Hakim PN Bangkinang Dihadang dan Diusir Massa, Sidang Lapangan Gugatan Kebun Sawit di Areal Konsesi PT RAPP Batal Digelar

Suasana saat Tim Kuasa Hukum Yayasan Riau Madani dibawa massa ke gedung pertemuan usai sidang lapangan batal, Jumat (21/2/2025). Foto: Istimewa
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Sidang pemeriksaan setempat (sidang lapangan) gugatan kebun sawit dalam kawasan hutan di areal konsesi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Gunung Sahilan, Kampar batal digelar. Hakim yang sudah tiba di lokasi dihalau ratusan massa dan disuruh balik kandang.
Akibat aksi massa tersebut, dua anggota majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang, yakni Aulia Fatma Widhola SH MH dan Ridho Akbar SH, MH tidak dapat menjalankan tugasnya. Mereka lantas menunda pelaksanaan sidang lapangan dan kembali ke PN Bangkinang.
Tak hanya menghadang majelis hakim, massa juga sempat menyandera Tim Kuasa Hukum Yayasan Riau Madani, organisasi yang menggugat PT RAPP atas keberadaan kebun sawit seluas 1.290 hektare di areal konsesi hutan tanaman industri (HTI) miliknya.
Rombongan tim kuasa hukum saat akan keluar dari lokasi dihadang sejumlah massa. Mereka kemudian di bawah ke tempat pertemuan. Dengan alasan keselamatan, Tim Kuasa Hukum Yayasan Riau Madani terpaksa menandatangani surat pencabutan gugatan.
"Benar, sidang lapangan gagal dilaksanakan. Majelis hakim diusir oleh massa. Kami juga sempat disandera," kata Ketua Tim Kuasa Hukum Yayasan Riau Madani, Surya Darma SAg, SH, MH kepada SabangMerauke News, Sabtu (22/2/2025) sore kemarin.
Surya Darma menyatakan, pihaknya tengah menginvestigasi kelompok massa yang melakukan penghadangan sidang lapangan. Aksi massa tersebut dinilai sudah masuk kategori obstruction of justice, yakni tindakan yang menghalangi proses hukum yang dilakukan dengan ancaman kekerasan. Obstruction of justice diatur dalam Pasal 282 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
Surya Darma menyerahkan proses lanjutan atas aksi massa tersebut ke pihak PN Bangkinang. Sebab, akibat aksi kelompok massa tersebut, tugas pengadilan menjadi terhambat dan marwah peradilan terancam dilecehkan.
"Kami serahkan kepada pihak PN Bangkinang. Kami juga sedang mengkaji dari aspek-aspek lain, terkait tindak lanjut yang akan kami lakukan," kata Surya Darma.
Meski berada dalam tekanan, Surya Darma menegaskan pihaknya tidak akan gentar dalam menghadapi situasi yang terjadi. Ia mengingatkan agar pihak perusahaan yang digugat berani menghadapi gugatan secara hukum dan gentlement.
"Langkah kami menggugat PT RAPP lewat jalur peradilan sebagai upaya penghormatan supremasi hukum. Sehingga kami tidak menempuh cara lain, selain cara-cara yang diatur dan patut menurut hukum. Kami bertarung secara hukum, dan tidak elok dibenturkan dengan cara-cara kekerasan, apalagi dugaan adanya pengerahan massa," kata Surya Darma.
Pihaknya juga mendesak aparat hukum untuk menindaklanjuti keberadaan kebun sawit tersebut, dengan memonitor pergerakan hasil kebun sawit sampai kepada pihak-pihak yang mendapat manfaat dari kebun sawit dalam kawasan konsesi PT RAPP. Termasuk mengusut dugaan adanya keterkaitan perusahaan penampung buah sawit dengan afiliasi PT RAPP.
Menurutnya, dalam kasus lain, PT RAPP dan grup afiliasinya, getol memusnahkan kebun sawit yang dikelola masyarakat dalam kawasan konsesinya. Berbeda dengan kebun sawit pada konsesi areal kerja di Gunung Sahilan, dimana perusahaan diduga telah melakukan pembiaran berlarut.
"Patut kami pertanyakan, ada apa di balik semua ini. Kami juga menggugah kesadaran masyarakat agar bersama-sama berjuang dalam upaya penyelamatan hutan," tegas Surya Darma.
Sementara itu, belum ada pernyataan dari pihak PN Bangkinang atas gagalnya sidang pemeriksaan setempat gugatan Riau Madani tersebut.
Deputy Head Of Communications Disra Alldrick belum menjawab konfirmasi yang dilayangkan SabangMerauke News sejak Sabtu sore kemarin.
Isi Gugatan Yayasan Riau Madani
Sebelumnya diwartakan, Yayasan Riau Madani menggugat PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) ke Pengadilan Negeri Bangkinang. Gugatan organisasi lingkungan hidup ini dipicu temuan adanya dugaan pembangunan kebun kelapa sawit seluas 1.290 hektare di areal konsesi perusahaan hutan tanaman industri (HTI) tersebut, yang berlokasi di Gunung Sahilan, Kabupaten Kampar.
Gugatan Yayasan Riau Madani terhadap PT RAPP didaftarkan pada Kamis, 5 September 2024 dengan nomor perkara: 103/Pdt.Sus-LH/2024/PN Bkn.
Selain menggugat PT RAPP, Yayasan Riau Madani yang concern pada isu pelestarian dan penyelamatan hutan ini, juga menyeret Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (sekarang dengan nomenklatur Menteri Kehutanan), sebagai Turut Tergugat.
Ketua Tim Hukum Yayasan, Surya Darma SAg, SH, MH menyatakan, berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan Yayasan Riau Madani pada areal konsesi PT RAPP di kawasan Gunung Sahilan, Kampar mendapati temuan dugaan adanya lahan konsesi perusahaan yang dijadikan kebun kelapa sawit produktif.
"Berdasarkan pengambilan titik koordinat yang dilakukan Yayasan Riau Madani, luasan lahan konsesi hutan tanaman industri (HTI) yang diduga sudah disulap menjadi kebun sawit mencapai 1.290 hektare," kata Surya Darma.
Menurut Surya Darma, tidak ada alasan perusahaan membiarkan adanya tanaman kelapa sawit di areal konsesi HTI yang izinnya diterbitkan oleh Menteri Kehutanan. Apalagi jika penanaman kelapa sawit itu mendapat persetujuan dari perusahaan pemegang izin konsesi.
"Kelapa sawit bukanlah merupakan jenis tanaman kehutanan. Sehingga tidak ada alasan pembenar untuk mengganti komoditi tanaman konsesi HTI dengan tanaman kelapa sawit. Seharusnya tanaman dalam konsesi HTI perusahaan tersebut adalah akasia atau eukaliptus," tegas Surya Darma.
Surya menerangkan, pada 25 Agustus 2011 lalu, Menteri Kehutanan saat dijabat oleh Zulkifli Hasan pernah memberikan celah 'diizinkannya' kelapa sawit ditanam pada areal konsesi HTI. Ketentuan itu dituangkan oleh Zulkifli Hasan dalam Peraturan Menteri Kehutanan nomor: P.62/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Berbagai Jenis pada Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).
Namun, Peraturan Menteri Kehutanan tersebut langsung dicabut sendiri oleh Zulkifli Hasan sekitar sebulan kemudian, tepatnya pada 26 September 2011. Pencabutan dilakukan oleh Zulkifli Hasan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor: P.64/Menhut-II/2011 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kehutanan nomor: P.62/Menhut-II/2011 tentang Pedoman Pembangunan Hutan Tanaman Berbagai Jenis pada Izin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI).
"Sehingga, jika pun perusahaan menjadikan Peraturan Menteri Kehutanan yang sudah dicabut itu sebagai dasar adanya kebun sawit di areal konsesinya, otomatis sudah batal demi hukum. Apalagi, jika kebun sawit itu sudah ada lebih dulu sebelum terbitnya Peraturan Menteri Kehutanan yang sudah dicabut tersebut. Dan logikanya, masak bisa membangun kebun sawit ribuan hektare hanya dalam tempo sebulan berlakunya Peraturan Menteri Kehutanan yang sudah dibatalkan itu. Kan gak masuk akal," kata Surya Darma.
Yayasan Riau Madani juga menyinggung tanggung jawab Menteri Kehutanan yang tidak pernah melakukan tindakan hukum terhadap PT RAPP, yang diduga membiarkan izin konsesi HTI yang diberikan telah menjadi kebun kelapa sawit.
"Sebagai pemberi izin, harusnya Menteri Kehutanan melakukan pengawasan dan penegakan aturan jika terjadi hal-hal yang melenceng dari ketentuan dalam izin HTI yang diberikan kepada perusahaan," tegas Surya Darma.
Dalam gugatannya, Yayasan Riau Madani memohon kepada majelis hakim PN Bangkinang menyatakan perbuatan Tergugat (PT RAPP) merupakan perbuatan melawan hukum.
Selain itu, juga meminta majelis hakim menghukum Tergugat (PT RAPP) agar menebang atau menumbang seluruh tanaman kelapa sawit yang ada di atas objek sengketa seluas 1.290 hektare, kemudian melakukan penanaman kembali dengan tanaman yang sesuai izin diberikan, yakni jenis tanaman kayu akasia atau eukaliptus.
"Menghukum Turut Tergugat (Menteri Kehutanan) supaya tunduk dan patuh pada putusan ini," demikian gugatan Yayasan Riau Madani.
Gugatan Yayasan Riau Madani terhadap PT RAPP ini berlangsung di tengah gencarnya Kejaksaan Agung melakukan penindakan terhadap korporasi yang membangun kebun sawit dalam kawasan hutan tanpa izin. Salah satunya yakni Duta Palma Grup yang sudah dijerat pidana atas aktivitas usaha kebun sawit ilegal di Indragiri Hulu.
Sebelumnya, adik Presiden Prabowo Subianto yakni Hasyim Djojhadikusumo mengungkap kebocoran penerimaan negara mencapai Rp 300 triliun dari kegiatan usaha kebun sawit ilegal dalam kawasan hutan.
Provinsi Riau merupakan salah satu daerah yang paling banyak terdapat usaha kebun sawit dalam kawasan hutan. Namun, setakad ini baru Duta Palma Grup saja yang ditindak secara hukum.
Respon Manajemen PT RAPP
Manajemen PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) pernah merespon pemberitaan tentang gugatan hukum yang dilayangkan Yayasan Riau Madani tersebut.
Head of Corporate Communications PT RAPP, Aji Wihardandi menyatakan, kebun sawit di areal konsesi perusahaan berada dalam tata ruang HTI yang diperuntukkan bagi tanaman kehidupan.
"Hal ini dikarenakan dalam ketentuan tata ruang HTI yang mengatur tentang tanaman kehidupan yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat," kata Aji Wihardandi dalam keterangan tertulis yang diterima SabangMerauke News dari Manager Humas PT RAPP, Budi Firmansyah, Selasa (5/11/1024) lalu.
Aji mengklaim, dalam ketentuan yang ia sebutkan itu, sebelumnya tidak ada larangan jenis tanaman tertentu sebagai tanaman kehidupan, termasuk kelapa sawit.
Aji menyatakan, jenis tanaman kehidupan (kelapa sawit) di area PT RAPP telah disetujui oleh Menteri Kehutanan saat itu.
Meski demikian, Aji dalam keterangannya tidak menyebutkan aturan dan ketentuan apa yang membolehkan kelapa sawit sebagai tanaman kehidupan boleh ditanam pada area konsesi PT RAPP. (R-03)