Kandidat Penjabat Kepala Daerah Usulan Gubernur 'Dicuekin' Mendagri, Akademisi: Pengingkaran Negara Hukum, Bisa Picu Pembangkangan Skala Nasional
SabangMerauke News, Pekanbaru - Isu penjabat walikota dan bupati usulan gubernur ditolak oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dikhawatirkan memicu gejolak sosial di sejumlah daerah di Indonesia. Pembangkangan jajaran pemerintah provinsi dapat terjadi ketika usulannya 'dicuekin' oleh pemerintah pusat.
Pengamat politik dari Universitas Riau, Saiman Pakpahan menyatakan, desas-desus banyaknya usulan gubernur yang ditolak oleh Mendagri dalam pengajuan penjabat kepala daerah, tidak sehat dalam kerangka hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah.
"Yang terjadi sebaliknya, keretakan hubungan antara pusat dan daerah. Ada kesan pengebirian aspirasi daerah yang direpresentasikan dengan usulan gubernur. Ini membangun rasa ketidakpercayaan. Sikap pemerintah pusat ini bisa memicu gejolak sosial bahkan dapat saja memicu pembangkangan di daerah," demikian analisis Saiman Pakpahan, Selasa (16/5/2022).
Sebelumnya beredar informasi adanya penolakan Mendagri soal usulan Gubernur Riau, Syamsuar terhadap calon penjabat Wali Kota Pekanbaru dan Bupati Kampar. Dari 6 orang yang diusulkan untuk kedua daerah tersebut, rumornya tidak satu pun diakomodir oleh Mendagri. Justru, muncul nama baru yang namanya sama sekali tidak pernah diajukan oleh Syamsuar.
Meski demikian, sejauh ini belum ada respon maupun klarifikasi dari Kemendagri soal informasi miring tersebut. Gubernur Riau, Syamsuar juga belum mengeluarkan pernyataan soal beredarnya kabar penolakan usulannya oleh Mendagri.
Sebelumnya, demonstrasi penolakan dari sejumlah kelompok masyarakat Pekanbaru dan Kampar bermunculan. Sejumlah massa pada Selasa pagi tadi menolak penjabat Bupati Kampar di luar usulan Gubernur Riau. Sebelumnya pekan lalu, sejumlah mahasiswa juga menolak pengangkatan Penjabat Wali Kota Pekanbaru yang namanya tidak diajukan oleh Syamsuar.
Saiman Pakpahan menilai, jika nama kandidat penjabat kepala daerah usulan gubernur ditolak Mendagri, maka hal tersebut bisa menjadi preseden buruk dalam pola rekrutmen kepemimpinan daerah.
Apalagi, pengangkatan penjabat kepala daerah ini masih merupakan gelombang pertama (sesi awal) dari lima gelombang lanjutan pengangkatan penjabat kepala daerah hingga 2023 mendatang.
"Kalau dalam gelombang pertama pengangkatan penjabat kepala daerah modelnya seperti ini, aspirasi daerah tidak diakomodir, maka untuk gelombang selanjutnya berpotensi demikian juga. Inilah preseden buruk yang bisa saja menimbulkan gelombang penolakan massif di tiap daerah. Dan dari Riau, hal tersebut bisa saja mulai bergulir," kata Saiman.
Ingkari Prinsip Negara Hukum
Kabar penolakan usulan gubernur terhadap kandidat penjabat kepala daerah Kota Pekanbaru dan Bupati Kampar oleh Mendagri dinilai sebagai pengingkaran terhadap prinsip negara hukum (rechtsstaat). Dimana penyelenggaraan pemerintahan diatur dan berdasar hukum dan perundang-undangan.
Kejadian dalam pengangkatan penjabat kepala daerah dimana terjadi dugaan penolakan usulan gubernur, kata Saiman Pakpahan bisa dinilai sebagai perwujudan dari negara kekuasaan (machstaat).
"Kondisi ketika dimana (penolakan, red) usulan gubernur ditolak, bisa menjadi petunjuk dan indikasi penyelenggaraan pemerintahan dilakukan dengan prinsip negara kekuasaan. Padahal, konstitusi memandatkan praktik negara hukum," kata Saiman Pakpahan.
Menurutnya, praktik penyelenggaraan negara harusnya dikembalikan sesuai konstitusi.
"Pengangkatan penjabat kepala daerah ini adalah momentum kritis konsistensi praktik negara hukum versus negara kekuasaan," kata Saiman. (*)