Warga Kampar Jalankan Ibadah Puasa Dalam Kepungan Banjir

Banjir kembali melanda sejumlah wilayah Kampar. Foto : Istimewa
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Banjir kembali melanda sejumlah wilayah Kampar. Banjir ini gelombang kedua pada 2025 setelah Januari lalu.
Banjir pada gelombang kedua ini bertepatan dengan awal Ramadan saat umat Islam di seluruh dunia menunaikan Ibadah Puasa. Warga Kampar melaksanakan ibadah tersebut di tengah banjir.
Banjir disebabkan tingginya intensitas hujan mulai Rabu (26/2/2025). Hujan turun seharian sampai Kamis (27/2).
Intensitas hujan yang tinggi juga turun di wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumateta Barat. Kawasan hulu dari Waduk PLTA Koto Panjang.
Debit waduk (inflow) bahkan nyaris menyentuh 3.000 meter kubik per detik (m3/s). Elevasi pun melampaui 84 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Kurang 1 meter lagi menyentuh batas atas elevasi atau High Water Level (HWL) 85 mdpl. Sehingga pintu pelimpah (spillway gate) waduk dibuka empat tahap. Terakhir bukaan lima pintu setinggi 170 cm (5x1,7 m).
Debit Sungai Kampar di sisi hilir waduk naik cukup signifikan. Akibatnya sungai meluap dan merendam sejumlah desa.
Saat rumah mereka dan akses jalan terendam banjir besar, warga terdampak harus mengamankan harta bendanya. Di sisi lain, mereka harus memenuhi kebutuhan makanan untuk berbuka puasa dan sahur.
Seperti yang dialami warga Desa Buluh Cina Kecamatan Siak Hulu. Wilayah Kampar yang dialiri Sungai Kampar paling hilir.
Kepala Desa Buluh Cina, Azrianto mengatakan, kenaikan permukaan sungai dari normalnya sudah mencapai 120 cm hingga Minggu (2/3). Level air masih naik dan belum menunjukkan tanda-tanda penurunan.
"70 persen jalan desa sudah digenangi air, 85 persen lebih rumah warga juga sudah terendam air," katanya kepada media. Ia memperkirakan rumah warga yang terendam akan meluas menjadi 90 persen pada Senin (3/3).
Genangan banjir di jalan-jalan desa sudah sedalam 20 sampai 75 cm. Masyarakat tidak dapat menggunakan sepeda motor atau mobil.
Mereka pun memanfaatkan sisa ketersediaan bahan makanan di rumah. Bagi yang sudah kehabisan makanan, mereka mengandalkan perahu dayung dan mesin sebagai alat transportasi.
Warga membeli bahan makanan ke wilayah yang tidak terendam banjir. Oleh karena keterbatasan dengan kondisi ini, mereka mendapatkan makanan apa adanya untuk dimasak. Baik untuk berbuka puasa maupun sahur.
"Warga memasak apa yang ada. Sebab mau keluar rumah akses jalan hanya bisa dilalui pakai sampan dan mesin robin," ujar Azrianto.(R-03)