Anggota DPRD Lindawati Pertanyakan Disnaker-Dewan Pengupahan Kota Pekanbaru Tak Bahas Upah Minimum Sektor Migas 2025: Jangan Tunggu Buruh Unjuk Rasa!

Anggota DPRD Kota Pekanbaru, Lindawati SE mempertanyakan langkah Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Pekanbaru yang tak melakukan pembahasan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) Migas tahun 2025. Foto: SM News
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Anggota DPRD Kota Pekanbaru, Lindawati SE mempertanyakan langkah Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Pekanbaru yang tak melakukan pembahasan Upah Minimum Sektoral Kota (UMSK) Migas tahun 2025. Tidak adanya UMSK Migas telah menyebabkan taraf hidup dan penghasilan buruh migas di Kota Pekanbaru stagnan.
Kritikan tersebut disampaikan Lindawati dalam rapat kerja Komisi III DPRD Kota Pekanbaru dengan Disnaker Kota Pekanbaru pada Kamis (6/3/2025).
Lindawati mensinyalir buruh Migas di Kota Pekanbaru mengalami kerugian karena tidak diberlakukannya UMSK Migas tahun 2024. Ia telah menerima aspirasi secara langsung dari kalangan buruh Migas yang tergabung dalam Federasi Pertambangan dan Energi Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FPE-KSBSI) Kota Pekanbaru.
"Saya ingin meneruskan aspirasi yang disampaikan buruh Migas di Kota Pekanbaru yakni FPE-KSBSI. Mengapa Disnaker dan Dewan Pengupahan Kota Pekanbaru tidak membahas UMSK Migas tahun 2025. Padahal, keberadaan buruh Migas di kota ini tidak sedikit jumlahnya dan eksis," kata Lindawati.
Menurutnya, UMSK telah diatur secara tegas lewat Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 16 Tahun 2024 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2025. Dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Permenaker itu disebutkan, nilai upah minimum sektoral kabupaten/ kota harus lebih tinggi dari nilai upah minimum kabupaten/ kota.
"Dengan tidak adanya penetapan UMSK Migas, maka ini menunjukkan kalau pekerja Migas disamakan statusnya dengan jenis pekerjaan umum. Padahal, industri Migas ini memiliki risiko dan kualifikasi kerja tinggi," kata Lindawati.
Ia menyebut, keberadaan buruh Migas di Kota Pekanbaru tersebar antara lain di PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di Rumbai. Termasuk PT Energi Mega Persada (EMP) yang mengelola pasokan gas di PLTU Tenayan Raya dan berkantor di gedung Surya Dumai Grup (First Resources).
"Bahwa fakta adanya buruh migas di Kota Pekanbaru benar adanya. Meski tidak ada lapangan minyak dan gas, namun aktivitas perusahaan Migas dilakukan di Kota Pekanbaru. Sehingga, seharusnya ada UMSK Migas di Kota Pekanbaru," kata Lindawati.
Srikandi Partai NasDem ini meminta agar tahun 2026 mendatang, Disnaker dan Dewan Pengupahan Kota Pekanbaru memfasilitasi dan melakukan pembahasan UMSK Migas.
"Jangan sampai buruh Migas melakukan unjuk rasa. Ini bisa menjadi bom waktu yang kapan saja bisa meledak sehingga mengganggu stabilitas industri Migas. Harusnya Disnaker Pekanbaru bisa lebih peka dan sensitif. Karena ini menyangkut hajat hidup buruh Migas yang ada di Kota Pekanbaru," kata Lindawati.
Ia juga meminta agar Disnaker Pekanbaru mengajukan usulan perubahan atau penambahan keanggotaan Dewan Pengupahan ke Wali Kota Pekanbaru. Soalnya, saat ini tidak ada keterwakilan buruh Migas di Dewan Pengupahan Kota Pekanbaru.
"Padahal serikat buruh Migas di kota ini sangat aktif. Yakni FPE-KSBSI Kota Pekanbaru. Saya dengar pengurus FPE-KSBSI Pekanbaru juga sudah bersurat ke Disnaker, agar surat itu bisa direspon. Saya juga minta agar Wali Kota Pekanbaru melakukan perubahan atau penambahan keanggotaan Dewan Pengupahan, agar ada representasi dari buruh migas," tegas Lindawati.
Sebagai informasi, di Provinsi Riau ada 3 kabupaten yang memberlakukan UMSK Migas tahun 2025 yakni Kabupaten Siak, Pelalawan dan Kabupaten Bengkalis
Hadir dalam rapat kerja tersebut sejumlah pimpinan dan anggota Komisi III DPRD Pekanbaru antara lain, Niar Herawati, Tekad Indra Pradana, Abu Bakar, Sabarudin, Putri Veredina, Zakri Fajar Triyanto dan Edi Azhar Hadi. (R-03)