Nelayan Kepulauan Meranti Menjerit Tak Bisa Melaut karena Solar Langka, Ada Mafia Minyak Bermain?
SabangMerauke News, Selatpanjang - Komunitas nelayan Kabupaten Kepulauan Meranti mengeluhkan ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar subsidi yang kini kian sulit didapatkan. Kelangkaan solar menyebabkan para nelayan gagal melaut dan lebih sibuk mencari solar.
"Sejak beberapa hari ini kami kesulitan mendapatkan solar. Padahal kami sudah keliling, tapi solar belum dapat. Minggu kemarin melaut karena solar dibantu teman satu jeriken," kata seorang nelayan, Iwan, Jumat (27/5/2022).
Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kepulauan Meranti, M Qarafi menerangkan, nelayan terpaksa tidak melaut karena tidak mendapatkan pasokan solar. Jika pun solar tersedia dalam jumlah terbatas, harganya sudah sangat mahal dan melambung tinggi hingga dua kali lipat dari harga biasa.
"Nelayan binaan kita sangat kesusahan untuk mendapatkan solar. Bahkan ada yang tidak bisa melaut berhari-hari. Jika pun stoknya terkadang tersedia, harganya sudah sangat mahal, ini yang membuat nelayan menjerit," kata Qarafi.
Ia meminta Pertamina untuk memastikan kuota BBM jenis solar terjamin. Qarafi juga mendesak agar Pertamina menjatuhkan sanksi yang berat bagi pengguna solar subsidi yang tidak sesuai ketentuan.
Menurutnya, Meranti sebagai daerah yang berpulau dan dikelilingi laut, mata pencairan utama masyarakat berprofesi sebagai nelayan.
"Kami mendesak Pertamina memperhatikan para nelayan. Tindak juga pengguna solar subsidi yang tidak semestinya. Solar subsidi banyak dipakai untuk kebutuhan industri dan kapal kargo," ungkapnya.
Pengusaha Penyeberangan Kempang Mengeluh
Keluhan soal langkanya solar, juga diungkapkan pengusaha penyeberangan kempang di Selatpanjang, Ahmad. Dia mengatakan kesulitan melaut karena harga solar sudah sangat mahal dan sulit diperoleh.
“Selama ini kami membeli BBM jenis solar subsidi layaknya harga industri. Sedangkan solar bersubsidi sangat sulit didapatkan. Kalau pun ada, harga sangat mahal bahkan mencapai Rp 300.000 per jeriken ukuran 35 liter," ujarnya.
Sejumlah pedagang eceran kecil di pinggiran jalan di Kota Selatpanjang menyebut kalau agen premium minyak soal (APMS) sudah dimonopoli.
Salah satu pedagang yang tak ingin disebut namanya menyatakan, BBM jenis solar subsidi di APMS sudah ada yang memonopoli dan dipasok ke pengusaha kapal angkutan laut. Termasuk dijual ke industri kilang sagu dengan harga mencapai dari Rp 1,8 juta sampai Rp 2 juta per drum.
"Apalagi saat ini dijual sampai Rp 2.100.000 per drum. Pengecer kecil yang melayani kebutuhan masyarakat seperti kami tidak kebagian,” ujarnya.
Ia juga meminta agar Pertamina dan Pemda Kepulauan Meranti tidak membiarkan kondisi ini.
"Penegak hukum agar mengusut dugaan adanya para mafia minyak di kota ini,” ujarnya lagi.
Kelangkaan BBM jenis solar tersebut diduga akibat ulah agen premium dan minyak solar (APMS) nakal dan banyaknya mafia minyak serta agen pengecer nakal.
Investigasi Media
Dari investigasi yang dilakukan, di Kabupaten Kepulauan Meranti terdapat beberapa APMS pemasok BBM subsidi jenis solar. Di antaranya, APMS milik Ase yakni PT Bumi Meranti Sejahtera dan APMS milik Haji Zulkarnain yakni PT Tujuh Bersaudara yang berlokasi di Jalan Tanjung Harapan, Selatpanjang memasok solar sebanyak 80 kiloliter (KL) atau sebanyak 400 drum per bulannya.
Harga eceran tertinggi (HET) untuk ukuran drum kapasitas 200 liter, ditetapkan harga sebesar Rp 1.030.000. Namun belakangan harganya naik membengkak menjadi Rp 1,5 juta hingga Rp 1,8 juta.
Setiap kali solar tiba, selang satu hari setelahnya, solar sudah habis dan tidak banyak beredar di masyarakat. Hal itu diduga karena solar tersebut dimainkan peredarannya oleh oknum-oknum tertentu dan pengecer nakal untuk meraih keuntungan yang besar.
Diduga jatah kuota minyak yang dibagikan jauh melenceng. Yang awalnya untuk didistribusikan ke masyarakat, tetapi diambil oleh oknum agen nakal untuk dijual ke pihak industri dengan harga yang tinggi. Akibatnya, peredaran BBM jenis solar menjadi langka dan mahal di tengah-tengah masyarakat Kepulauan Meranti.
Bahkan untuk mendapatkan kuota lebih, para agen bersedia membayar uang tambahan Rp 100 ribu per drum kepada APMS.
Pihak AMPS Membantah
Pihak APMS PT Tujuh Bersaudara milik Pengusaha Haji Zulkarnain melalui pengurusnya yang bernama Ayi saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya secara normal mendapatkan kuota 80 KL atau sekitar 400 drum. Untuk harga sudah ditetapkan dan pihaknya tidak mengetahui harga ketika minyak sudah dibawa ke luar APMS.
“Untuk harga HET sendiri kita sebesar Rp 1.030.000 dari Pertamina Pekanbaru. Mengenai harga di luar yang naik kita tidak tahu. Mungkin agen mau untung dan ambil upah penarik atau kapal," kata Ayi.
Di APMS tersebut ada sebanyak 40 pengecer yang terdaftar. Pembagiannya memakai sistem jatah dan buka bon atau titip uang terlebih dahulu. Dimana setiap pengecer mendapatkan kuota yang berbeda-beda.
"Ada 40 pengecer di sini dan jatah setiap mereka beda-beda. Ada satu pengecer mendapatkan 20 drum," ungkapnya.
Disinggung berapa jumlah kuota pengecer lainnya, Ayi mengaku tidak mengetahui persis.
“Itu urusannya langsung ke manager atasan sana, Bang,” kata Ayi.
Sementara itu, APMS PT Bumi Meranti Sejahtera milik Ase melalui humasnya Rahim Atan mengatakan, pihaknya menyalurkan BBM kepada agen pengecer secara normal dengan mekanisme setiap agen mendapatkan 1 drum BBM jenis solar dan juga harus mengambil 5 drum BBM jenis Pertalite.
“Salah satu pengecer mendapat kuota sebanyak 30 drum BBM jenis solar dan mengambil 150 drum BBM jenis Pertalite. Pola ini karena BBM jenis Pertalite di APMS kita kurang laris,” kata Rahim Atan.
Disinggung mengenai fee yang diberikan oleh pengecer, Rahim Atan membantahnya, Menurutnya pihaknya sudah menjual BBM sesuai dengan HET.
"Mana ada memakai fee. Kami menjual BBM jenis solar dan Pertalite sesuai HET yang telah ditetapkan oleh Pertamina dengan harga BBM jenis solar sebesar Rp 1.030.000 dan BBM jenis Pertalite sebesar Rp 1.530.000 per drum,” katanya. (R-01)