Bank Indonesia Bersiap Naikkan Suku Bunga, Ini Penyebabnya
SabangMerauke News - Bank Indonesia (BI) siap menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) jika inflasi tinggi terus terjadi. BI juga memastikan mereka akan terus memonitor inflasi untuk memastikan bahwa mereka akan memberikan respon kebijakan yang tepat.
Badan Pusat Statistik (BPS), pada Senin (9/5/2022), mengumumkan inflasi Indonesia meroket 0,95% (month to month/mtm) pada April 2022, yang menjadi level tertinggi sejak Januari 2017. Secara tahunan (year on year/YoY), inflasi Indonesia melesat ke level 3,47% atau tertinggi sejak Agustus 2019. Inflasi tahunan tersebut semakin mendekati batas atas kisaran target BI yaitu 2-4%.
BPS juga mencatat inflasi inti pada April menembus 2,6% (YoY) yang merupakan rekor tertinggi sejak Mei 2020 atau dua tahun lalu di mana pada saat itu inflasi inti mencapai 2,65%.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo memastikan respon kebijakan BI akan sangat tergantung dari penyebab inflasi. Bank sentral akan juga melakukan sejumlah upaya untuk meredam inflasi termasuk dengan memperkuat kerja sama dengan pemangku kepentingan, termasuk pemerintah.
"BI terus memonitor resiko inflasi ke depan, besaran dan timing dari respons kebijakan moneter akan tergantung pada faktor-faktor penyebab inflasi. Jika tekanan inflasi, khususnya inflasi inti, dipandang permanen dan akan melampaui sasaran, BI siap mengambil langkah-langkah berikutnya termasuk penyesuaian suku bunga," tutur Dody.
Dody menambahkan lonjakan inflasi di April dipengaruhi faktor musiman yaitu Hari Raya Idul Fitri dan pemulihan mobilitas masyarakat. Dia memperkirakan inflasi akan sedikit mereda jika faktor musiman berlalu.
Sebagai catatan, permintaan masyarakat Indonesia akan mencapai puncak menjelang Lebaran sehingga laju inflasi selalu melesat setiap kali Lebaran. Dody mengatakan pergerakan inflasi saat ini juga masih dalam range BI yakni 2-4%.
"Setelah faktor musiman ini berlalu akan terjadi koreksi. Secara umum inflasi 2022 diperkirakan berada dalam kisaran sasaran 3 +/- 1%," ujarnya.
Dia menjelaskan kencangnya inflasi di bulan April lebih disebabkan sisi supply dan cost push inflation atau tekanan harga. Dari sisi permintaan, tingkat inflasinya masih dinilai relatif moderat yang didukung dengan output gap perekonomian yang masih negatif.
"BI akan mengandalkan langkah-langkah koordinasi dengan pemerintah melalui Tim Pengendali Inflasi dalam mengatasi inflasi dari sisi supply tersebut,"imbuhnya.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo pada konferensi hasil RDG bulan April lalu juga mengatakan tidak menutup kemungkinan BI untuk menaikkan suku bunga. Namun, kebijakan tersebut akan sangat tergantung pada bagaimana kebijakan pemerintah dalam merespon kenaikan kelompok pengeluaran administered price. BI juga akan mempertimbangkan pergerakan inflasi yang fundamental yang tercermin dalam inflasi inti.
Ekonom OCBC Wellian Wiranto mengatakan ruang BI untuk menjaga inflasi di rentang 2-4% semakin menipis. Inflasi Indonesia diyakini akan melewati 4% pada tahun ini seiring dengan kenaikan komoditas di pasar global dan harga BBM serta pelonggaran mobilitas masyarakat.
"BI mengatakan akan mempertimbangkan inflasi inti sementara pada saat yang sama akan pre-emptive serta hati-hati. Kami pikir jalan terbaik dalam menyelesaikan hal tersebut adalah dengan mempercepat suku bunga daripada menundanya," tutur Wellian dalam laporannya Time to Hike.
Wellian menjelaskan langkah pre-emptive BI juga dilakukan demi menjaga daya tarik aset domestik di tengah kebijakan The Fed yang agresif. Dia mengingatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga sudah berada di jalur yang benar sehingga BI kemungkinan akan mulai mengambil langkah dalam meredam inflasi.
Wellian memperkirakan BI akan mulai menaikkan suku bunga pada Mei tahun ini. Sebagai catatan, BI sudah mempertahankan suku bunga acuan mereka di level 3,50% selama 14 bulan terakhir.
Senada, ekonom Bank Maybank Indonesia Myrdal Gunarto mengatakan BI akan menaikkan suku bunga sejalan dengan tren kenaikan suku bunga di tingkat global serta laju inflasi yang tinggi. Kenaikan suku bunga akan menjaga daya tarik aset rupiah bagi investor.
Sebagai catatan, sejumlah bank sentral sudah menaikkan suku bunga mulai dari Teh Fed, bank sentral Brasil maupun Inggris (BoE). Myrdal memperkirakan BI akan menaikkan suku bunga acuan pada Juni mendatang.
Sebaliknya, ekonom Bahana Sekuritas Satria Putra Sambijantoro mengatakan BI kemungkinan besar masih akan fokus pada upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dibandingkan meredam inflasi. Terlebih, pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan investasi belum kembali ke level sebelum pra-pandemi.
Dalam catatan BPS, secara historisnya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga ada di level 5% sementara investasi ada di level 5-6%. Pada kuartal I tahun ini, konsumsi hanya tumbuh 4,34% (YoY) sementara investasi tumbuh 4,09%.
"Suku bunga hanya berdampak terhadap permintaan (inflasi inti) tetapi persoalan yang dihadapi sekarang adalah tekanan inflasi yang ditimbulkan oleh pasokan dan kenaikan harga BBM. Menurunkan inflasi dengan cara merusak permintaan sepertinya tidak akan menjadi pilihan kebijakan yang dipilih BI," ujar Satria dalam laporan bertajuk Will BI Curb Demand to Counter Inflation? (*)