Anggota DPD RI Penrad Siagian Sebut PTPN dan BUMN Pemicu Ribuan Konflik Agraria: Republik Ini Bukan Milik PTPN!

Anggota Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, melontarkan kritik tajam dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait tindak lanjut pengaduan masyarakat di Ruang Rapat Kutai DPD RI, Rabu, 5 Maret 2025. Foto : Istimewa
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Anggota Badan Akuntabilitas Publik (BAP) DPD RI, Penrad Siagian, melontarkan kritik tajam atas keterlibatan BUMN secara khusus PT Perkebunan Nusantara (PTPN) dalam banyak konflik agraria (tenurial) di Tanah Air. Ia menilai, sikap pemerintah dan BUMN yang dianggap selalu membiarkan sengketa tanah berlarut-larut.
Secara khusus, Penrad menyoroti peran PTPN dan BUMN yang dianggap salah satu penyebab akar permasalahan agraria di Indonesia.
“Di mana-mana di republik ini, hampir tidak ada daerah yang tidak bermasalah dengan PTPN. Perampasan tanah terus terjadi di tengah masyarakat. Kapan mereka (BUMN-PTPN) pernah untung? Negara rugi, tapi pejabatnya makin kaya!” tuding dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Rapat Kutai DPD RI, Rabu, 5 Maret 2025.
Rapat ini dihadiri perwakilan Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, PT Perkebunan Nusantara (Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), dan PT Sinergi Perkebunan Nusantara.
Penrad mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam upaya menyelesaikan sengketa tanah masyarakat dengan Hak Guna Usaha (HGU).
“Mekanisme penyelesaian yang (perwakilan pemerintah) sampaikan ke BAP ini normatif sekali. Saya enggak yakin ini bisa terselesaikan hanya dengan cara saling melempar pendapat di sini” tegasnya.
Ia menekankan bahwa masyarakat yang mengadu ke DPD RI menggantungkan harapan mereka untuk nasib dan masa depan anak cucu. Menurutnya, permasalahan tanah HGU yang melibatkan BUMN, terutama PTPN, harus segera dituntaskan dengan skema penyelesaian yang konkret.
"Jadi saya berharap skema dan mekanisme penyelesaian persoalan ini, kemudian kira rapikan sampai selesai. Ini perintah undang-undang! Kita duduk membahas ini di sini memiliki alas atau dasar undang-undang supaya tidak sekadar basa-basi!” katanya.
Menurut Penrad, sudah banyak kelompok masyarakat yang datang mengadu, namun masalah mereka kerap dibiarkan menguap begitu saja.
“Itu mengapa sejak awal saya meminta secara kelembagaan, dalam alat kelengkapan ini ada kelompok-kelompok kerja yang bisa mengeksekusi agar persoalan masyarakat ini bisa selesai!” tegasnya.
Penrad menyoroti sejarah kelam penguasaan tanah oleh perusahaan negara sejak masa lalu, termasuk pengambilalihan tanah rakyat untuk dijadikan HGU.
“Dari dulu rakyat diusir dengan berbagai alasan. Masa perkampungan bisa dijadikan HGU? Ini tidak adil bagi rakyat. Mereka lebih dulu ada dan menguasai tanah itu. Republik ini bukan milik PTPN,” katanya.
Ia pun mendesak agar Kementerian ATR/BPN segera menyelesaikan permasalahan desa-desa yang berada di atas lahan HGU, baik yang dikuasai swasta maupun BUMN.
“Puluhan ribu desa sekarang berdiri di atas tanah HGU. Memangnya HGU lebih dulu ada dibanding kampung itu? Tidak!” tegasnya.
Penrad menegaskan bahwa penyelesaian masalah HGU harus dilakukan dengan langkah konkret, bukan sekadar wacana. Senator asal Sumatra Utara (Sumut) ini mengaku pesimis jika pertemuan seperti RDP hanya berakhir dengan diskusi tanpa tindakan nyata.
”Pengaduan masyarakat kepada DPD RI ini harus diimbangi dengan kerja keras lembaga DPD untuk penyelesaiannya, kita semua berhutang pada masyarakat Indonesia” kata dia.
Dalam kesempatan itu Ia juga menuding bahwa undang-undang sering kali dijadikan alat untuk melegalkan pengambilalihan tanah rakyat.
“Jadi saya pikir, ayo kita perbaiki skema dan mekanisme penyelesaian ini. Jangan sampai setelah RDP ini rakyat tetap saja diusir. Agar tidak sia-sia kita semua berkumpul di sini,” pungkasnya.
Dia menekankan bahwa republik ini didirikan untuk menyejahterakan rakyat, bukan memperkaya segelintir elite.
Ia mendesak pemerintah, BUMN, dan seluruh pemangku kebijakan untuk segera membenahi mekanisme penyelesaian sengketa tanah, agar masyarakat tidak terus-menerus menjadi korban ketidakadilan.
PTPN IV Gugat Koperasi Petani Sawit di Riau
Di Riau, PTP Nusantara (PTPN) IV Regional 3 yang dulunya bernama PTPN 5 kembali berkonflik dengan petani serta pengurus Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (KOPPSA-M) di Kabupaten Kampar. Konflik antara anak dan bapak angkat ini berujung gugatan perdata di Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang.
KOPPSA-M bersama PTPN 5 sebenarnya terikat kerjasama pengelolaan lahan kebun kelapa sawit masyarakat seluas lebih dari 1.650 hektare pada 2013 silam. Konflik pertama telah pecah tiga tahun lalu, berujung vonis 3 tahun penjara terhadap mantan Ketua KOPSA-M, Anthony Hamzah pada 2022 lalu.
Pergantian kepengurusan koperasi tak mengakhiri ketegangan kedua belah pihak. Justru hubungan kini makin tegang. Puncaknya, PTPN 5 menggugat Koppsa-M dan 607 petani anggota koperasi ke PN Bangkinang.
Tak tanggung-tanggung, perusahaan plat merah tersebut menggugat Koppsa-M dan anggotanya untuk membayar uang sebesar Rp 140,8 miliar. Bahkan, sertifikat hak milik lahan milik petani anggota koperasi terancam disita sebagai jaminan pembayaran dan dilelang. Dana tersebut merupakan pinjaman bank yang menjadikan PTPN V sebagai avalis. Dana pinjaman dan pengelolaan kebun dikelola secara single management oleh PTPN V. Disebut-sebut kalau kebun sawit yang diharap-harapkan masyarakat gagal dan tak menghasilkan.
Berdasarkan penelusuran SabangMerauke News pada laman SIPP PN Bangkinang, gugatan PTPN IV yang diwakili Direktur Utama Jatmiko K. Santosa tersebut, didaftarkan pada 30 Juli 2024 dengan nomor register: 75/Pdt.G/2024/PN.Bkn. Perusahaan telah menunjuk Surya Darma SAg, SH, MH sebagai kuasa hukumnya.
Perkara ini telah memasuki beberapa kali persidangan. Hari ini, Kamis (23/1/2025) adalah persidangan ke-14 dengan agenda penyerahan bukti surat tambahan dari penggugat, para tergugat dan para turut tergugat.
PTPN IV dalam perkara ini juga turut menyeret 3 pihak lainnya sebagai turut tergugat. Yakni, PT Bank Mandiri Cabang Palembang, seorang notaris di Pekanbaru dan Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Kampar.
Berikut petitum gugatan PTPN IV:
1. Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi.
3. Menyatakan perjanjian nomor 07 tahun 2013 serta lerjanjian-perjanjian lainnya yang berkaitan sudah berakhir dengan segala akibat hukumnya.
4. Menghukum tergugat I dan para tergugat lainnya (tergugat 2 ssampai dengan tergugat 623) untuk membayar dana talangan (pinjaman) kepada penggugat sebesar Rp.140.869.808.707 sekaligus dan seketika secara tanggung renteng
5. Menghukum para tergugat untuk membayar denda sebesar Rp 1.000.000 setiap hari keterlambatan untuk melaksanakan putusan ini.
6. Menyatakan penggugat berhak untuk melakukan penjualan di muka umum (lelang) terhadap seluruh harta benda milik para tergugat berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) sebagaimana tersebut dalam permohonan sita jaminan apabila para tergugat tidak membayar hutangnya tersebut kepada penggugat, dan apabila harta tersebut tidak mencukupi, maka dapat dilakukan eksekusi terhadap harta lainnya sampai terpenuhinya prestasi tersebut.
7. Menyatakan sita jaminan atas lahan yang ber - Sertifikat Hak Milik (SHM) yang terdaftar di Kantor Pertanahan Kabupaten Kampar (turut tergugat III) sebagaimanamasing-masing atas nama para tergugat yakni T-2 s.d T-623 adalah sah dan berharga dengan segala akibat hukumnya.
8. Menghukum para tergugat mauupun pihak-pihak yang mendapatkan hak atas kebun tersebut dengan cara apapun juga, untuk mengosongkan/ meninggalkan kebun tersebut.
9. Menyatakan penggugat berhak untuk menerima penguasaan Sertifikat Hak Milik (SHM) dari turut tergugat I (Bank Mandiri Cabang Palembang) yakni SHM-SHM atas Nama T-2 s.d T-623 sebagai jaminan pembayaran hutangnya tersebut.
10. Menghukum para turut tergugat untuk tunduk dan patuh terhadap putusan gugatan ini.
11. Menghukum para turut tergugat untuk membayar biaya perkara menurut hukum.
Gugatan Dibalas Unjuk Rasa
Gugatan PTPN IV terhadap para petani tersebut kini dibalas dengan aksi unjuk rasa. Ratusan massa yang menamakan dirinya Aliansi Rakyat Riau Menggugat (ARRM) menggelar aksi demonstrasi di Kantor DPRD Riau, Jalan Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Kamis (23/1/2025). Massa merupakan mahasiswa dan petani di Kampar yang berasal dari Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (KOPPSA-M).
Massa aksi membawa dua spanduk yang bertuliskan enam tuntutan. Salah satu tuntutannya meminta DPRD Riau agar turun tangan membantu ratusan petani Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (Koppsa M) yang saat ini digugat PTPN IV Regional 3 Riau.
Massa juga membawa sejumlah poster yang bertuliskan “PTPN IV Regional 3 Rakyat yang Dihadapkan dengan Persoalan Hukum”. Beberapa perwakilan peserta aksi membagikan kertas tuntutan mereka kepada awak media.
“Gugatan PTPN V itu jelas tidak adil dan hanya memberatkan petani. Kami di sini meminta tolong ke wakil rakyat Riau yaitu DPRD Riai agar membantu kami menghadapi persoalan ini,” teriak Koordinator Aksi, Edy Kurniawan saat menyampaikan orasinya.
Edy Kurniawan menyatakan, berdasarkan data yang mereka peroleh dari petani KOPPSA-M, selama ini kebun tersebut tidak menghasilkan. Padahal, kebun itu dikelola secara single manajemen oleh PTPN V sejak beberapa waktu lalu.
Saat ini, aksi demonstrasi masih berlangsung. Pimpinan DPRD Riau Budiman Lubis dari Partai Gerindra dan Parisman Ihwan dari Partai Golkar menemui massa.
1. Meminta DPRD Riau agar turun tangan membantu ratusan petani Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (Koppsa-M) yang saat Ini digugat PTPN IV Regional 3 Riau soal hutang dana talangan atas pembangunan kebun seluas 1.650 hektare.
2. Meminta DPRD Riau agar memanggil PTPN IV Regional 3 Riau yang sebenarnya telah menyengsesarakan ratusan petani KOPPSA M atas pembangunan kebun yang gagal.
3. Meminta DPRD Riau agar merekomendasikan ke Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) untuk melakukan audit terhadap PTPN IV Regional 3 Riau terkait pembangunan kebun KOPPSA M dengan pola KKPA yang dinilai tidak sesuai ketentuan.
4. Meminta DPRD Riau agar turun ke kebun KOPPSA M guna melihat kondisi kebun yang telah dibangun PTPN IV Regional 3 Riau seluas 1.650 hektare.
5. Meminta DPRD Riau agar mendesak PTPN IV Regional 3 Riau jujur terkait munculnya hutang petani KOPPSA M, sebab diketahui munculnya hutang tersebut diduga akibat buruknya manajemen PTPN IV Regional 3 Riau yang mengakibatkan hasil kebun tidak maksimal atau gagal.
6. Meminta DPRD Riau agar mendesak PTPN IV Regional 3 Riau yang harus bertanggungjawab menghapuskan hutang akibat buruknya manajemen PTPN IV Regional 3 Riau di kebun petani KOPPSA M.
Respon PTPN IV
PTP Nusantara (PTPN) IV Regional 3 yang dulunya bernama PTPN V merespon aksi unjuk rasa massa di Kantor DPRD Riau, Kamis (23/1/2025). Massa datang ke gedung wakil rakyat meminta perlindungan DPRD Riau atas gugatan PTPN IV Regional 3 sebesar Rp 140 miliar terhadap ratusan petani Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (KOPPSA-M) di Kabupaten Kampar. Gugatan hukum saat ini sedang bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Kampar.
Kuasa hukum PTPN IV Regional 3, Surya Darma SAg, SH, MH mengajak semua pihak, khususnya mereka yang menggelar demonstrasi untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Menurutnya, forum pengadilan adalah tempat yang paling sahih dan bermartabat untuk menyelesaikan setiap masalah yang terjadi.
"Semua pihak harus menghormati proses dan mekanisme hukum yang sedang bergulir di PN Bangkinang. Bahwa semua pihak punya hak yang sama di depan hukum," kata Surya Darma kepada SabangMerauke News, Kamis siang.
Surya menjelaskan, pengadilan adalah tempat yang paling independen dan tepat untuk menyampaikan segala dalil dan bukti-bukti. Ia tak ingin proses yang sedang berjalan di pengadilan dirasuki oleh beragam tekanan.
"Agar tidak menjadi peradilan jalanan, maka semua pihak harusnya menyampaikan segala dalil, bukti dan unek-uneknya lewat persidangan di pengadilan. Proses yang berjalan harus kita hormati. Hal ini agar ada kepastian hukum," tegas Surya Darma. (R-03/KB-04)