Praperadilan Sekjen PDIP Hasto Tak Diterima, Skandal Korupsi Pejabat yang Disimpan di Rusia Bakal Dibuka?
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto. Foto : Istimewa
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Langkah Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto untuk menganulir status hukumnya sebagai tersangka korupsi di KPK terhenti. Gugatan praperadilan yang diajukan Hasto ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan tidak diterima oleh majelis hakim, Kamis (13/2/2025).
“Mengadili, mengabulkan eksepsi dari termohon, menyatakan permohonan pemohon kabur atau tidak jelas,” kata Hakim Djuyamto.
Hasto menggugat statusnya sebagai tersangka korupsi dan perintangan penyidikan kasus suap eks caleg PDI Perjuangan Harun Masiko. KPK menetapkan Hasto sebagai tersangka jelang malam Natal pada 24 Desember 2024.
Penetapan status Hasto ini sempat membuat pentas politik nasional heboh. Hasto sudah lama sekali dikait-kaitkan dengan kasus Harun Masiku yang sudah bergulir sejak lebih beberapa tahun silam.
Manuver pun gencar dilakukan untuk melawan tindakan KPK yang diklaim pihak Hasto dan PDIP sebagai tindakan semena-mena. Narasi adanya korupsi kakap yang dilakukan petinggi negara pun dimunculkan oleh kubu PDIP.
Juru Bicara PDIP Guntur Romli mengungkapkan bahwa Hasto Kristiyanto telah menitipkan dokumen penting terkait video dugaan skandal yang melibatkan petinggi negara kepada pengamat militer, Connie Rahakundini Bakrie. Dokumen tersebut saat ini berada di Rusia, di mana Connie sedang menjalankan tugasnya sebagai Guru Besar di Saint Petersburg State University.
Guntur mengeklaim bahwa dokumen dan video yang dimiliki Hasto mencakup skandal korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, serta penggunaan alat negara untuk kepentingan politik pribadi para petinggi negara.
“Jadi membunuh karakter lawan politik dengan kasus hukum, kemudian penyalahgunaan petinggi penegak hukum untuk menyelesaikan masalah pribadi anak penguasa. Kemudian bukti-bukti perpanjangan 3 periode, pengambilalihan partai-partai politik dengan kasus-kasus hukum dan lain-lain,” tuturnya.
Menurut Guntur, langkah Hasto menitipkan dokumen-dokumen tersebut kepada Connie adalah untuk mengamankan informasi penting terkait dugaan skandal. Ia juga menambahkan bahwa politikus PDIP dan mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Andi Widjayanto, turut memberikan data-data tambahan untuk melengkapi informasi yang dimiliki Hasto. “Banyak dokumen dari video-video itu sudah dibawa oleh Connie Bakrie ke Rusia untuk diselamatkan dan sudah dinotariskan di sana. Mas Andi Widjajanto (AW) juga memberikan tambahan-tambahan data dan analisis. Semuanya sumber dari internal. Karena baik saudara Sekjen dan Mas AW sebelumnya ada di dalam kekuasaan,” ujarnya.
Nah, dengan tidak diterimanya gugatan praperadilan Hasto, apakah klaim adanya kasus korupsi besar elite negara akan dibuka oleh Hasto dan PDI Perjuangan?
Tergantung Hasto
Tim hukum Hasto membuka peluang mengajukan praperadilan lagi usai gugatan mereka tidak diterima.
Ketua tim hukum Hasto, Todung Mulya Lubis, menegaskan, putusan praperadilan yang dibacakan hari ini bukan akhir dari upaya hukum yang dilakukan.
“This is not the end, this is not the end, perjuangan untuk menegakkan hukum dengan keadilan adalah kewajiban yang ada pada pundak kita semua,” kata Todung.
“Kita akan melakukan apa yang bisa kita lakukan, tapi apa yang akan kita lakukan ini kita akan rumuskan dan diskusikan bersama nantinya,” ucapnya.
Senada dengan Todung, tim hukum Hasto lainnya, Maqdir Ismail, menegaskan, gugatan praperadilan masih bisa dilakukan.
Namun, upaya hukum ini dikembalikan kepada Hasto yang menjadi pihak yang berhadapan dengan KPK dalam gugatan tersebut.
“Itu salah satu di antaranya yang kami pertimbangkan, tapi ini juga tergantung Mas Hasto,” kata Maqdir.
Anggap Pembodohan Hukum
Kemudian, Todung menilai putusan hakim terhadap gugatan mereka sebagai bentuk pembodohan.
Pasalnya, hakim hanya mengabulkan eksepsi atau keberatan KPK terhadap gugatan mereka yang mempersoalkan dua penetapan tersangka dalam satu gugatan praperadilan.
“Kami harus mengatakan bahwa kami kecewa dengan putusan praperadilan yang dibacakan dan saudara-saudara sudah mendengarkan saksama. Kami mengharapkan satu putusan dengan pertimbangan hukum, dengan legal reasoning yang bisa meyakinkan kita semua bahwa permohonan praperadilan itu tidak diterima,” kata Todung.
“Tetapi kami sangat menyayangkan bahwa kami tidak menemukan pertimbangan hukum yang meyakinkan untuk bisa memahami kenapa praperadilan itu tidak diterima,” ucapnya.
Menurut Todung, putusan praperadilan yang dijatuhkan hakim Djuyamto sebagai kesalahan hukum atau miscarriage of justice.
“Kita datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menguji abuse of power, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh KPK karena sangat telanjang di depan mata kita pelanggaran itu dilakukan,” kata Todung.
“Ini bukan pendidikan hukum, ini pembodohan hukum. Saya harus katakan demikian, kita tidak mengharapkan putusan dangkal semacam ini,” imbuhnya.
Tak Ada Kriminalisasi
Ketua KPK Setyo Budiyanto merespons putusan PN Jaksel yang tidak menerima gugatan praperadilan yang diajukan Hasto.
Setyo mengatakan, putusan hakim tersebut membuktikan bahwa tindakan penyidik dalam menangani kasus Hasto sudah sesuai aturan dan ketentuan yang berlaku.
"Makna dari putusan tersebut, tindakan yang dilakukan oleh penyidik sudah sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku sebagaimana didalilkan dan argumentasi dari tim biro hukum," kata Setyo saat dihubungi, Kamis (13/2/2025).
Setyo mengatakan, setelah adanya putusan tersebut, penyidik akan menentukan langkah selanjutnya, baik itu pemanggilan, penggeledahan, hingga penahanan Hasto.
"Panggilan dan upaya paksa, penyidik yang menentukan sesuai kebutuhan penanganan perkaranya," ujarnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto mengatakan, putusan hakim tunggal PN Jaksel tersebut membuktikan bahwa penetapan status tersangka terhadap Hasto didasarkan pada alat bukti hukum, bukan politisasi.
"Bahwa KPK dalam menetapkan Hasto sebagai tersangka benar-benar didasarkan pada alat bukti hukum dan bukan kriminalisasi apalagi politisasi," kata Fitroh. (R-03)