Yayasan Riau Madani Nilai DPRD Riau Tak Bernyali Usut Defisit Pemprov Riau Rp 2,2 Triliun: Jangan Cuma Omon-omon!

Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH. Foto: SM News
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Yayasan Riau Madani mempertanyakan keseriusan DPRD Riau dalam mengusut terjadinya defisit anggaran Pemprov Riau yang mencapai Rp 2,2 triliun saat ini. DPRD Riau dinilai tak bernyali membongkar kasus defisit terbesar sepanjang sejarah pemerintahan di Riau ini.
Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH menyatakan, seharusnya DPRD Riau melakukan langkah-langkah konkret menelisik penyebab krusial terjadinya defisit keuangan dalam jumlah fantastis tersebut. Dewan tak cukup hanya menebar narasi di media, tanpa melakukan tindakan politik yang konkret. Pejabat yang memiliki kewenangan dalam penggunaan anggaran harusnya dimintai pertanggungjawaban.
"Keseriusan DPRD Riau untuk membongkar penyebab defisit keuangan daerah mencapai Rp 2,2 triliun ini patut dipertanyakan. Padahal, DPRD memiliki legitimasi dan hak konstitusional untuk membongkarnya." kata Surya Darma kepada SabangMerauke News, Jumat (14/3/2025).
Yayasan Riau Madani yang bergerak di bidang pemberantasan korupsi dan lingkungan hidup ini, menilai DPRD telah mempertontonkan praktik politik omon-omon.
"Sepertinya DPRD Riau yang dipilih langsung oleh rakyat tak punya nyali untuk mengusut defisit anggaran. Beraninya omon-omon doang. DPRD tak boleh bermental penakut atau pengecut," kata Surya Darma.
Kata Surya, kondisi defisit yang mencapai Rp 2,2 triliun, tergolong dalam kejadian aneh yang luar biasa. Itu sebabnya, DPRD dan otoritas terkait harus mengusut penggunaan APBD, termasuk mendeteksi apakah ada potensi penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat tertentu.
"Pejabat yang bertanggung jawab atas terjadinya defisit anggaran harus dipanggil dan dimintai pertanggungjawaban. Itu tugasnya DPRD. Nah, kenapa sampai sekarang DPRD Riau tidak berani melakukan hal tersebut. Sangat gampang untuk melacak pejabat-pejabat yang terkait dengan defisit anggaran tersebut," tegas Surya Darma.
Menurutnya, masyarakat Riau saat ini bertanya-tanya mengapa sampai terjadi defisit anggaran mencapai Rp 2,2 triliun. Termasuk mempertanyakan penggunaan APBD sehingga bisa jebol, lebih besar pasak daripada tiang.
"Sampai sekarang rakyat Riau bingung kok bisa sampai terjadi defisit dalam jumlah jumbo. Apa penyebabnya? Kemana dana dipakai?" kata Surya Darma.
Surya mengkhawatirkan dampak defisit keuangan daerah tersebut. Apalagi, Gubernur Riau Abdul Wahid berencana akan menihilkan seluruh kegiatan di Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
"Kalau sampai kegiatan di OPD dinolkan, maka bisa saja program untuk rakyat akan dinihilkan. APBD hanya akan dipakai untuk belanja pegawai dan belanja rutin. Jadi, mana bagian APBD untuk rakyat," kritik Surya Darma.
DPRD Tak Setuju TPP ASN Dipangkas
Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Riau, Budiman Lubis SH menolak rencana Gubernur Riau Abdul Wahid yang akan memangkas Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) untuk menutup defisit dan tunda bayar sebesar Rp 2,2 triliun. Langkah tersebut dikhawatirkan memicu semangat kerja dan produktivitas birokrasi Pemprov Riau.
Menurut Budiman, pemangkasan TPP harusnya menjadi jalan terakhir bagi Pemprov Riau dalam mengatasi kondisi keuangan daerah saat ini. Ia berharap ada solusi lain yang ditempuh Gubernur Riau, dengan melakukan efisiensi pada pos anggaran tertentu yang tidak berdampak pada hajat hidup orang banyak.
"Jangan sampai TPP dihilangkan. Jika pemangkasan TPP menjadi satu-satunya jalan, maka TPP bisa dikurangi jumlahnya," kata Budiman, Jumat (13/3/2025).
DPRD Riau, kata Budiman, sampai saat ini belum bisa memastikan dan mengetahui berapa angka pasti defisit anggaran Pemprov Riau. Pihaknya masih menunggu hasil penghitungan resmi dari Pemprov Riau.
"Karena sampai sekarang angka defisit itu berubah-ubah. Angka terakhir yang disebut Pemprov Riau sebesar Rp 2,2 triliun. Namun, ada juga informasi lain jumlahnya mencapai Rp 3 triliun. Makanya, sebelum ada kebijakan, hasil tracking dari tiap OPD harus segera dituntaskan," terang Budiman.
Politisi Partai Gerindra ini meminta agar Pemprov Riau melakukan efisiensi untuk menekan pengeluaran daerah.
"DPRD meminta agar Pemprov Riau melakukan efisiensi secara cermat dan tepat," tegas Budiman.
Gubernur Abdul Wahid Pusing Kepala 7 Keliling
Sebelumnya diwartakan, Gubernur Riau Abdul Wahid mengaku kewalahan menghadapi realitas berdarah-darahnya keuangan daerah terkait adanya tunda bayar mencapai Rp 2,2 triliun tahun ini. Ia bahkan merasa pusing tujuh keliling dan nyaris tidak mendapatkan solusi mengatasi persoalan finansial daerah tersebut.
Pernyataan itu disampaikan Abdul Wahid dalam sebuah video rapat yang diunggah di media sosial. Ia menyampaikan keluh kesahnya di depan jajaran Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Riau dan para mantan gubernur serta tokoh masyarakat.
"Kondisi keuangan kita saat ini sangat genting. Belum pernah ada sepanjang sejarah pemerintahan provinsi Riau kondisi begini. Ini membuat kepala saya pusing tujuh keliling," kata Abdul Wahid.
Politisi PKB ini menuturkan, biasanya tunda bayar atau defisit keuangan daerah hanya berkisar di angka Rp 200 hingga Rp 250 miliar.
"Artinya memang tata kelola pemerintahan ini menurut saya tidak mengacu pada alur dan patut. Luar biasa," kata Abdul Wahid.
Menurut Abdul Wahid, Pemprov Riau tidak memiliki solusi untuk mencari dana untuk menutup tunda bayar tersebut
"Mencari duitnya dari mana ini?" katanya beretorika.
Sangking suntuknya memikirkan kondisi keuangan Pemprov Riau, Abdul Wahid mengaku hanya bisa tidur 3 jam dalam sehari. Ia memohon agar dirinya diberikan kesehatan menghadapi masalah tersebut.
"Setiap hari saya tidurnya jam 3 subuh. Jam 5 bangun. Sudah selama 11 hari ini, saya tidur 3 jam sehari. Begitu sangking seriusnya saya mengurusi daerah ini. Saya lihat memang tidak ada solusi dari permasalahan yang ada. Jadi mudah-mudahanan saja saya kuat menghadapinya. Begitulah beratnya kondisi kita," kata Abdul Wahid.
Kata Abdul Wahid, dirinya telah membuka dokumen kerja seluruh perangkat daerah Pemprov Riau. Bahkan, ketika anggaran kegiatan seluruh OPD di-nolkan, tetap tidak bisa menutup defisit anggaran.
"Saya kemarin sudah buka lembar kertas kerja semua OPD. Dinolkan pun semua kegiatan OPD tahun ini, tidak cukup membiayai tunda bayar," terangnya.
Ia sedang mengkaji kebijakan untuk memotong Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP) seluruh pegawai Pemprov Riau. Pertimbangannya karena dalam setahun ini, tidak ada kegiatan yang dilakukan OPD.
"Terakhir saya mungkin akan ambil keputusan, apakah karena tahun ini tidak ada kegiatan OPD, pegawai kita sebanyak 21 ribu, termasuk guru, TPP-nya harus kita potong untuk menutup tunda bayar, masih saya pertimbangkan. Itu sangat gentingnya kondisi keuangan kita," curhatnya.
Abdul Wahid juga mengirim sinyal kepada DPRD Riau bahwa dirinya akan menihilkan kegiatan OPD. Ia tak ingin masalah tunda bayar ini berlanjut hingga ke tahun 2026 mendatang.
"Jadi DPRD saya kasih tahu, bahwa saya menolkan biaya semuanya. Tapi itu pun tidak menutupi. Saya tak mau masalah tahun ini berlanjut di tahun berikutnya. Saya mau selesaikan di tahun 2025," tegasnya.
Abdul Wahid bahkan siap menanggung risiko kebijakan menolkan kegiatan dianggap tidak populer. Sebagai pemimpin, ia mengaku harus mengambil sikap yang tegas.
"Maka saya tegaskan saja. Biar kebijakan saya tak populer, tak masalah. Yang penting persoalan selesai. Saya sebagai pemimpin harus tegas dan berani bertanggung jawab. Itu yang akan saya lakukan," pungkas Abdul Wahid.
Ikhwal adanya tunda bayar dan defisit anggaran Pemprov Riau mencapai Rp 2,2 triliun, sudah dipergunjingkan oleh kalangan anggota DPRD Riau.
Namun setakad ini, belum ada langkah konkret DPRD Riau untuk mengusut dan meminta pertanggungjawaban dari aktor pejabat yang memicu terjadinya defisit anggaran. (R-03)