Kasus Tanah Urug untuk Blok Rokan: Polda Riau Periksa 7 Saksi dari Perusahaan, Segera Gelar Perkara
SabangMerauke News, Pekanbaru - Kepolisian Daerah Riau telah memeriksa 8 orang saksi terkait kasus tanah urug diduga tanpa izin lengkap di Rokan Hilir. Sebanyak 7 orang yang telah dimintai keterangan berasal dari empat perusahaan, termasuk dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) selaku pengguna tanah urug untuk pembangunan tapak sumur minyak (wellped) di Blok Rokan. Seorang lainnya dari unsur pemerintahan.
Kabid Humas Polda Riau, Kombes Pol Sunarto menerangkan, pemeriksaan telah dilakukan terhadap 4 orang dari PT Rifansi Dwi Putra (RDP) dan dua orang lainnya masing-masing dari PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP) dan PT Bahtera Bumi Melayu (BBM).
BERITA TERKAIT: Waduh! Kapolri Didesak Evaluasi Kinerja Kapolda Riau, Ada Kasus Apa?
Sementara, dari PT PHR telah dimintai keterangan 1 orang saksi. Penyidik Ditreskrimsus Polda Riau juga telah meminta keterangan seroang Inspektur Tambang Kementerian ESDM Provinsi Riau.
"Kasus tersebut saat ini ditangani dalam tahap penyelidikan oleh Ditreskrimsus Polda Riau," kata Kombes Sunarto kepada media, Senin (16/5/2022).
BERITA TERKAIT: Polda Riau Periksa Dirut PT Rifansi Ricky Sinambela, Diduga Terkait Tanah Urug Ilegal untuk Ladang Minyak Blok Rokan
Direktur Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Ferry Irawan mengatakan gelar perkara akan segera dilakukan, setelah pihaknya mendapatkan keterangan ahli. Menurutnya, keterangan ahli diperlukan untuk menemukan ada tidaknya unsur pidana dalam kasus tersebut. Adapun ahli yang akan dimintai pendapatnya berasal dari Ditjen Minerba Kementerian ESDM di Jakarta
“Gelar perkaranya untuk menentukan pelanggarannya apakah ada indikasi pidana atau sanksi administrasi. Keterangan ahli ini akan kita jadikan pijakannya,” terang Ferry.
Hanya Izin Eksplorasi
Sunarto menjelaskan, tanah urug dari PT BTP dan PT BBM dibeli oleh PT RDP untuk kebutuhan wellpad PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di wilayah Rokan Hilir. Tim Polda Riau bersama Inspektur Tambang Kementerian ESDM Riau telah melakukan pengecekan dan pemeriksaan di lokasi wilayah izin usaha pertambangan tanah urug.
BERITA TERKAIT: Dirut PT Rifansi Diperiksa Polda Riau Kasus Tanah Galian untuk Blok Rokan, Cuma Ini Respon PT Pertamina Hulu Rokan
Pengecekan pertama yang dilakukan di lokasi pengerukan PT BTP pada lahan seluas 5 hektar di Desa Manggala Sakti, Tanah Putih, Rohil. Lokasi kedua yang dikelola oleh PT BBM seluas 3,69 hektar. Pada saat pengecekan lapangan, tidak ditemukan lagi aktivitas pengurugan tanah, hanya menyisakan jejak bekas penambangan.
Menurut Sunarto, PT BTP dan PT BBM hanya memiliki izin usaha pertambangan (IUP) Eksplorasi, belum ditingkatkan ke IUP Operasi Produksi, sehingga belum bisa melakukan trading.
Minta Kapolri Evaluasi Kapolda Riau
Diwartakan sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman menduga Polda Riau tidak serius menindak praktik tambang ilegal yang merusak lingkungan dan tidak membayar pajak tambang kepada pemerintah daerah.
Hal tersebut menyusul informasi belum diterimanya surat pemberitahuan dimulai penyidikan (SPDP) oleh Kejati Riau dalam kasus dugaan tambang ilegal PT Batatsa Tunas Perkasa dan PT Bahtera Bumi Melayu di Kabupaten Rokan Hilir, Riau.
Menurut Yusri Usman, sudah lebih empat bulan aktivitas pengerukan tanah oleh kedua perusahaan di-stop untuk proses penegakan hukum. Kedua perusahaan diduga kuat belum memiliki IUP Operasi Produksi dan izin lingkungan, tetapi telah menambang tanah urug untuk kebutuhan PT Rifansi Dwi Putra yang dipasok ke PT Pertamina Hulu Rokan.
"Jika informasi itu benar, maka sangat patut disesalkan. Sehingga masyarakat Riau dapat menduga Polda Riau tidak serius menindak praktik tambang ilegal. Maka wajar saja praktik tambang ilegal masih ada di Riau," kata Yusri Usman dalam keterangan tertulis, Minggu (15/5/2022) kemarin.
Yusri menerangkan, pada 11 Januari 2022 lalu, CERI mendapat langsung surat pernyataan bermeterai kedua perusahaan tersebut dari Inspektur Tambang Provinsi Riau. Dalam surat itu, perusahaan mengakui IUP-nya masih berstatus eksplorasi, tetapi justru telah melakukan kegiatan penambangan dan berjanji menghentikannya.
"Meskipun menurut Inspektur Tambang Riau Diary Sazali Puri Dewa Tari, kedua perusahaan itu melawan dengan membatalkan pernyataan yang sudah dibuatnya itu. Diduga saat itu atas saran backing-nya. Oleh sebab itu, Inspektur Tambang berkordinasi dengan Direskrimsus Polda Riau pada 12 Januari 2022. Tetapi anehnya menimbulkan pertanyaan, aktivitas penyetopan itu tidak dengan memasang police line. Ini sempat kami tanyakan dan Inspektur Tambang Riau tidak menjawab," beber Yusri.
Kapolda Riau kata Yusri, harus menegur jajaran Ditkrimsus Polda Riau atas kelambatan atau diduga kurang serius menuntaskannya. Karena sesuai janji kapolda kepada masyarakat Riau diawal bertugas, bahwa ilegal mining termasuk 12 program prioritas Kapolda Riau.
"Atau jangan-jangan Kapolda sudah tak mampu menyelesaikan kasus-kasus tambang tambang Ilegal di Riau? Maka sudah selayaknya Kapolri perlu mengevaluasinya," tegas Yusri.
Haram Tingkatkan Status IUP Perusahaan
Selain itu, lanjut Yusri, haram hukumnya Ditjen Minerba dan Menteri Investasi/ Kepala BKPM memproses peningkatan status IUP PT Batatsa Tunas Perkasa dan PT Bahtera Bumi Melayu menjadi IUP Operasi Produksi. Hal ini karena kedua perusahaan telah melanggar pasal 160 Undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang Minerba yang ancaman pidananya 5 tahun dengan denda Rp 100 miliar.
"Jika IUP-nya tetap diproses, sama juga Ditjen Minerba dan Menteri Investasi/ Kepala BKPM tidak menghargai UU Minerba. Lagipula mereka tidak konsisten dengan kebijakan mencabut sekitar 2.000 izin tambang, hanya karena tidak mengajukan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB). Apa tidak konyol ini?" pungkas Yusri. (*)