Perampokan dan Penghancuran Hutan Hulu Kuantan di Kuansing Kian Parah: Negara Tak Berdaya, Siapa yang Peduli?
SabangMerauke News, Kuansing - Aksi perampokan hutan negara secara ilegal di Hulu Kuantan, Kuansing kian parah. Pendudukan sepihak dan alih fungsi kawasan hutan untuk kebun sawit makin tak terbendung.
Pihak-pihak terkait yang memiliki kekuasaan hukum dan otoritas terkesan lepas tangan dan tak berdaya. Negara lewat tangan-tangan kekuasaannya cenderung membiarkan, tanpa tindakan. Undang-undang Cipta Kerja jadi alibi sesat untuk menutup mata atas kejahatan lingkungan yang terjadi di depan mata.
Sejumlah pihak dari unsur pemerintahan telah dikonfirmasi SabangMerauke News ikhwal persoalan yang terjadi belasan tahun ini. Namun, praktis tak ada jawaban konkret solusi dalam menangani persoalan.
BERITA TERKAIT: Astaga! Setor Rp 50 Juta ke Oknum DLHK Riau, Alat Berat Tangkapan Polhut di Kuansing Bebas Dibawa Pemiliknya ke Sumbar
Kepala Bidang Teknis Balai Besar KSDA Provinsi Riau Mahfud mengatakan wilayah hutan Kuantan Hulu masuk dalam kelompok hutan lindung dan hutan produksi terbatas (HPT). Ia menyebut kewenangan dalam kawasan itu berada dikendali Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau.
"Masalah itu langsung saja konfirmasi ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Riau sebagai pemangku kawasan hutan tersebut," terang Mahfud, Senin (11/4/2022).
BERITA TERKAIT: Ada Penyerahan Uang di Balik Hilangnya Tangkapan Alat Berat di Hutan Lindung Kuansing, Ini Kata DLHK Riau
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau Maamun Murod saat dikonfirmasi meminta agar media menghubungi Kepala KPHP Singing, Abriman.
Abriman menjelaskan kalau pihaknya mendengar ada aktivitas perambahan hutan di kawasan itu. Bahkan ia menyebut ada sebuah perusahaan inisial PT M yang bergerak, namun tidak secara legal formal. Selain itu, okupasi kawasan hutan dilakukan secara pribadi dan kelompok bertamengkan koperasi.
"Secara legal formal bukan PT M tersebut," kata Abriman, Selasa (12/4/2022).
Satgas Terpadu Bentukan Gubernur Riau
Ia menyebut masalah perambahan hutan di Hulu Kuantan sudah lama berlangsung sejak tahun 2012. Masalah ini juga sudah pernah ditangani Satgas Terpadu Penertiban Lahan Ilegal bentukan Gubernur Riau, Syamsuar pada 2018 laku. Satgas itu terdiri dari lintas unsur yang super-lengkap: Polda, Korem, Kejaksaan dan unsur pemda serta BPN.
Abriman menambahkan, DPRD Riau bahkan sudah pernah menjadikan kasus di Hulu Kuantan, Kuansing sebagai target kerja panitia khusus (pansus) lahan ilegal Provinsi Riau. Ketua pansus ini adalah Suhardiman Amby yang kini menjabat Plt Bupati Kuansing.
Pansus DPRD Kuansing kata Abriman, memasukkan area tersebut ke dalam kawasan holding zone, artinya kawasan tersebut merupakan kawasan dalam tata ruang wilayah yang belum diberikan izin.
Abriman beralibi kalau penyelesaian penguasaan hutan ilegal itu kini lewat mekanisme Undang-undang Cipta Kerja.
"Sampai dimana proses perizinannya saya tidak tahu. Dan kalaupun itu terjadi pelanggaran, itu sanksinya tidak pidana akan tetapi dikenakan denda," kata Abriman.
Warga Desa Tak Punya Kebun Sawit
Perangkat desa setempat di Kecamatan Hulu Kuantan juga sudah dihubungi soal perampokan hutan negara tersebut. Namun justru jawaban 'tidak tahu' yang diperoleh oleh media ini.
Sekretaris Desa Tanjung Modang, Cimut mengaku tidak memiliki pengetahuan yang cukup soal masalah tersebut.
"Kami sebatas orang desa. Pengetahuan sangat terbatas terhadap persoalan ini. Kami menyerahkan sepenuhnya kepada yang lebih mengetahui di bidang kehutanan ini," kata Cimut.
Namun, Cimut menegaskan kalau masyarakat sekitar desa tidak ada memiliki kebun di kawasan hutan tersebut.
"Apalagi mengurus surat di kawasan tersebut kepada kami di kantor desa, tidak pernah itu," kata Cimut.
Suaka Margasatwa Rimbang Baling Juga Dirambah
Menurut salah seorang warga desa, aktivitas perambahan tak hanya terjadi di hutan produksi terbatas. Namun kawasan konservasi Suaka Margasatwa Rimbang Baling juga telah mengalami penghancuran sejak lama akibat pembukaan kebun kelapa sawit.
Ia menceritakan, awal tahun 2000- an, para mafia mafia tanah dari Sumatera Utara datang menguasai lahan dengan modus membeli kepada masyarakat. Wilayah yang dikuasai makin luas dan kini mencapai ribuan hektar.
"Bahkan mungkin sekarang sudah puluhan ribu hektar. Terbaru, modus mereka mendirikan koperasi-koperasi yang legalitasnya juga dipertanyakan," kata pemuda yang tak ingin disebut namanya itu.
Ia meminta pemerintah dan aparat hukum segera menindak keras para pelaku perambahan dan pemilik kebun kelapa sawit ilegal dalam kawasan hutan tersebut.
"Sudah jelas mereka itu ilegal. Aparat hukum harusnya menindak dan menangkap mereka," katanya emosi.
Curigai Oknum Membeking
Zubirman SH, praktisi hukum di Kuansing menyatakan, tindakan menguasai, mengalihfungsikan serta mengelola hutan negara secara ilegal mestinya ditindak secara hukum.
Ia mencurigai, langgengnya perambahan hutan yang terus berlanjut namun tanpa ada tindakan hukum. Apalagi kasus ini menurut Zubirman telah berlangsung cukup lama.
"Menurut saya, ada institusi-institusi yang patut dicurigai bahwa mereka berada di belakang itu. Kalau tidak, maka kegiatan ini sudah lama selesai," katanya.
Ia menyontohkan soal kasus penambangan emas tanpa izin (PETI) di Kuansing yang juga tak pernah selesai.
"Saya curigai ada pihak-pihak yang terlibat di sana, sehingga itu bisa dapat berlanjut secara terus menerus sampai sekarang," jelasnya.
Gubernur Evaluasi Dinas LHK
Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Riau, Mardianto Manan meminta agar Gubernur mengevaluasi kinerja Dinas LHK Riau. Ia mengungkit kembali soal tidak tuntasnya penanganan kasus perambahan hutan lindung Bukit Betabuh oleh DLHK Riau, akhir tahun lalu.
Dalam kasus itu, sebuah alat berat yang merusak hutan dinyatakan hilang dibawa kabur pemiliknya, sebelumnya sempat ditahan tim DLHK Riau.
"Sampai sekarang tidak jelas penyelesaiannya. Padahal kasus itu masih menjadi pertanyaan. Pelaku pembabat hutannya hingga kini masih bebas berkeliaran," kata Mardianto.
Hingga kini, ia masih terus mempertanyakan perkembangan penanganan kasus tersebut. Namun ia kecewa karena selalu diminta sabar menunggu.
"Sekarang muncul lagi masalah di HPT Hulu Kuantan. Habis lah hutan kami kalau begini kerja DLHK Riau,'' kesal Mardianto.
Secara tegas ia mempersalahkan DLHK Riau, karena terkesan lamban dan sengaja melakukan pembiaran terhadap hancurnya hutan di Kuansing.
"Diminta kepada Gubernur Riau Syamsuar, agar dapat mengevaluasi kinerja dinas-dinas yang terus bermasalah. Seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau. Sebab, hutan di daerah Kuansing terus menerus tergerus oleh pelaku mafia tanah," pungkas Mardianto. (cr4)