Parah! Kasus Pipa Minyak Beku PT BSP Sudah Berulang Tahun Pertama Sejak Maret 2024 Tak Kunjung Diselesaikan, Kemana SKK Migas dan Kementerian ESDM?

Kasus congeal shipping (pembekuan minyak pada pipa salur) PT Bumi Siak Pusako (BSP) sudah berulang tahun yang pertama. Foto: SM News
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kasus congeal shipping (pembekuan minyak pada pipa salur) PT Bumi Siak Pusako (BSP) sudah berulang tahun yang pertama. Insiden gagal salur minyak dari area Zamrud menuju Minas ini, mulai terjadi sejak 2 Maret 2024 lalu, namun sampai saat ini tak kunjung tuntas ditangani.
Pihak PT BSP sampai saat ini pun tak kunjung membuka diri tentang langkah-langkah konkret yang telah dilakukan. Beberapa kali upaya konfirmasi yang dilayangkan media ini tidak digubris.
BACA JUGA: Kasus Pencemaran Minyak PT Bumi Siak Pusako, Polda Riau Naikkan ke Penyidikan
Akibat gagal salur minyak ini, sejak Maret 2024 lalu, pengiriman minyak dilakukan menggunakan truk (by trucking). Dikabarkan, saat ini lifting terpaksa harus menggunakan fasilitas PT Imbang Tata Alam (ITA).
Sudah bisa dipastikan, pengangkutan minyak menggunakan trucking yang mirip seperti jual beli minyak goreng ini, akan menyedot biaya tambahan yang tidak kecil. Biaya tiap barel minyak yang diangkut akan membengkak.
"Dan sudah dipastikan laba PT BSP tahun 2024 akan anjlok secara signifikan. Para pemegang saham hanya menerima dividen yang kecil," kata seorang pengamat Migas Riau kepada SabangMerauke News, Senin (10/3/2025)
Di tengah guncangan yang menerpa operasional dan produksi minyak PT BSP ini, belum jelas tindakan yang dilakukan oleh SKK Migas, otoritas yang bertanggung jawab dalam produksi minyak nasional pun tak memberikan respon. Padahal, nyata-nyata kondisi yang terjadi dengan PT BSP mempengaruhi target-target produksi Migas yang tak pernah tercapai.
Sama halnya dengan sikap Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Bulan lalu, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang berkunjung ke Riau. Namun, ia sama sekali tak menyinggung soal tindakan konkret terhadap PT BSP.
Diketahui, pemerintah telah menetapkan PT BSP sebagai operator (KKKS) tunggal pengelola Coastal Plains and Pekanbaru (CPP Blok) sejak 8 Agustus 2022 silam. Sebelumnya, blok warisan peninggalan PT Caltex Pacific Indonesia (CPI) ini dikelola bersama oleh Pertamina Hulu dengan PT BSP.
Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Pusat, Hudi D. Suryodipuro tak kunjung membalas pesan konfirmasi yang dikirim sejak Sabtu kemarin.
Insiden West Kasikan
Tak hanya terjadi di Zamrud, insiden congeal juga menerpa pipa salur minyak PT Bumi Siak Pusako (BSP) di West Kasikan sejak 27 Januari 2025 lalu.
Peristiwa ini diperkirakan telah menimbulkan hilangnya pendapatan negara mencapai Rp 35 miliar lebih. Ironisnya, sejak kasus congeal itu terjadi pada 27 Januari 2025 lalu, hingga saat ini, penanganan kasus ini belum tuntas ditangani. Itu artinya, sudah lebih 35 hari lamanya gangguan produksi minyak di area tersebut berlangsung.
Angka perkiraan potensi kerugian negara sebesar Rp 35 miliar tersebut, diperoleh dari perhitungan gagal produksinya minyak sejak kasus terjadi. Biasanya, produksi minyak di West Kasikan mencapai 900 barel per hari (bph).
Dengan perhitungan harga minyak menurut Indonesian Crude Oil Price (ICP) sebesar 70 USD dan kurs sebesar Rp 16.000, maka nilai lost pendapatan negara bisa menembus Rp 35,2 miliar. Kerugian akibat bocornya pipa tersebut bahkan dipastikan terus bertambah, karena hingga saat ini penanganannya belum berhasil dilakukan.
Tidak diketahui apa penyebab proses perbaikan pipa bocor di West Kasikan tak bisa diselesaikan dengan cepat.
Sekretaris Perusahaan PT BSP, Ardian tidak merespon konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News, sejak Kamis (6/2025) kemarin. Bahkan, sepertinya Ardian telah memblok WA-nya.
Pihak PT BSP, sejak kasus bocornya pipa minyak ini terjadi, memang tak pernah memberikan penjelasan.
Ganggu Lifting Nasional
Menurut praktisi Migas Riau, Aris Aruna, apa yang terjadi pada PT BSP saat ini merupakan alarm keras terhadap lifting minyak nasional. Alih-alih berharap dapat meningkatkan produksi minyak, justru makin seret karena gangguan operasional yang sebenarnya bisa dicegah lebih dini.
"Kondisi yang terjadi di PT BSP saat ini bisa disebut darurat. Dan ini berbahaya terhadap target lifting nasional yang konsisten menurun tiap tahun," kata Aris Aruna, Selasa (4/2/2025) lalu.
Aris menegaskan, muncul indikasi kuat terjadinya salah urus dalam pengelolaan CPP Blok oleh PT BSP. Masalah ini sangat serius dan memiliki implikasi terhadap risiko berat yang akan ditanggung.
"Kejadian yang terjadi, tidak hanya merugikan PT BSP dan pemerintah daerah. Namun juga berisiko menimbulkan kerugian negara. Lifting minyak seakan tak bisa lagi diharapkan dari CPP Blok yang dikelola secara tunggal oleh PT BSP," kata Aris Aruna.
Bahkan, kata Aris Aruna, situasi yang terjadi memunculkan keraguan terhadap posisi PT BSP sebagai oil company. Padahal, pemerintah pusat kadung sudah memberikan konsesi kepada PT BSP selama 20 tahun dan akan berakhir pada 2042 mendatang.
"Saya kira, wajar saja publik mempertanyakan apakah PT BSP sanggup menjadi oil company. Ini bisa menjadi evaluasi dan pertimbangan bagi Kementerian ESDM," tegas Aris Aruna.
Ia juga menilai, ada indikasi terjadi kondisi darurat sumber daya manusia (SDM) migas profesional di tubuh PT BSP. Padahal, dalam industri minyak yang merupakan proyek strategis nasional, ketersediaan SDM profesional merupakan keniscayaan.
"Oil company harusnya didukung oleh ketersediaan SDM Migas yang profesional. Sebab, sektor Migas merupakan industri padat modal yang sarat akan teknologi, pengalaman dan kehandalan. Namun, kesannya yang terjadi di PT BSP adalah darurat SDM Migas profesional. Padahal perusahaan harusnya merekrut SDM Migas profesional dalam menjalankan kegiatannya," tegas Aris.
Menurutnya, pemegang saham harus segera mengambil langkah-langkah konkret untuk membenahi PT BSP. Pembiaran yang terjadi berisiko tinggi terhadap nasib perusahaan yang ujungnya akan merugikan daerah dan negara.
"Sangat mendesak segera dilakukan evaluasi total terhadap manajemen PT BSP. Otoritas terkait juga harusnya bertindak," kata Aris.
PT BSP merupakan BUMD dengan kepemilikan saham dari Pemerintah Provinsi Riau sebesar 18,07%, Pemerintah Kabupaten Siak 72,29%, Pemerintah Kabupaten Kampar 6,02%, Pemerintah Kabupaten Pelalawan 2,41% dan Pemerintah Kota Pekanbaru 1,21%.
Kementerian ESDM Belum Bersikap
Rentetan masalah operasional yang terus terjadi di PT Bumi Siak Pusako (BSP) telah menjadi ancaman serius terhadap pencapaian target lifting minyak nasional 2024. Kebocoran dan gagal salur minyak dari blok Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) akibat masalah sistemik operasional, dipicu terjadinya high pressure pada pipa salur (shipping line) sejak beberapa bulan lalu.
Masalah krusial pada pipa salur dari GS Zamrud ke GS Minas sejak 2 Maret 2024 silam, hingga kini tak kunjung bisa dituntaskan. Ironisnya, saat ini penyaluran minyak melalui pipa menuju GS Minas tak bisa dilakukan. Manajemen PT BSP terpaksa mengantar minyak melalui truk tangki ke GS Minas, mirip seperti pengiriman minyak goreng.
Beragam masalah yang menerpa PT BSP ini dipastikan berdampak pada penurunan pendapatan sekaligus kerugian secara signifikan. Keuangan PT BSP pada tahun 2024, dan bila keadaan tak tertangani dengan baik, masalah finansial akan terus menghantui perusahaan. Klaim laba sebesar lebih dari Rp 400 miliar tahun 2023 lalu, terancam anjlok secara tajam.
"Menteri ESDM Bahlil Lahadalia harus segera turun mengecek apa yang sesungguhnya terjadi dalam pengelolaan PT BSP. Ini sebagai pembuktian keseriusan pemerintah untuk memastikan capaian realisasi lifting minyak nasional. Karena bagaimana pun, CPP Blok ini masih sangat potensial, namun justru masalah operasional terus terjadi di PT BSP," kata seorang praktisi migas yang tak ingin disebut namanya kepada SabangMerauke News, Minggu (27/10/2024) lalu.
Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan audit kinerja dan audit operasional PT BSP. Sebab, pembiaran yang berlarut akan membuat nasib CPP Blok makin buruk.
SKK Migas sendiri dalam suratnya tanggal 8 Maret 2024, telah menyatakan bahwa keadaan yang terjadi di CPP Blok saat ini mempengaruhi pencapaian produksi dan lifting minyak nasional. Namun, sikap SKK Migas dinilai masih terlalu lembek terhadap PT BSP.
"SKK Migas harusnya tidak sebatas mengeluarkan surat teguran. Dalam situasi darurat saat ini, perlu intervensi yang lebih serius dari SKK Migas dan Kementerian ESDM," kata sumber tersebut.
Narasumber praktisi migas tersebut menyatakan, keadaan yang terjadi di PT BSP tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Justru pembiaran berlarut yang dilakukan Kementerian ESDM dan SKK Migas akan memicu tanda tanya publik.
"Karena potensi kerugian yang ditimbulkan bisa mencapai ratusan miliar sejak masalah ini terjadi pada Maret lalu. Kerugian ini pun memiliki potensi mengalami peningkatan. Bayangkan saja, produksi minyak Blok CPP itu berkisar 8 ribu barel per hari. Gagal salur terjadi selama hampir tiga bulan dan dilakukannya shut down sumur minyak. Itu artinya, ada potensi produksi minyak terhenti pada kisaran 800 ribu barel. Ini sangat signifikan terhadap lifting minyak nasional," katanya.
Ia juga heran dengan sikap para pemegang saham PT BSP yang terkesan diam dan cuek terhadap kondisi yang terjadi. Seharusnya, pemegang saham secara khusus Pemkab Siak segera melakukan evaluasi terhadap pimpinan PT BSP dan meminta pertanggungjawaban korporasi.
"Terus terang ini sangat aneh. Kok tidak ada orang-orang di Riau yang mengkritisi kinerja PT BSP. Pemda pemegang saham pun sepertinya tidak mau peduli dan mendiamkan kondisi ini terjadi. Pertanggungjawaban Direktur PT BSP Iskandar dan jajarannya harus segera dimintai," katanya. (R-03)