Greenpeace Digugat Perusahaan Minyak Rp 4,7 Triliun

Greenpeace menghadapi ancaman kebangkrutan setelah digugat oleh perusahaan energi asal Texas, Energy Transfer. Foto : Istimewa
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Greenpeace menghadapi ancaman kebangkrutan setelah digugat oleh perusahaan energi asal Texas, Energy Transfer.
Perusahaan itu menuduh Greenpeace menghambat pembangunan Dakota Access Pipeline melalui aksi protes yang dianggap merugikan.
Jika kalah, Greenpeace bisa dipaksa membayar ganti rugi hingga 300 juta dolar AS (sekitar Rp4,7 triliun).
Dilansir BBC, sidang gugatan ini dimulai di North Dakota pada Senin (24/2/2025) dengan pemilihan juri.
Energy Transfer menuduh Greenpeace terlibat dalam "skema ilegal dan kekerasan" yang merugikan perusahaan secara finansial dan mengancam keamanan karyawan serta infrastrukturnya.
Dugaan Upaya Membungkam Aktivisme
Greenpeace membantah tuduhan itu dan menilai gugatan ini sebagai ancaman terhadap kebebasan berbicara serta upaya membungkam aktivisme lingkungan.
Organisasi yang berbasis di Amsterdam itu menegaskan tidak memimpin protes terhadap Dakota Access Pipeline, tetapi hanya memberikan dukungan bagi aksi damai.
Persoalan Dakota Access Pipeline mencuat pada 2016 ketika ribuan pengunjuk rasa, termasuk lebih dari 200 suku asli Amerika, veteran militer AS, aktor, dan politisi, berkumpul di dekat Standing Rock Sioux Reservation.
Mereka menentang proyek ini karena dianggap membahayakan lingkungan dan merusak tanah adat.
Protes besar-besaran itu berlangsung hingga awal 2017, sebelum aparat menggunakan kekuatan untuk membubarkan kamp demonstran.
Insiden ini menarik perhatian dunia setelah polisi menggunakan semprotan merica, meriam suara, serta peluru karet terhadap massa.
Sidang di Wilayah Konservatif
Sidang gugatan ini berlangsung di North Dakota, negara bagian yang kaya minyak dan memiliki kepentingan besar dalam industri energi.
Greenpeace menyatakan kekhawatiran mereka tidak akan mendapat persidangan yang adil di wilayah ini. Gugatan terhadap Greenpeace ini bukan yang pertama.
Pada 2017, Energy Transfer sempat mengajukan tuntutan serupa di pengadilan federal, tetapi ditolak hakim karena dianggap tidak memenuhi ketentuan hukum yang biasanya digunakan untuk menjerat kelompok kriminal terorganisasi.
Sebagai respons, Greenpeace menggugat balik Energy Transfer di pengadilan Belanda.
Organisasi lingkungan itu menuduh perusahaan minyak tersebut menyalahgunakan sistem hukum untuk membungkam kritik terhadap proyek Dakota Access Pipeline.
Melalui gugatan ini, Greenpeace berupaya mendapatkan kompensasi atas "kerugian dan biaya hukum yang ditimbulkan akibat tuntutan hukum yang berulang kali dilayangkan Energy Transfer".(R-04)