hutan nomor: 17/Kpts-II/1998 tanggal 6 Januari 1998 terhadap pelepasan kawasan seluas 13.532 hektar. Padahal kenyataannya, pelepasan kawasan telah diterlantarkan bertahun-tahun dan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Bupati Siak
berdasarkan bukti-bukti administrasi dan legalitasnya.
“Itu dapat dilihat melalui surat bukti penolakan oleh Bupati Siak atas izin lokasi yang dimohonkan oleh PT DSI,” katanya.
Tidak hanya itu, Sunardi juga menyampaikan, setelah PT DSI mendapatkan pelepasan kawasan dari Menteri Kehutanan, maka kewenangan berikutnya ada pada instansi pertanahan. Sementara PT DSI tidak memanfaatkan kawasan hutan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dan atau menyalahgunakan pemanfaatannya serta tidak menyelesaikan pengurusan Hak Guna Usaha (HGU) dalam waktu 1 tahun sejak diterbitkanya surat keputusan.
“Untuk selanjutnya lemerintah memberikan
hak atas tanah kepada masyarakat, salah satunya kepada Koperasi Sengkemang Jaya seluas 3 ribu hektar dan telah memiliki legalitas yang sah. Terdapat lahan-lahan garapan masyarakat lainnya yang telah terbit surat-surat dari instansi yang berwenang bahkan telah banyak bersertifikat hak milik (SHM),” kata dia.
Pada 2007, kata Sunardi, Pemkab Siak membuka jalan baru Siak-Dayun, namun ganti rugi lahan diberikan kepada masyarakat, bukan PT DSI. Berdasarkan hal membuktikan kalau memang masyarakatlah sebagai pemilik lahan, bukan klaim PT DSI seperti yang terjadi saat ini.
Berdasarkan peta tematik yang dikeluarkan ahli pemetaan Dr Prayoto SHut MT, menerangkan adanya penampakan permukiman bumi di sekitar Desa Dayun pada 2007 sampai 2009. Dari peta itu tidak ada kebun sawit yang dikelola oleh PT DSI di Desa Dayun, melainkan kebun sawit milik Indiany Mok dkk.
“Sedangkan jalan lintas yang melewati Desa Dayun, hanya ada ruas jalan Perawang-Danau Zamrud dan Perawang-Buton,” kata dia.
Pada 2007 sampai 2009 tersebut, titik nol kilometer Jalan Dayun-Buton dihitung dari bundaran Buton BOB. Hal itu berdasarkan peta tematik tahun 2007 sampai 2009 belum ada perhitungan titik nol Jalan Siak-Dayun.
Berdasarkan peta tematik, pada 2013 diketahui di Desa Dayun selain perkebunan sawit milik Indiany Mok dkk, terdapat pula beberapa perkebunan sawit lainnya. Antara lain perkebunan K2I dan perkebunan sawit lainnya.
Selain itu terdapat ruas jalan baru Dayun-Siak. Akibatnya hitungan kilometer jalan di Desa Dayun menjadi 2 versi yaitu ke arah Buton dan ke arah Kota Siak Sri Indrapura.
“Berdasarkan hal tersebut PN Siak bersikeras untuk melakukan konstatering terhadap lahan klien kami. Tentu kami mempertanyakan, penentuan kilometer 8 Desa Dayun itu dimulai dari mana. Apa nama jalannya juga tidak dijelaskan dalam isi putusan yang telah berkekuatan hukum tetap itu,” kata Sunardi.
Sunardi juga mengatakan, pelepasan kawasan bukan merupakan bukti kepemilikan. Sebab bukti kepemilikan yang sah adalah legalitas surat-surat yang dikeluarkan oleh instansi yang
berwenang yakni kantor pertanahan dan pemerintahanan setempat. Seperti dalam bentuk SHM, surat keterangan tanah, SKGR dan surat lain-lain. Sedangkan PT DSI tidak memiliki
HGU sampai tahun 2022 ini.
“Kami pikir, pemerintahan setempat perlu meninjau dan melihat secara bersama-sama atas titik kilometer nol sejak dini bersama dengan pihak-pihak terkait dengan memasang tanda keberadaan kilometer nol tersebut,” kata Sunardi.
Sunardi juga mengemukakan fakta bahwa semenjak diberikan pelepasan kawasan oleh Menteri Kehutanan RI, PT DSI memanfaatkan areal tersebut untuk mengambil dan menjual kayu yang berada di dalam areal pelepasan kawasan hutan tersebut.
Ia juga menduga PT DSI tidak membayar pajak atas kayu yang telah habis dijual dan meninggalkan kerusakan pada areal tersebut.
"Karena itu kami mohon kepada Presiden dan pihak terkait lainnya agar tidak melaksanakan konstatering dan eksekusi,” kata dia.
Adapun pertimbangan hukumnya, kata Sunardi, bahwa putusan tersebut merupakan bagian dari rencana kegiatan para cukong berduit. Ia menduga adanya pelaku mafia tanah dengan menggunakan pengadilan sebagai sarana untuk menguasai hak orang lain.
Picu Konflik Sosial
Pihaknya juga mendesak Mahkamah Agung untuk segera memberikan perhatian khusus agar pelaksanaan konstatering dan eksekusi tidak dilaksanakan. Sebab, konstatering itu akan memicu konflik horizontal yang berkepanjangan di Siak.
“Kami senantiasa memantau atas perkembangan laporan yang kami buat. Dan apabila hal ini tidak diindahkan, maka masyarakat Desa Sengkemang sebagai anggota Koperasi Sengkemang siap turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi, agar semua pihak dapat memahami nasib dari masyarakat yang tertindas oleh PT DSI,” kata dia. (*)