Perjuangan Ketua KPK Ubah Nasib Sejak Kecil: Jualan Ketan, Jadi Pembantu Rumah Tangga Sampai Pencuci Motor
SabangMerauke News - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyampaikan pentingnya pendidikan untuk mengubah keadaan. Masa depan NKRI dinilai akan semakin baik dengan pendidikan serta semangat belajar, berjuang, bekerja keras.
Hal itu disampaikan Firli dalam memperingati Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei 2022.
Firli pun menceritakan kisah hidupnya yang berubah karena pendidikan. Sebagai bungsu dari 6 bersaudara di keluarga miskin di pelosok dusun Sumatera Selatan, dia mengaku memahami petuah orang tua terutama ibu, tentang pentingnya pendidikan untuk mengubah keadaan khususnya kondisi ekonomi keluarga yang sangat sulit.
"Dengan segala keterbatasan ekonomi keluarga, apalagi usai ditinggal wafat ayah, saya menguatkan tekad dan diri untuk terus sekolah setinggi-tingginya agar nasib dapat berubah, seperti kata ibu," kata Firli, dalam keterangan Rabu (4/5/2022).
Dia menuturkan kondisi saat itu berat dan perih. Firli mengaku harus berjalan tanpa alas kaki ke sekolah sejauh 16 km.
"Di kala teman SD berangkat diantar orang tua atau saudaranya dengan sepeda, saya harus berjalan kaki nyeker pergi dan pulang ke sekolah sejauh 16 km setiap hari, karena tidak memiliki sandal apalagi sepatu," ujarnya.
Bayar SPP sekolah saat itu juga katanya bukan dengan uang, melainkan barter buah kelapa atau durian. Dia bersyukur kepala SD saat itu menerima kelapa, durian atau ikan hasil tangkapan sendiri sebagai pengganti uang SPP.
Semasa SMA, Firli ikut kakak mengontrak di dekat SMA 3 Palembang. Dia mengingat setiap pulang sekolah bersama kakak, mencari ikan di rawa untuk ditukar dengan pisang serta beras ketan.
"Beras ketan dan pisang tersebut dibuat pepes ketan oleh kakak, dan saya yang menjualnya ke warung-warung atau ngider dari kampung ke kampung. Dari hasil berjualan pepes ketan, kami gunakan untuk membayar uang sekolah," ungkapnya.
Untuk membeli peralatan dan keperluan sekolah lainnya, Firli pernah bekerja sebagai pembantu rumah tangga, tukang cuci mobil, atau menjual spidol yang dia beli di Pasar Cinde, lalu dijual kembali dengan sedikit keuntungan di Taman Ria Palembang.
"Usia tamat SMA, saya yang jelas tidak memiliki uang untuk melanjutkan jenjang pendidikan di universitas, mendaftarkan diri ikut sekolah yang dibiayai negara yakni Akabri. 3 kali saya mendaftar, 3 kali juga gagal diterima saat itu," kata Firli.
Dia pun memutuskan masuk sekolah Bintara dan lulus menjadi anggota polisi berpangkat Sersan. Meski sudah bekerja, petuah ibunya tentang pentingnya pendidikan tidak pernah dilupakan sehingga dia memutuskan untuk kembali mengikuti tes Akabri. Namun tes yang keempat hingga kelima kali itu gagal.
"Barulah kesempatan yang ke-6 pada tahun 1987 saya bisa diterima sebagai Capratar (Calon Prajurit Taruna)," ujar Firli.
Dia bersyukur dinyatakan lulus dan mengikuti pendidikan sebagai seorang perwira polisi. Secara perlahan hingga saat ini, Firli pun diberi amanah menjadi ketua lembaga pemberantas korupsi.
"Apa yang saya alami, adalah contoh nyata bahwasanya pendidikan menjadi begitu amat penting, mengingat pendidikan sebagai satu upaya mewujudkan tujuan negara mencerdaskan kehidupan bangsa, dimana dengan bangsa yang cerdas, maka akan membawa kesejahteraan umum bagi segenap rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, mulai Miangas hingga Pulau Rote," katanya. (*)