Jokowi Terancam Dikudeta Oligarki Kelapa Sawit Gara-gara Stop Ekspor Minyak Sawit
SabangMerauke News - Keputusan Presiden Jokowi yang akan menghentikan ekspor minyak goreng dan CPO mulai 28 April mendatang mendapat reaksi sejumlah pihak. Para petani sawit ketakutan karena harga tandan buah segar (TBS) diprediksi akan turun drastis, padahal harga pupuk membumbung tinggi.
Kritikus sosial politik, Rocky Gerung mengingatkan kebijakan penghentian ekspor CPO dan minyak goreng bisa mengancam eksistensi kekuasaannya. Bahkan, Rocky menilai bisa saja kekuasaan Presiden Jokowi akan goyang.
"Bisa-bisa Presiden Jokowi dikudeta oleh oligarki kelapa sawit," kata Rocky dalam tayangan channel YouTube, Sabtu (23/4/2022).
Menurutnya, dengan cara Jokowi menghentikan ekspor minyak sawit tersebut seakan-akan ingin menunjukkan ia hebat.
"Kesannya dia (Jokowi) mau menyatakan saya hebat, saya hentikan. Padahal, kebijakan tersebut dipastikan mengganggu kestabilan ekonomi," kata Rocky.
Menurutnya, masalah soal kelangkaan minyak goreng hanyalah soal teknis dengan mengatur ketersediaan dan pengawasan di pasar.
"Jadi, bukan kebijakan dibuat secara drastis. Padahal inikan soal teknis bagaimana atasi minyak goreng. Ini yang membuat masyarakat jadi was-was. Ini sinyal-sinyal istana sudah lumpuh. Jokowi gak lagi diasuh Ibu Megawati," kata Rocky beretorika.
Ia memprediksi para oligarki dan kartel global kelapa sawit sedang memutuskan akan mengkudeta Jokowi. Namun, Rocky kemudian melanjutkan kalau kudeta yang dimaksud adalah kudeta kebijakan dengan melakukan perlawanan 'mbalelo' atas keputusan Jokowi tersebut.
Ia menjelaskan, cara Jokowi menghajar oligarki kelapa sawit itu salah. Menurutnya, akibat kebijakan tersebut, negara justru bisa bergejolak kehilangan penerimaan dari pajak ekspor.
"Sri Mulyani (Menteri Keuangan) akan bingung dapat pajak dari mana lagi," kata Rocky.
Rocky memprediksi keputusan Jokowi tersebut tidak akan bertahan namun hanya sekadar gagah-gagahan. Ia mengaitkan kebijakan tersebut dengan larangan ekspor batubara beberapa waktu lalu yang hanya bertahan selama 11 hari.
"Siapa lagi nanti yang mau disalahkan kalau kebijakannnya berubah lagi. Sama kayak batubara dulu," kata Rocky.
Ia menilai, para petani kelapa sawit akan menjerit akibat larangan ekspor tersebut karena penurunan harga TBS kelapa sawit akan terjadi.
"Presiden sepertinya sedang menepuk air didulang, terpercik wajah sendiri," kata Rocky. (*)