Kritik Menu Makan Bergizi Gratis di Kepulauan Meranti: Lauk Tak Cukup, Telur Setengah Matang

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, resmi dilaksanakan pada Senin, 17 Februari 2025. Foto : SM News
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, resmi dilaksanakan pada Senin, 17 Februari 2025. Program unggulan Presiden Prabowo Subianto ini diawali di delapan sekolah dengan total sasaran sebanyak 1.745 siswa.
Sekolah-sekolah yang menjadi sasaran program MBG dipilih berdasarkan jarak yang tidak lebih dari enam kilometer dari dapur umum MBG, yang dikelola oleh Yayasan Tuah Karya Mandiri. Dapur umum ini berlokasi di Jalan Karya Utama, Kelurahan Selatpanjang Timur, Kecamatan Tebingtinggi.
Peluncuran program ini berlangsung sukses di SDN 20 Jalan Pramuka, Kelurahan Selatpanjang Timur, dengan seluruh siswa tampak lahap menyantap makanan yang disajikan. Program ini mendapatkan sambutan positif dari berbagai pihak, terutama siswa dan orang tua yang merasa terbantu dengan adanya penyediaan makanan bergizi secara gratis.
Pada pelaksanaan perdana, menu yang disajikan terdiri dari nasi putih, ayam bumbu, tempe kunyit, sayur sawi dicampur wortel masak tumis, serta buah pisang. Menu ini dihargai seharga Rp10.000 per porsi, yang dinilai ideal untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang bagi anak-anak. Makanan ini bukan sekadar porsi kenyang, melainkan benar-benar dirancang untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka.
Konsep gizi yang digunakan dalam program ini mengikuti pedoman Isi Piringku, menggantikan konsep lama 4 Sehat 5 Sempurna. Dalam pedoman tersebut, porsi makanan mencakup karbohidrat sebanyak 2/3 dari setengah piring, lauk pauk sebagai sumber protein mengisi 1/3 dari setengah piring, sementara setengah piring lainnya diisi dengan 2/3 sayur-mayur dan 1/3 buah-buahan.
Makanan yang diberikan dalam program MBG telah melalui proses pemeriksaan dan pemastian mutu oleh para ahli gizi, guna memastikan bahwa setiap anak mendapatkan asupan yang seimbang dan bermanfaat bagi pertumbuhan mereka. Dengan adanya program ini, diharapkan semakin banyak anak-anak di Kepulauan Meranti mendapatkan akses terhadap makanan sehat yang akan mendukung tumbuh kembang mereka menuju masa depan yang lebih cerah.
Program MBG yang digagas sebagai upaya peningkatan gizi siswa menuai berbagai tanggapan. Meski bertujuan mulia, pelaksanaannya tidak luput dari kritik, terutama terkait kualitas dan distribusi hidangan yang disediakan.
Sejumlah orang tua siswa membagikan pengalaman mereka di media sosial, mengeluhkan variasi menu yang tidak merata. Salah satu kritik utama adalah adanya ketimpangan dalam penyajian lauk. Beberapa sekolah mendapatkan ayam goreng sebagai lauk, sementara di sekolah lain hanya disajikan telur rebus. Bahkan, ada yang mendapati telur rebus dalam keadaan setengah matang, menimbulkan pertanyaan terkait pengelolaan dan pengawasan kualitas makanan.
Selain itu, muncul kabar bahwa dokumentasi berupa foto atau video terhadap makanan yang disajikan tidak diperkenankan. Hal ini menjadi sorotan karena program MBG merupakan salah satu program unggulan Presiden yang seharusnya dapat dipublikasikan secara transparan kepada masyarakat.
Menanggapi keluhan ini, Wira, perwakilan dari Yayasan Tuah Karya Mandiri selaku pengelola dapur umum, menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran dalam penyajian makanan tersebut. Menurutnya, meskipun terdapat penggantian lauk dari ayam goreng ke telur rebus akibat kekurangan stok, nilai gizi tetap terjaga sesuai standar yang ditetapkan oleh Badan Gizi Nasional.
"Ada sekitar 200 porsi yang mengalami kekurangan lauk ayam goreng, sehingga diganti dengan telur rebus. Namun, ini bukan masalah besar karena standar gizi tetap terpenuhi," jelas Wira.
Ia mengungkapkan bahwa pihaknya awalnya telah menyiapkan 1.800 porsi ayam goreng untuk memenuhi kebutuhan 1.745 siswa. Namun, saat proses pengemasan oleh pekerja lokal, terjadi kesalahan dalam pembagian porsi, di mana beberapa paket mendapat lauk ganda. Akibatnya, stok ayam goreng tidak mencukupi untuk semua siswa.
Sebagai langkah cepat, pihaknya berkonsultasi dengan ahli gizi dan memutuskan untuk mengganti lauk yang kurang dengan telur rebus agar kebutuhan gizi tetap terjaga. Terkait temuan telur rebus yang setengah matang, Wira menyebutnya sebagai kesalahan teknis yang tidak disengaja, mengingat makanan dimasak dalam jumlah besar dan dalam waktu terbatas.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) masih dalam tahap penyesuaian terhadap skala besar program MBG. Proses memasak dalam jumlah besar memerlukan adaptasi agar kualitas makanan tetap terjaga. Selain itu, faktor jam kerja tenaga ahli gizi yang dimulai sejak dini hari turut berpengaruh terhadap hasil akhir hidangan yang disajikan. Misalnya, ahli gizi yang harus bekerja sejak dini hari untuk memastikan semua makanan yang disajikan sesuai prosedur.
Wira menyadari bahwa implementasi awal program sebesar ini pasti menemui tantangan. Namun, ia menegaskan bahwa pihaknya tidak anti kritik dan terus melakukan evaluasi untuk memperbaiki layanan. Pihaknya juga mengutamakan pengelolaan waktu agar makanan tetap dalam kondisi layak konsumsi saat sampai di tangan siswa.
"Dengan besaran yang begitu masif dan continue tiap hari harus dilakukan, ini pasti ada kekurangan di awal-awal," ujarnya.
Dia pun tak mempersoalkan munculnya berbagai kritikan terhadap pelaksanaan program makan bergizi gratis sebagai bahan perbaikan bagi pihaknya dan pemerintah.
"Kami terus melakukan evaluasi dan briefing bersama para pekerja untuk meningkatkan kualitas layanan. Kami juga berupaya membantu masyarakat dengan melibatkan mereka dalam proses produksi makanan. Yang terpenting, kami tetap berusaha agar program ini berjalan dengan baik dan tepat sasaran," tambahnya.
Selain itu, muncul kabar bahwa dokumentasi berupa foto atau video terhadap makanan yang disajikan tidak diperkenankan. Menanggapi hal ini, Wira menyatakan bahwa informasi tersebut keliru. Menurutnya, dokumentasi sah-sah saja dilakukan selama bersifat baik dan bertujuan positif. Ia menegaskan bahwa hal ini tergantung pada kepribadian masing-masing individu dalam menyikapi transparansi program MBG.
Ia berharap masyarakat dapat memberikan ruang bagi pihaknya untuk melakukan perbaikan dalam pelaksanaan program ini. Berbagai penyesuaian masih perlu dilakukan, termasuk terkait menu, porsi, pengiriman, hingga waktu memasak. Pihaknya optimis bahwa dalam beberapa waktu ke depan, program MBG akan semakin optimal dan bermanfaat bagi siswa penerima manfaat.(R-04)