Kisruh Penjualan Kayu Akasia di Hutan Desa Rantau Kasih, Jonni Fiter Cabut Gugatan Senilai Rp 5,9 Miliar Terhadap BUMD Pemprov Riau PT SPR Trada

Ilustrasi hamparan hutan kayu eukaliptus. Foto: Istimewa
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kisruh legalitas penjualan kayu akasia yang tumbuh di areal Hutan Desa Rantau Kasih, Kabupaten Kampar masih menjadi tanda tanya publik. Keterlibatan anak perusahaan BUMD milik Pemprov Riau, yakni PT Sarana Pembangunan Riau Trada (SPR Trada) menjadi sorotan.
Di tengah pergunjingan tersebut, gugatan perdata yang dilayangkan oleh Jonni Fiter Suplus mendadak dicabut. Belum diketahui apa penyebab Jonni Fiter mencabut gugatannya terhadap PT SPR Trada tersebut.
Diketahui, Jonni yang kini duduk sebagai anggota DPRD Kampar, menggugat PT SPR Trada ke Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru. Gugatannya didaftarkan pada Jumat, 13 Desember 2024 lalu dengan nomor perkara:395/Pdt.G/2024/PN Pbr.
Dalam gugatannya, Jonni menunjuk Budi Harianto sebagai kuasa hukumnya. Berdasarkan informasi yang ditilik SabangMerauke News dari laman SIPP Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jonni menggugat PT SPR Trada atas perbuatan ingkar janji alias wanprestasi.
Dalam berkas gugatannya, Jonni menyebut kalau PT SPR Trada ingkar janji (wanprestasi) karena tidak membayar fee penjualan kayu hasil kerja sama dengan Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Desa Rantau Kasih sebesar Rp 5.905.940.333.
Adapun fee tersebut, diklaim terikat dalam akta perjanjian pemberian fee tegakan kayu akasia yang dibuat di hadapan notaris Ira Asiska di Kabupaten Siak dengan nomor 29 tanggal 27 Mei 2004 lalu.
"Menghukum tergugat untuk membayarkan fee hasil kerja sama dengan Lembaga Pengelolaan Hutan Desa (LPHD) Desa Rantau Kasih yang menjadi hak penggugat sebesar Rp 5.905.940.333,00 secara tunai dan sekaligus selambat-lambatnya 3 hari sejak putusan ini diucapkan," demikian bunyi gugatan Jonni.
Selain menggugat secara material, Jonni pun meminta agar PT SPR Trada membayar kerugian immaterial sebesar Rp 990 juta. Kerugian immaterial itu diklaimnya karena perasaan malu akibat munculnya tuduhan dari masyarakat terkait penggelapan uang fee milik masyarakat adat yang dituduhkan oleh masyarakat adat kepada dirinya. Akibat tuduhan itu, membuatnya tidak fokus bekerja.
Gugatan Dicabut
Tapi, belum lagi materi perkara tersebut disidangkan oleh majelis hakim, ternyata Jonni Fiter telah mencabut gugatannya tersebut dari PN Pekanbaru. Pencabutan gugatan itu ditetapkan pada Kamis, 20 Februari 2025 lalu.
"Mengabulkan permohonan pencabutan perkara perdata gugatan nomor 395/Pdt.G/2024/PN Pbr oleh penggugat. Menyatakan gugatan penggugat yang terdaftar di kepaniteraan Pengadilan Negeri Pekanbaru di bawah nomor register Nomor 395/Pdt.G/2024/PN Pbr tertanggal 13 Desember 2024 telah dicabut oleh penggugat," demikian bunyi putusan PN Pekanbaru.
Jonni Fiter telah dikonfirmasi soal pencabutan gugatannya tersebut. Namun, ia belum merespon panggilan WhatsApp yang dilayangkan media ini.
Polemik di Masyarakat
Ikhwal terjadinya jual beli kayu akasia di atas lahan Hutan Desa Rantau Kasih ini menimbulkan polemik di tengah masyarakat setempat. Selain itu, polemik legalitas status kayu akasia pun dipertanyakan.
Diketahui kalau Lembaga Pengelola Hutan Desa (LHPD) Rantau Kasih sebelumnya telah mengantongi izin pengelolaan hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: SK.9862/MENLHK-PSKL/PSL.O/9/2023 tanggal 14 September 2023. Adapun luas Hutan Desa Rantau Kasih mencapai 1.568 hektare.
Seorang tokoh masyarakat setempat mempertanyakan mengapa fee penjualan kayu akasia ke sebuah perusahaan bubur kertas terbesar di Riau, justru mengalir ke pihak-pihak di luar LHPD Rantau Kasih. Diperkirakan, penjualan kayu akasia tersebut mencapai puluhan miliar.
Hal lain yang menarik yakni munculnya peran PT SPR Trada dalam proses penjualan kayu akasia tersebut. Tidak diketahui apa peran anak usaha BUMD PT SPR milik Pemprov Riau ini dalam bisnis kayu tersebut. Disebut-sebut kalau PT SPR Trada ikut mendapatkan fee penjualan kayu.
Pada sisi lain, legalitas sumber kayu akasia tersebut juga masih dipertanyakan. Sebab, diduga kayu akasia itu telah ditanam dan tumbuh pada areal di luar konsesi perusahaan pemegang izin hutan tanaman industri (HTI), sebelum diterbitkannya izin pengelolaan LPHD Desa Rantau Kasih. Diduga ada peran dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau dalam menerbitkan surat keterangan/ rekomendasi.
Mantan Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Riau, M. Job Kurniawan meminta agar kabar soal dugaan adanya surat keterangan itu dikonfirmasi ke pejabat di DLHK Riau saat ini.
Sementara, Plt Kadis LHK Riau, Alwamen menolak memberikan penjelasan tanpa melalui permintaan surat tertulis ke instansi yang dipimpinnya.
"Sebaikknya pertanyaan dituliskan saja dan masukan ke bagian umum dinas agar terdata dan jawaban kami juga dapat dipertanggungjawabkan dan merupakan jawaban resmi DLHK," terang Alwamen via pesan WhatsApp pada Senin (10/3/2025).
Pihak PT SPR Trada belum bisa dikonfirmasi soal peran dan keterlibatannya dalam bisnis jual beli kayu akasia kawasan hutan desa Rantau Kasih. Direktur PT SPR, induk perusahaan PT SPR Trada, Fuady Noor tak kunjung membalas pesan konfirmasi yang dikirimkan sejak kemarin. (R-03)