Penunjukkan Kepala Daerah oleh Mendagri Bukti Demokrasi Makin Cacat, Butuh Reformasi Damai Jilid II
SabangMerauke News - Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra menyebut saat ini demokrasi Indonesia mengalami kemunduran dan semakin cacat akibat adanya resentralisasi. Ia mencontohkan pengisian penjabat (Pj) kepala daerah yang akan ditunjuk pemerintah hingga pemilu 2024 diadakan.
"Demokrasi kita sudah banyak yang hilang, decline, banyak yang bilang sudah mundur, banyak yang bilang backsliding, banyak yang flaw democracy, bahkan yang terakhir sekarang ini adalah demokrasi kita semakin cacat dengan proses resentralisasi," kata Azra dalam 'Peringatan dan Refleksi 24 Tahun Reformasi', Sabtu (21/5/2022).
"Bayangkan saja kepala daerah diangkat kemarin tanggal 12 (Mei) 5 orang, tanggal 22 Mei, besok ini mau dilantik lagi 22 lagi bupati dan wali kota, dan beberapa gubernurnya menolak untuk melantik, sudah ada di koran hari ini," lanjutnya.
Menurutnya, pengisian Pj merupakan contoh kebijakan yang bertolak belakang dengan reformasi. Sebab, kata dia, Pj tak memiliki legitimasi yang kuat.
"Ini saya kira political revercution, reverkusi politik dari kebijakan-kebijakan yang sebetulnya bertolak belakang dengan reformasi, resentralisasi dan semuanya diam, enggak ada orang yang misalnya kritis mempersoalkan itu. Legitimasi dari penjabat gubernur ataupun bupati wali kota kan enggak ada," ucapnya.
Padahal, kata dia, menuturkan otonomi daerah dibentuk susah payah untuk menghadirkan legitimasi yang kuat.
"Padahal yang namanya otonomi daerah itu dengan susah payah itu dibangun. Kalau kita belajar dari sejarah, sentralisasi yang begitu kuat itulah yang menimbulkan perlawanan," tutur Azra.
Karena itu, ia berpandangan saat ini Indonesia membutuhkan reformasi jilid dua namun dengan damai. Sehingga sistem demokrasi di Indonesia dapat diperbaiki.
"Menurut saya kita harus melakukan reformasi jilid 2. Second stage of reform, atau second stage of peaceful reform. Jadi menurut saya reformasi kita harus di-reform, sistemnya harus di-reform. Karena demokrasi kita juga semakin koruptif, semakin mahal, semakin merajalela praktik cukongnisme," tandasnya. (*)