Kasus Korupsi Minyak Pertamina dan KKKS: Kejagung Sita 15 Handphone, Periksa 70 Saksi
![Kasus Korupsi Minyak Pertamina dan KKKS: Kejagung Sita 15 Handphone, Periksa 70 Saksi](https://www.sabangmeraukenews.com/foto_berita/2025/02/2025-02-10-kasus-korupsi-minyak-pertamina-dan-kkks-kejagung-sita-15-handphone-periksa-70-saksi.jpg)
Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Foto : Istimewa
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM di Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. Sebanyak 70 saksi telah diperiksa oleh penyidik terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), sub-holding dan kontraktor kontrak kerja sama pada periode 2018-2023.
"Penyidik hingga saat ini sudah mengumpulkan setidaknya bukti-bukti berupa keterangan saksi terhadap 70 orang saksi. Termasuk satu ahli terkait dengan keuangan negara," kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung RI Harli Siregar kepada wartawan di kantor Kejagung, Jaksel, Senin (10/2/2025).
Harli menerangkan penggeledahan yang dilakukan dimulai sejak pagi hingga petang tadi Tiga ruangan digeledah yakni Direktur Pembinaan Usaha Hulu, Direktur Pembinaan Usaha Hilir, dan ruangan Sekretaris Direktorat Jenderal Migas.
Dari penggeledahan itu, penyidik berhasil mengamankan sejumlah barang bukti berupa soft file hingga hard file. Juga disita barang elektronik berupa laptop.
"Penyidik Jampidsus telah menemukan barang-barang berupa lima dus dokumen, kemudian ada barang bukti elektronik berupa handphone sebanyak 15 unit dan ada satu unit laptop dan empat soft file," jelasnya.
Saat ini barang bukti itu dibawa ke Kejaksaan Agung untuk diselidiki lebih lanjut. Kemudian, barang bukti itu disita.
"Setelah barang-barang tersebut ditemukan, dikumpulkan, maka oleh penyidik juga pada saat yang sama dilakukan penyitaan berdasarkan surat perintah penyitaan nomor 23 dari Direktur Penyidikan. Tentu pada saatnya nanti penyidik akan memintakan persetujuan penyitaan terhadap barang-barang ini," ungkapnya.
Substansi Kasus
Harli memaparkan, kasus ini bermula ketika pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur mengenai prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
“Dengan tujuan PT Pertamina diwajibkan untuk mencari minyak yang diproduksi dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” kata Harli.
Ia menyebut, minyak bagian dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama atau KKKS swasta wajib ditawarkan kepada PT Pertamina. Apabila penawaran tersebut ditolak oleh PT Pertamina, maka penolakan tersebut digunakan untuk mengajukan rekomendasi ekspor.
Akan tetapi, subholding Pertamina, yaitu PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), diduga berusaha menghindari kesepakatan.
“Dalam pelaksanaannya, KKKS swasta dan Pertamina, dalam hal ini ISC dan/atau PT KPI, berusaha untuk menghindari kesepakatan pada waktu penawaran yang dilakukan dengan berbagai cara,” ucapnya.
Lebih lanjut, dalam periode tersebut juga terdapat Minyak Mentah dan Kondensat Bagian Negara (MMKBN) yang diekspor karena terjadi pengurangan kapasitas intake produksi kilang lantaran pandemi COVID-19.
Namun pada waktu yang sama, PT Pertamina malah mengimpor minyak mentah untuk memenuhi intake produksi kilang.
“Perbuatan menjual MMKBN tersebut mengakibatkan minyak mentah yang dapat diolah, dikilang, harus digantikan dengan minyak mentah impor. Yang merupakan kebiasaan PT Pertamina yang tidak dapat lepas dari impor minyak mentah,” ujarnya.
Terkait detail mengenai siapa saja pihak-pihak yang terlibat ataupun detail perkaranya, ia belum bisa membeberkannya lantaran masih dalam tahapan penyidikan umum. (R-04)