Dewi Juliani Minta Jangan Ada Intervensi, Hukuman Terberat Harus Diberikan untuk Kapolres Ngada

Anggota Komisi III DPR RI, Dewi Juliani. Foto: SM News
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Anggota Komisi III DPR RI, Dewi Juliani, meminta agar Kapolres Ngada non aktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja diberikan hukuman terberat dari pasal pasal pidana yang menjeratnya.
Dewi Juliani juga meminta jangan sampai ada yang intervensi dari pihak manapun terhadap proses hukum yang sedang berjalan pasca ditangkapnya AKBP Fajar oleh Divpropam Mabes Polri pada Kamis (20/2) dan dinyatakan positif mengonsumsi sabu-sabu berdasarkan hasil tes urine. Selain itu, ia diduga terlibat kekerasan seksual terhadap tiga anak di bawah umur, dengan bukti video yang diunggah ke situs porno luar negeri.
"Maksimalkan, jangan kasih ampun, ini perbuatan sudah tidak manusiawi," tegas Dewi dengan nada geram.
Ditegaskan Dewi Juliani, pemecatan atau PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat) tidak cukup untuk menghentikan impunitas. Perbuatan Fajar adalah tindak pidana berlapis yang harus diusut tuntas melalui proses hukum pidana, termasuk Penyalahgunaan narkoba (Pasal 127 UU No. 35/2009 tentang Narkotika).
Selain itu, Kekerasan seksual terhadap anak (UU No. 17/2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara).
Dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait sumber dana untuk membiayai dan hasil dari kejahatannya, seperti video porno yang diunggah ke situs porno luar negeri.
"Kapolri harus segera melimpahkan kasus ini ke penyidik umum di Mabes Polri agar proses hukum berjalan transparan, independen, dan bebas dari intervensi internal Polri," tegas Srikandi Komisi 3 ini.
Ditambahkannya, TPPU harus disangkakan untuk membongkar jaringan narkoba dan kejahatan terorganisir yang mungkin terkait.
"Jangan ada istilah damai yang berpotensi mengaburkan keadilan. Keterlibatan oknum polisi dalam jaringan kejahatan terorganisir (eksploitasi anak dan narkoba) menunjukkan pelanggaran sistemik yang mengikis kepercayaan publik," tegasnya lagi.
Kasus ini telah berlarut-larut sejak Februari 2025, menimbulkan kekhawatiran publik akan impunitas aparat dan upaya pembelaan diam-diam oleh institusi Polri. Jika dibiarkan, hal ini akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.
"Kami mengecam keras segala bentuk perlindungan terhadap pelaku kejahatan berat, terlebih yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sendiri. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu untuk memulihkan keadilan bagi korban dan martabat institusi Polri," tandasnya. (R-02)