Praktisi Hukum Minta Gubernur Riau Nonjob-kan Pejabat Main Belakang Soal Pj Wali Kota Pekanbaru: Ini Namanya Insubordinasi
SabangMerauke News, Pekanbaru - Kabar penolakan kandidat Penjabat Wali Kota Pekanbaru dan Bupati Kampar usulan Gubernur Riau oleh Menteri Dalam Negeri terus bergulir. Kalangan praktisi hukum menilai hal tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap marwah daerah.
Pengacara senior di Pekanbaru, Armilis Ramaini SH menyatakan, masyarakat Pekanbaru dan Kampar dapat menolak Penjabat Wali Kota Pekanbaru dan Bupati Kampar, jika Mendagri justru mengangkat orang yang namanya tidak diajukan oleh Gubernur Riau.
BERITA TERKAIT: 'Jalur Langit' Penjabat Wali Kota Pekanbaru dan Hari-hari Kritis Bagi Gubernur Syamsuar
Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan Peraturan Mendagri nomor 1 tahun 2018. Dalam ketentuan pasal 5 ayat 2 Permendagri tersebut, penjabat kepala daerah (bupati dan walikota) ditunjuk oleh mendagri atas usul gubernur.
Memang kata Armalis, pada ayat ketiga disebutkan dalam hal kepentingan strategis nasional, penjabat kepala daerah (bupati dan walikota) dapat ditunjuk langsung oleh mendagri tanpa usul gubernur.
"Artinya, untuk penunjukan Pj Bupati Kampar dan Pj Wali Kota Pekanbaru, tentu harus atas usul Gubernur. Karena di Riau dalam keadaan tenang dan baik-baik saja," kata Armilis kepada media, akhir pekan kemarin.
BERITA TERKAIT: Jika Tolak Pengajuan Gubernur Soal Penjabat Wali Kota Pekanbaru, Mendagri Harus Minta Usulan Baru!
Armilis khawatir, jika Permendagri tidak dijadikan rujukan utama, proses penunjukan penjabat kepala daerah dimanfaatkan oleh cukong.
"Untuk itu gubernur bersama komponen lainnya harus melawan. Masa iya usulan oligarki yang malah akan diterima, sementara usulan gubernur dikangkangi. Ini sudah pelecehan," ujarnya.
BERITA TERKAIT: Usulan Penjabat Wali Kota Pekanbaru Diduga Ditolak Mendagri: Wibawa Gubernur Riau Jatuh
Ia pun merasa aneh, nama yang diusulkan gubernur secara resmi, malah tidak digubris oleh pusat.
"Ini bukti carut marut tata kelola pemerintahan kita. Dan jika ini memang benar-benar terjadi, maka pemerintahan bersih yang diharapkan tak akan pernah diwujudkan. Sebab penjabat kepala daerah yang akan bertugas, sudah diboncengi oleh kepentingan oligarki," katanya.
Menurutnya, jika keputusan Mendagri menunjuk penjabat kepala daerah di luar usulan gubernur benar-benar terjadi, maka hal tersebut harus dilawan. Karena hal itu sudah menyangkut harkat dan marwah gubernur dan masyarakat Riau.
"Jika memang benar akhirnya surat keputusan itu terbit, maka gubernur jangan sampai melantik mereka," katanya.
Ia juga menilai bentuk perlawanan lainnya dapat melaporkan Dirjen Otda Kemendagri ke Ombudsman dan menggugat Mendagri ke jalur PTUN.
"Gubernur juga harus mengembalikan SK tersebut. Karena pejabat yang ditunjuk di luar dari yang direkomendasikan," jelasnya.
Armilis mengaku mencium aroma transaksional, oleh oknum pejabat di daerah dengan oknum pejabat di Kemendagri. Sehingga nama yang ditunjuk di luar nama yang direkomendasikan.
Ia juga menyarankan agar dua nama pejabat yang namanya disebut-sebut menjadi penjabat Wali Kota Pekanbaru dan Bupati Kampar, di luar usulan gubernur, agar di-nonjobkan.
"Perlu dilakukan pengusutan, sekaligus menonjob-kan dua pejabat yang sudah ikut berkompetisi tanpa restu gubernur tersebut. Itu namanya main belakang dan insubordinasi. KPK, kejaksaan dan kepolisian, juga harus ikut andil, karena ada aroma transaksional dan dugaan perbuatan melawan hukum," pungkasnya.
Dalam sepekan terakhir, kabar penolakan 3 nama usulan Gubernur untuk Penjabat Wali Kota Pekanbaru dan 3 nama calon Penjabat Bupati Kampar berhembus. Mendagri disebut memilih orang yang bukan diusulkan oleh gubernur.
Informasinya, Sekretaris DPRD Riau, Muflifun alias Uun diplot sebagai Penjabat Wali Kota Pekanbaru. Sementara, Kepala Dinas Pendidikan Riau, Kamsoel diplot sebagai Penjabat Bupati Kampar. Kedua nama tersebut tidak pernah diajukan Gubernur Riau, Syamsuar kepada Mendagri. (*)