Pemkab Kepulauan Meranti Wacanakan Ajukan Pinjaman Rp 50 Miliar ke BRK Syariah untuk Infrastruktur dan Likuiditas

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti kembali berencana mengajukan pinjaman sebesar Rp 50 miliar kepada PT Bank Riau Kepri Syariah (Perseroda) pada tahun ini. Foto: SM News
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti kembali berencana mengajukan pinjaman sebesar Rp 50 miliar kepada PT Bank Riau Kepri Syariah (Perseroda) pada tahun ini. Pinjaman tersebut bertujuan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur strategis serta menjaga likuiditas keuangan daerah.
Sebelumnya, Pemkab Kepulauan Meranti juga telah mengajukan pinjaman kepada Bank Riau Kepri Syariah dengan plafon pembiayaan Rp 100 miliar. Namun, dari total tersebut, hanya Rp 59,3 miliar yang digunakan dan telah berhasil dilunasi dalam waktu dua tahun.
Dalam kerja sama sebelumnya, Bank Riau Kepri Syariah turut berperan dalam mendukung pembangunan daerah. Pemerintah daerah juga telah memenuhi kewajiban pembayaran dengan baik. Pinjaman tersebut sebelumnya dimanfaatkan untuk mendanai berbagai proyek infrastruktur selama pemerintahan Bupati Meranti nonaktif, Muhammad Adil.
Dengan adanya rencana pinjaman baru ini, diharapkan pembangunan di Kabupaten Kepulauan Meranti dapat terus berjalan tanpa terkendala oleh keterbatasan anggaran.
Wacana peminjaman tersebut disampaikan langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kepulauan Meranti, Bambang Suprianto, yang didampingi Kepala BPKAD Kepulauan Meranti, Irmansyah, serta Branch Manager BRK Syariah Selatpanjang, Abdul Rohim. Ketiganya menggelar pertemuan dengan Direktur Pembiayaan BRK Syariah, Helwin Yunus, di kantor pusat BRK Syariah, Menara Dang Merdu, pada Selasa (25/2/2025) lalu.
Menurut Bambang, dirinya diperintahkan oleh Bupati untuk menjajaki berbagai kemungkinan pembiayaan guna mendukung kebutuhan pembangunan daerah.
“Wacana pinjaman ini ada, di mana rencananya akan digunakan untuk belanja infrastruktur dan menjaga likuiditas keuangan. Hal ini dibenarkan secara regulasi, dan hampir semua daerah sudah melakukan langkah serupa. Kita merencanakan pinjaman sebesar Rp 50 miliar sambil terus melakukan pendekatan dan komunikasi," ujar Bambang.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pemerintah daerah memiliki kemudahan untuk memperoleh pinjaman dari berbagai sumber, termasuk perbankan, guna menutupi kebutuhan pendanaan proyek yang mendesak.
Jika wacana ini terealisasi, pinjaman tersebut akan menjadi langkah strategis Pemkab Meranti dalam mempercepat pembangunan infrastruktur sekaligus memastikan kestabilan keuangan daerah.
Dikatakan, sesuai Undang-undang No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Dalam UU itu disebutkan bahwa pembiayaan dengan pinjaman daerah, dapat bersumber dari pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank.
Langkah ini diambil untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), menjaga likuiditas keuangan, serta mendukung pembangunan infrastruktur strategis yang terdampak rasionalisasi kebijakan pusat. Ditambah lagi dengan efek efisiensi dan transfer pusat yang sering macet.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kepulauan Meranti, itu mengungkapkan bahwa pinjaman daerah menjadi alternatif pendanaan di tengah efisiensi anggaran dan keterlambatan transfer dari pemerintah pusat.
“Pemerintah pusat memberikan kemudahan bagi daerah untuk melakukan pembiayaan dalam menjaga likuiditas keuangan. Prinsipnya, bupati sudah setuju dan kami sudah diperintahkan untuk mencari sumber pembiayaan dengan bisa melakukan kesepakatan dan kerjasama dengan pihak-pihak lembaga pembiayaan. Mengingat kita juga pernah mencoba sebelumnya, opsi ini bisa ditawarkan lagi,” ujar Bambang.
Pemerintah pusat diketahui telah memangkas anggaran DAK dan DAU spesifik untuk infrastruktur jalan sebesar Rp 103,5 miliar, ditambah pemotongan anggaran perbaikan pelabuhan sebesar Rp 8,5 miliar. Hal ini semakin menekan ruang fiskal daerah, sehingga pinjaman menjadi salah satu solusi untuk memastikan kelangsungan pembangunan.
Selain untuk pembangunan, pinjaman ini juga diperlukan untuk menjaga kelancaran pembayaran urusan wajib, termasuk gaji pegawai yang sering terkendala akibat keterlambatan pencairan dana transfer.
“Dalam menjaga likuiditas itu contohnya kita akan membayarkan gaji untuk pegawai yang biasanya di awal bulan, namun seiring waktu berjalan ketersediaan uang tidak ada di kas daerah. Untuk pembayaran gaji pegawai, kita bisa pinjam langsung ke bank tanpa persetujuan DPRD. Namun, untuk pembiayaan pembangunan, harus melalui proses persetujuan dan pembahasan bersama DPRD. Jika disetujui, kita akan melakukan perjanjian kerja sama sesuai aturan yang berlaku,” tambahnya.
Saat ini, Pemkab Meranti masih dalam tahap komunikasi dan konsolidasi dengan BRK Syariah guna membahas teknis serta skema pembiayaan yang akan diambil. (R-01)