PN Bangkinang Lakukan Konstatering-Sita Eksekusi Kebun Sawit 377 Ha di Kampar, Harta Edi Kurniawan Terancam Dilelang untuk Biaya Eksekusi & Pemulihan

Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang sukses menggelar konstatering (pencocokan) dan sita eksekusi atas sabun sawit dalam kawasan hutan seluas 377 hektare yang dikelola Edi Kurniawan di Kampar pada Selasa (12/3/2025) kemarin. Foto: SM News
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang sukses menggelar konstatering (pencocokan) dan sita eksekusi atas sabun sawit dalam kawasan hutan seluas 377 hektare yang dikelola Edi Kurniawan di Kampar. Pelaksanaan konstatering dan sita eksekusi langsung digelar di objek sengketa berada di Desa Kota Garo, Tapung Hilir pada Selasa (11/3/2025).
Adapun konstatering dan sita eksekusi dilakukan atas permohonan Yayasan Riau Madani yang telah memenangkan gugatan terhadap terhadap Edi Kurniawan. Putusan perkara dengan nomor 62/PDT.G/2015/PN.Bkn ini, telah dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak 2016 lalu. Pelaksanaan konstatering dan sita eksekusi juga dilakukan berdasarkan surat penetapan Ketua PN Bangkinang nomor: 1/Pen.Pdt/Eks-Pts/2024/PN Bkn.
Konstatering dan sita eksekusi dilakukan oleh panitera dan juru sita PN Bangkinang di bawah pengawalan pihak kepolisian. Hadir langsung dalam agenda tersebut jajaran pengurus Yayasan Riau Madani selaku pemohon dan Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH.
Selain itu, pelaksanaan konstatering dan sita eksekusi ini mendapat pengawalan dan dukungan dari masyarakat setempat yang tergabung dalam Kelompok Tani Kesepakatan Bersama.
Pelaksanaan konstatering dilakukan sejak pukul 10 pagi kemarin. Tim melakukan penyisiran dan pencocokan terhadap objek perkara dan ditemukan fakta lapangan adanya kesesuaian antara putusan dengan objek gugatan.
Kemudian, pada sore harinya, juru sita PN Bangkinang melakukan sita eksekusi yang ditandai dengan pemasangan plang penanda telah dilakukannya konstatering dan sita eksekusi. Tidak terjadi gejolak lapangan sepanjang pelaksanaan konstatering dan sita eksekusi kebun sawit tersebut.
Ketua Tim Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH menyampaikan apresiasinya kepada PN Bangkinang dan pihak-pihak terkait yang telah membantu pelaksanaan konstatering dan sita eksekusi tersebut.
"Dengan telah dilakukannya konstatering dan sita eksekusi ini, maka keberadaan kebun sawit itu tidak dapat dipindahtangankan. Selanjutnya, eksekusi akan dilakukan sesuai dengan amar putusan yakni melakukan pemulihan kawasan hutan dengan cara menebang kebun sawit dan melakukan reboisasi di atas lahan tersebut dengan jenis tanaman kehutanan. Lahan tersebut dikembalikan ke negara melalui Kementerian Kehutanan," tegas Surya Darma.
Surya Darma menerangkan, pihaknya juga segera akan menyusun rencana pemulihan kawasan hutan tersebut, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup.
Dalam Pasal 55 ayat (1) Perma tersebut, disebutkan kalau pemohon eksekusi (Yayasan Riau Madani) harus membuat rencana pemulihan lingkungan. Yakni meliputi lokasi pemulihan berdasarkan titik koordinat, luas objek pemulihan, standar pemulihan, jadwal dan lama kegiatan pemulihan. Termasuk di dalamnya rencana biaya pemulihan, biaya pengawasan, target dan capaian per 6 bulan serta teknik dan jadwal pemantauan.
Surya menegaskan, pelaksanaan eksekusi putusan perkara lingkungan hidup berbeda dengan eksekusi putusan perdata biasa. Putusan lingkungan hidup bersifat publik sehingga seluruh biaya eksekusi dan pemulihan ditanggung oleh termohon eksekusi, sesuai dengan Pasal 55 ayat (2) PERMA Nomor 1 Tahun 2023. Beda halnya dengan putusan perkara perdata biasa yang bersifat privat, sehingga wajar jika biaya eksekusinya ditanggung pemohon eksekusi.
Lebih lanjut Surya menyatakan, jika Edi Kurniawan tidak melaksanakan eksekusi (pemulihan) secara sukarela, maka Yayasan Riau Madani selaku pemohon eksekusi dapat mengajukan sita terhadap harta kekayaan termohon eksekusi untuk membiayai pemulihan lingkungan tersebut.
"Kami selaku pemohon eksekusi telah mulai melakukan inventarisasi harta kekayaan termohon eksekusi untuk diajukan sita. Harta termohon eksekusi yang disita nantinya dapat dilelang untuk membiayai pemulihan lingkungan hidup sesuai dengan amar putusan," kata Surya Darma.
Menurutnya, dengan adanya Perma Nomor 1 Tahun 2023, telah memudahkan pihaknya untuk bisa mempercepat pelaksanaan eksekusi putusan. Sebab, selama ini, sejumlah perkara yang telah dimenangkan oleh Yayasan Riau Madani, mengalami kendala dalam pelaksanaan eksekusi karena membutuhkan biaya yang besar.
"Harus diakui, dibutuhkan biaya yang besar untuk mengeksekusi kebun sawit dan memulihkannya. Namun, Perma Nomor 1 Tahun 2023 membuka pintu bahwa biaya pelaksanaan eksekusi dan pemulihan bisa didapatkan dari harta termohon eksekusi," tegas Surya Darma.
Putusan PN Bangkinang
Tepatnya pada 15 Desember 2015, Yayasan Riau Madani resmi mendaftarkan gugatan terhadap Edi Kurniawan di Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang atas pembangunan dan pengelolaan kebun sawit dalam kawasan HPT Minas. Gugatan teregistrasi dengan nomor 62/PDT.G/2015/PN.Bkn.
Setelah melalui tahapan persidangan, pada 9 Juni 2016, majelis hakim PN Bangkinang memutus perkara. Amar putusan mengabulkan seluruh gugatan Yayasan Riau Madani secara verstek. Sepanjang persidangan berlangsung, Edi Kurniawan tak pernah hadir.
Berikut isi putusan PN Bangkinang:
1. Menyatakan tergugat tidak pernah hadir di persidangan, walaupun telah dipanggil secara sah dan patut menurut hukum
2. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya secara verstek
3. Menyatakan perbuatan Tergugat adalah merupakan perbuatan melawan hukum
4. Menyatakan status objek sengketa seluas 377 hektare adalah kawasan hutan
5. Menghukum tergugat untuk menghentikan seluruh aktivitas di atas objek sengketasengketa dan mengeluarkan seluruh karyawan atau pekerja, kemudian memulihkan kondisi objek sengketa dengan cara menebang kelapa sawit dan menghutankan kembali objek sengketa dan setelah itu menyerahkan objek sengketa kepada negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
6. Menghukum tergugat supaya menanggung seluruh biaya pemulihan kondisi objek sengketa secara tanggung renteng
Usai memenangi gugatan, Yayasan Riau Madani langsung bergerak kencang. Apalagi tergugat Edi Kurniawan tidak mengajukan banding sesuai batas waktu yang ditetapkan (14 hari), sehingga otomatis putusan perkara dinyatakan berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Yayasan Riau Madani pun mengajukan permohonan eksekusi putusan ke PN Bangkinang. Setidaknya ada tiga surat yang dilayangkan oleh Yayasan Riau Madani agar PN Bangkinang segera mengeksekusi putusan tersebut.
Surat pertama dilayangkan pada 3 Agustus 2016 dengan nomor 42/YRM/VIII/2016, kemudian disusul dengan surat bernomor 21/YRM/IV/2017 pada bulan April 2017.
Berselang beberapa bulan kemudian, Yayasan Riau Madani kembali menyurati PN Bangkinang. Surat ketiga bertarikh 5 September 2017 bernomor 46/YRM/IX/2017 itu kembali memohon kepada PN Bangkinang untuk segera mengeksekusi putusan yang telah dimenangkan oleh Yayasan Riau Madani. Namun, permohonan eksekusi putusan itu tak kunjung bisa direalisasikan.
Secercah harapan muncul 7 tahun kemudian. Pada 23 Agustus 2024 tahun lalu, Yayasan Riau Madani mendapat surat undangan dari PN Bangkinang. Isinya Yayasan Riau Madani diundang untuk hadir dalam rapat koordinasi pelaksanaan eksekusi. Hingga akhirnya, pada Selasa (11/3/2025) kemarin, PN Bangkinang telah berhasil melakukan konstetering dan sita jaminan terhadap kebun Edi Kurniawan.
Warga Jadikan Lahan GNRHL
Sebelumnya, ratusan petani melakukan aksi menanam pohon di areal kebun sawit yang dikelola Edi Kurniawan di Desa Kota Garo, Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, Sabtu (11/1/2025) lalu. Kebun sawit seluas 377 hektare tersebut merupakan objek gugatan yang telah dimenangkan Yayasan Riau Madani dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) sejak tahun 2016 silam.
Aksi tanam pohon dilakukan para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Kesepakatan Bersama. Mereka mengklaim bahwa kebun sawit yang dibangun dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Minas tersebut, sebagai areal Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL).
Adapun Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan ini didasari oleh Pasal 69 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Peraturan Presiden Nomor 89 Tahun 2007 tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan serta Peraturan Menteri LHK Nomor 23 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan.
"Aksi menanam pohon ini merupakan bagian dari Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang merupakan program pemerintah. Kami mendukung putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, untuk memulihkan dan mengembalikan kembali hutan yang selama ini telah dijadikan kebun sawit," kata Ketua Kelompok Tani Kesepakatan Bersama, Suratno.
Dalam aksinya, para petani juga memasang spanduk berukuran besar berisi informasi umum bahwa areal yang akan ditanami merupakan objek areal Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan.
Menurut Suratno, pihaknya sudah lama mendapat informasi kalau kebun sawit tersebut menjadi objek gugatan yang telah dimenangkan oleh Yayasan Riau Madani. Bahkan, perkara tersebut telah berkekuatan hukum tetap, namun selama bertahun-tahun tidak bisa dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Bangkinang.
Pada sisi lain, menurut Suratno, selama belasan tahun keberadaan kebun sawit itu tidak pernah memberikan manfaat kepada masyarakat. Atas dasar itu, masyarakat ingin memulihkan kawasan hutan dengan menanam pohon atau tanaman kehutanan yang bernilai ekonomi.
"Dengan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang kami lakukan, masyarakat berharap ke depan dapat merasakan manfaat dari pohon-pohon yang kami tanam ini," kata Suratno.
Adapun jenis tanaman yang akan dikembangkan di areal tersebut yakni durian, jengkol dan beragam jenis buah-buahan lain.
Suratno menjelaskan, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau serta Kementerian Kehutanan untuk mendapatkan bantuan bibit tanaman kehutanan, sehingga aksi menanam pohon bisa terus berlanjut.
"Kami ingin segera mengganti seluruh tanaman kelapa sawit ini dengan tanaman kehutanan. Ini sesuai dengan amar putusan perkara yang memerintahkan pemulihan hutan," tegas Suratno. (R-03)