Perampokan Hutan Negara di Kuansing di Depan Mata, Ini Respon Kapolres AKBP Rendra Dinata
SabangMerauke News, Kuansing - Aksi perampokan dan pengerusakan hutan alam di Kabupaten Kuansing bukan barang baru yang dilakukan terselubung. Alih fungsi kawasan hutan menjadi kebun sawit ilegal justru telanjang terjadi di depan mata.
Apa respon Kapolres Kuansing, AKBP Rendra Okhta Dinata terkait dugaan kejahatan hutan yang tak kunjung mendapat tindakan hukum ini?
Kepada SabangMerauke News, Kapolres Rendra mengaku akan melakukan penyelidikan dugaan pengrusakan puluhan ribu hektar hutan yang dikuasai dan dikonversi secara ilegal menjadi kebun kelapa sawit oleh para mafia hutan.
BERITA TERKAIT: Hutan Kuansing Hancur Lebur, Plt Bupati Suhardiman Amby: Ego Sentralistik Kementerian LHK!
Ia menyebut, penyelidikan akan menemukan adanya unsur-unsur pidana dari peristiwa tersebut.
"Penyelidikan akan dilakukan untuk menemukan unsur-unsur pidananya. Dari penyelidikan yang akan dilakukan tersebut akan terlihat ada atau tidaknya unsur pidananya," terang Kapolres AKBP Rendra via pesan WhatsApp, Sabtu (16/4/2022).
BERITA TERKAIT: Hutan Hulu Kuantan di Kuansing Dirampok untuk Kebun Sawit, Akademisi: Kok Pemerintah Lepas Tangan Saling Lempar Tanggung Jawab?
Untuk melakukan penyelidikan tersebut, pihak Polres akan bekerja sama dengan seluruh stakeholder.
"Kami akan bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait penyelidikan yang akan dilakukan," jelas AKBP Rendra.
BERITA TERKAIT: Perampokan dan Penghancuran Hutan Hulu Kuantan di Kuansing Kian Parah: Negara Tak Berdaya, Siapa yang Peduli?
Diwartakan sebelumnya, masyarakat Hulu Kuantan Kuansing meminta pemerintah dan aparat hukum segera menindak keras para pelaku perambahan dan pemilik kebun kelapa sawit ilegal dalam kawasan hutan tersebut.
Menurut warga tersebut, permasalahan ini sudah sangat lama tapi belum juga terselesaikan. Padahal sudah banyak pihak bahkan satgas juga sudah dibentuk tetapi penyelesaiannya belum ada.
"Sudah jelas mereka itu ilegal. Aparat hukum harusnya menindak dan menangkap mereka," kata warga tersebut.
Akademisi pro lingkungan, Dr Elviriadi mendesak negara segera mengambil sikap dan tindakan keras terhadap pelaku perampokan dan penghancuran belasan ribu hektar hutan di Hulu Kuantan dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling, Kuansing, Riau. Tindakan sejumlah instansi pemerintah yang dinilai lepas tangan dan saling lempar tanggung jawab dapat dikenai saksi. Negara tak boleh kalah dari penjahat lingkungan.
"Harusnya pemerintah baik Dinas LHK Provinsi Riau maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersinergi. Usut tuntas perambahan dan penghancuran hutan tersebut. Jangan antar lembaga saling buang badan dan acuh tak acuh," kata dosen UIN Suska Riau, Dr Elviriadi kepada SabangMerauke News, Kamis (14/4/2022) lalu.
Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI ini heran mengapa terjadi pembiaran atas kejahatan hutan tersebut. Padahal, kejadiannya berlangsung telanjang di depan mata. Ia juga meminta aparatur hukum melakukan tindakan keras terukur terhadap para perambah yang mengalihfungsikan secara ilegal kawasan hutan tersebut untuk kebun kelapa sawit.
"Ironi ketika hutan dibabat sesuka hati tanpa ada tindakan hukum," jelas Elviriadi yang juga Ketua Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah ini.
Diperkirakan belasan ribu hektar kawasan hutan produksi terbatas (HPT) dan Suaka Margasatwa Rimbang Baling di Kuansing mengalami okupasi dan alihfungsi secara besar-besaran menjadi kebun kelapa sawit. Kegiatan ilegal ini sudah berlangsung cukup lama dengan modus kelompok tani maupun perorangan yang diduga adalah perpanjangan tangan pemilik modal korporasi.
Elviriadi menegaskan, kejahatan hutan tersebut tidak bisa diselesaikan lewat mekanisme 'keterlanjutan' sebagai turunan dari Undang-undang Cipta Kerja. Sebab, perambahan hutan dilakukan secara sistematis, bukan oleh warga hutan sekitar, namun invasi dari kelompok lain dengan dukungan pemodal. Lagipula, luasan kawasan hutan yang dikuasai secara ilegal itu sangat besar, tidak di bawah 5 hektar.
Ia mengingatkan, para pejabat terkait yang lalai dan tidak menggunakan kewenangannya untuk menertibkan aksi ilegal itu dapat dikenai sanksi. Berdasarkan Undang-undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), pejabat terkait dapat dijatuhkan sanksi oleh Presiden Jokowi.
"Sanksi dapat berupa teguran tertulis turun pangkat, sanksi administrasi sampai pidana," tegasnya. (cr4)