Pertamina Digerogoti Skandal Megakorupsi, Ini Perbandingan Asetnya dengan Petronas Malaysia

Pertamina dan Petronas. Foto : Istimewa
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pertamina tengah jadi bulan-bulanan publik Tanah Air. Perusahaan minyak nasional ini baru saja tersandung kasus korupsi.
Tak main-main, empat petinggi anak usaha Pertamina dijadikan tersangka.
Mereka yaitu Riva Siahaan (Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga) dan Yoki Firnandi (Direktur Utama PT Pertamina International Shipping).
Lalu tersangka lainnya Sani Dinar Saifuddin (Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional), dan Agus Purwono (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional).
Selain para bos anak perusahaan Pertamina, tiga broker atau makelar trading minyak dari perusahaan swasta juga terlibat dalam kasus ini, yakni MKAR, DW, dan GRJ.
Kasus ini mencuat setelah ditemukan praktik ilegal dalam pembelian dan pencampuran Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92) di depo Pertamina, yang melanggar ketentuan yang ada.
Selain itu, terdapat juga mark-up kontrak shipping dalam proses impor minyak mentah dan produk kilang yang merugikan negara dengan fee yang tidak sah, yang disinyalir menguntungkan tersangka MKAR.
Membandingkan aset Pertamina vs Petronas
Banyak orang kerapkali membandingkan kinerja Pertamina dengan Petronas, perusahaan minyak milik pemerintah Negeri Jiran Malaysia.
Meski harus diakui, skala maupun jangkauan bisnis Petronas jauh melampaui Pertamina. Padahal Pertamina sejatinya lebih dulu berdiri alias lebih tua dibanding Petronas.
Sebagai informasi saja, Petronas berdiri pada tahun 1974. Sementara Pertamina yang awalnya bernama PT Perusahaan Minyak Nasional berdiri pada tahun 1957 dengan mewarisi sumur-sumur minyak peninggalan Belanda.
Saat booming minyak bumi terjadi dan Pertamina ketiban untung besar, Petronas justru masih perusahaan relatif kecil untuk skala industri migas.
Di tahun 1970-an, Petronas baru merintis secara perlahan hingga terus bertumbuh menjadi perusahaan minyak multinasional yang selanjutnya menganggkangi Pertamina di belakangnya.
Padahal saat Orde Baru, Indonesia diberkahi dengan banyaknya sumur minyak produktif.
Di mana pada periode 1980-an, produksi minyak Indonesia sempat mencapai 1,6 juta barel per hari, di saat bersamaan konsumsi minyak nasional masih rendah.
Indonesia di era Orde Baru berkuasa, menjadi salah satu negara eksportir minyak terbesar di dunia.
Pertamina meraup untung sangat besar dari tahun 1970-an hingga menjelang akhir tahun 1990-an.
Bandingkan dengan produksi minyak Indonesia saat ini yang berada di kisaran naik turun 500-700 ribu barel per hari.
Karena tak cukup memenuhi kebutuhan minyak nasional yang selalu di atas 1 juta barel per hari, Indonesia pun kini menjadi net importer minyak bumi.
Mengutip Laporan Keuangan Interim Report yang bisa diakses di situs resmi Petronas, pada 2023 total aset Petronas sudah menembus 773,31 miliar ringgit Malaysia (RM) per Desember 2023.
Bila dirupiahkan dengan kurs saat ini RM 1 setara Rp 3.678, maka total aset Petronas dalam rupiah mencapai Rp 2.844,72 triliun.
Masih mengutip Laporan Keuangan Interim Report Petronas per Desember 2023, perusahaan mencatatkan pendapatan mencapai 305,755 miliar ringgit atau setara dengan Rp 1.124,77 triliun.
Sepanjang tahun 2023, perusahaan mencatatkan EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) sebesar 128,59 miliar ringgit atau setara Rp 473 triliun.
EBITDA sendiri adalah ukuran kinerja keuangan perusahaan yang menunjukkan laba perusahaan sebelum dikurangi bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi aset.
Aset dan EBITDA Pertamina
Sementara bila mengutip laporan keuangan Pertamina yang juga bisa dilihat dari laman resminya, yakni Pertamina Financial Report 2023, total aset Pertamina per 31 Desember 2023 adalah 91,123 miliar dollar AS.
Bila dikonversikan ke rupiah saat ini yakni 1 dollar AS setara Rp 16.437, maka nilai total aset Pertamina mencapai Rp 1.497,84 triliun.
Di periode tahun yang sama, Pertamina Group mencatatkan pendapatan sebesar 75,78 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 1.245,76 triliun.
Lalu EBITDA Pertamina pada 2023 tercatat sebesar Rp 14,4 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 236,7 triliun.(R-04)