Mantan Sekdaprov Riau Sebut Uang Potongan Perjalanan Dinas Ada Dipakai untuk Hadiah Acara Instansi Vertikal
SABANGMERAUKE, RIAU - Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak, Yan Prana Jaya bersaksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi anggaran dengan terdakwa mantan Bendahara Pengeluaran Bappeda Siak, Donna Fitria, Senin (18/10/2021). Ia memberikan keterangan secara virtual karena posisinya sedang menjalani hukuman di Lapas Sialang Bungkuk dalam kasus yang sama.
Dalam persidangan yang dipimpin oleh majelis hakim diketuai, Dr Dahlan SH, MH, mantan Sekdaprov Riau ini menceritakan ikhwal adanya pemotongan dana perjalanan dinas pegawai Bappeda sebesar 10 persen. Adapun total pemotongan biaya perjalanan dinas sepanjang 2013-2014 mencapai Rp 758 juta.
Hakim Dahlan bertanya soal keterlibatan Yan Prana dalam pemotongan dana perjalanan dinas tersebut. Menurut Yan Prana dirinya tidak pernah memerintahkan Donna untuk memotong dana tersebut. Justru menurutnya, Donna yang mengusulkan agar dana perjalanan dinas dipotong masing-masing sebesar 10 persen.
Menurut Yan Prana, usulan dikemukakan Donna lantaran dibutuhkan biaya-biaya yang tidak dianggarkan dalam APBD Siak pada pos anggaran Bappeda Siak.
"Pernah diusulkan Donna ke saya. Tapi, bukan saya yang perintahkan. Itupun sebenarnya bukan pemotongan, tapi partisipasi dari pegawai dalam menutup biaya-biaya untuk kegiatan atau acara yang tidak dianggarkan dalam APBD," kata Yan Prana seperti dilansir RiauBisa.com (Media Networking Sabang Merauke News).
Yan Prana menyebut sejumlah penggunaan uang tersebut di antaranya dipakai untuk membeli hadiah jika ada kegiatan ulang tahun atau acara instansi vertikal. Namun, ia tak meyebut instansi vertikal apa yang diberikan hadiah tersebut.
"Misalnya untuk hadiah sepeda, televisi atau papan bunga ulang tahun acara instansi vertikal," kata Yan Prana.
Selain itu, uang tersebut juga dipakai untuk menutup biaya acara lain seperti MTQ, lebaran dan tenaga outsourching kantor yang tidak ada alokasi anggarannya dalam APBD.
Yan Prana membantah kalau pemotongan uang perjalanan dinas atas perintahnya kepada pegawai dalam sebuah rapat.
"Dulu memang ada pertemuan rapat resmi, tapi membahas kegiatan Bappeda dan penyusunan RAPBD. Tidak ada rapat membahas pemotongan uang perjalanan dinas. Di akhir rapat, sempat saya sampaikan soal usulan Donna untuk partisipasi pegawai itu. Jadi, itu bukan keputusan rapat, hanya menyampaikan usulan Donna. Dan tidak ada keberatan pegawai," kata Yan Prana.
Yan Prana menyebut kalau ia hanya meneruskan usulan Donna. Ia pun tak keberatan lantaran pemotongan dana perjalanan dinas juga sudah dilakukan sebelum dia menjabat secara defenitif sebagai Kepala Bappeda Siak pada 2013 lalu.
"Sebelum saya jadi Kepala Bappeda Siak, juga sudah ada pemotongan dana itu," kata Yan Prana.
Yan Prana juga sempat ditanya soal adanya dokumen rekapitulasi hasil dana pemotongan biaya perjalanan dinas. Namun menurutnya, dokumen itu dibuat dan muncul saat ia sudah diperiksa oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Riau.
"Dokumen rekapitulasi itu ada saat pemeriksaan saya sebagai tersangka dulu di Kejati. Jadi, itu bukan dokumen Bappeda. Rekapitulasi itu bukan dibuat Bappeda," kata Yan Prana.
Ditanya soal adanya dugaan korupsi dalam pengadaan alat tulis kantor dan makanan dan minuman, Yan Prana mengaku tidak tahu soal itu. Menurutnya, pengadaan ATK dan makan minum dilakukan oleh anak buahnya, khususnya Bidang Umum.
Adapun total dugaan kerugian negara untuk anggaran ATK sebesar Rp 28 juta. Sementara perhitungan kerugian negara dari anggaran makan minum sebesar Rp 477 juta.
Donna membantah kalau inisiatif pemotongan dana perjalanan dinas pegawai Bappeda berasal dari dia. Ia menyebut pemotongan itu merupakan perintah Yan Prana.
"Pemotongan itu karena perintah atasan saya, Yang Mulia," kata Donna saat diberikan kesempatan menanggapi keterangan Yan Prana.
Donna adalah mantan Bendahara Pengeluaran Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Siak. Ia didakwa telah melakukan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 1,2 miliar lebih.
Donna saat kasus ini mulai heboh dan naik ke proses hukum, sempat dipromosikan oleh Gubernur Riau, Syamsuar sebagai Kepala Subbid Penyusunan Anggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Riau. Dari pejabat level Kabupaten Siak, ia naik menjadi pejabat Provinsi Riau. Disebut-sebut Donna masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Syamsuar yang hingga kini belum pernah dibantah.
Selain melakukan pemotongan uang perjalanan dinas sebesar 10 persen, Donna bersama-sama dengan Yan Prana sepanjang 2013-2014 juga diduga melakukan praktik penyimpangan anggaran kegiatan pengadaan alat tulis kantor (ATK) serta anggaran makan minum pada Bappeda Kabupaten Siak. Berdasarkan hasil audit pada 9 Juni 2021 lalu, ditaksir kerugian negara mencapai Rp 1,26 miliar. Adapun total anggaran rutin Bappeda Siak saat itu mencapai Rp 7,5 miliar.
Kejadian ini terjadi saat dilakukannya pergantian jabatan Bendahara Pengeluaran Bappeda Siak dari Rio Arta kepada Donna Fitria. Atas arahan Yan Prana, Donna melakukan pemotongan biaya perjalanan dinas sebesar 10 persen. Uang yang diterima oleh pelaksana perjalanan dinas tidak sesuai dengan tanda terima yang ditandatangani.
Donna Fitria dijerat dengan pasal 2 ayat (1), jo Pasal 3, Pasal 10 huruf (b), Pasal 12 huruf (f) Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)