Menteri ESDM Bahlil Datang ke Riau, PMRI Minta Pimpinan PT Pertamina Hulu Rokan Dievaluasi
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pemuda Melayu Riau Indonesia (PMRI) menyambut positif kedatangan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia ke Provinsi Riau, Rabu (5/2/2025). Meski demikian, kedatangan Bahlil mestinya bisa berdampak pada perubahan paradigma dalam pengelolaan sumber daya Migas yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat Riau.
"Jangan datang hanya sekadar berkunjung dan acara seremonial belaka. Namun, harus ada dampaknya. Sebagai provinsi yang kaya sumber daya Migas, harusnya masyarakatnya Riau sejahtera," kata Ketua Umum PMRI, Khoirul Basar.
Khoirul menyatakan, Provinsi Riau kaya akan sumber daya mineral dan energi, sangat kental dengan slogan di bawah minyak di atas minyak.
"Tapi, itu cuma slogan belaka. Dalam kenyataannya, kemiskinan justru ada dimana-mana, bahkan di sekitaran areal operasional Blok. Migas Rokan yang dikelola PT Pertamina Hulu Rokan (PHR)," kata Khoirul.
Khoirul juga menyoroti soal rekrutmen tenaga kerja di PT PHR. Menurutnya, saat ini peluang bagi anak-anak Riau sangat terbatas, khususnya bagi generasi Melayu Riau.
"Anak-anak daerah terus dibiarkan menjadi penonton. Sangat adil dan ideal, jika diberikan privilege bagi anak-anak Riau yang berkualitas untuk mengabdi di PHR. Bahkan untuk jabatan-jabatan strategis," tegas Khoirul.
Secara khusus, Khoirul juga meminta agar jajaran petinggi PT PHR segera dilakukan evaluasi. Sebab, pengelolaan Blok Rokan saat ini cenderung stagnan. Padahal, target produksi dan lifting minyak yang diharapkan dari Blok Rokan sangat ambisius.
Selain itu, Khoirul juga menyoroti kebijakan pimpinan PT PHR yang selama ini dinilai kurang berpihak pada masyarakat.
"Jauh sekali bila dibandingkan saat Blok Rokan dikelola oleh Chevron. Padahal, Pertamina merupakan BUMN yang harusnya lebih peduli terhadap masyarakat wilayah operasional. Jangan hanya sekedar mencari makan di sini, tapi masyarakat di sini dibiarkan," tegasnya.
Sebelumnya, anggota Komisi XII DPR RI, Sri Barat alias Iyeth Bustami sempat curhat ke Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam rapat kerja pada Senin (3/2/2025) lalu. Iyeth yang merupakan anggota DPR RI dapil Riau I, meminta agar Bahlil memperhatikan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah operasional PT PHR.
"Itu tolong Pak Menteri diperhatikan, agar kesejahteraan masyarakat di wilayah Blok Rokan diperhatikan. Karena Blok Rokan ini menyumbang 30 persen minyak nasional," kata Iyeth Bustami.
Iyeth juga meminta agar Pertamina melibatkan sumber daya manusia (SDM) Riau dalam pengelolaan Blok Rokan. Soalnya, saat ini pegawai dan tenaga ahli yang dipekerjakan oleh PT PHR didominasi dari orang-orang dari luar daerah yang mengesankan masyarakat Riau sekadar menjadi penonton.
"Anak-anak lokal Riau yang punya kapasitas, bahkan saat zaman Chevron sampai disekolahkan ke Amerika, mereka tidak dipekerjakan lagi, bahkan dipekerjakan di luar. Ini yang sangat disayangkan. Padahal mereka sangat mumpuni. Saya minta agar anak-anak lokal ini dipertimbangkan agar dipekerjakan di Pertamina, Pak Menteri," kata Iyeth Bustami.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mendarat di Kota Pekanbaru, Rabu (5/2/2025). Bahlil datang didampingi Kepala SKK Migas Djoko Siswanto telah tiba pagi ini di Bandara Sultan Syarif Kasim II.
Kedatangan Bahlil ke Pekanbaru berlangsung di tengah sorotan keras terhadap kinerja PT Bumi Siak Pusako (BSP), BUMD yang sejak 9 Agustus 2022 lalu menjadi pengelola tunggal ladang minyak Coastal Plains and Pekanbaru (CPP Blok).
Kejadian beruntun menerpa operasional PT BSP sejak setahun terakhir, menyebabkan anjloknya produksi minyak pada level terendah. Peristiwa terbaru, pipa saluran PT BSP di West Area Kasikan bocor sejak 27 Januari 2025 lalu, menyebabkan gagal salurnya minyak dari daerah tersebut.
Selain itu, kedatangan Bahlil yang juga merupakan Ketua Umum DPP Partai Golkar ini, dilakukan di saat stagnannya produksi minyak Blok Rokan yang dikelola PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Pada 2024 lalu, produksi minyak Blok Rokan hanya mencapai 160 ribu barel per hari (bph), di tengah klaim pengeboran sumur minyak secara besar-besaran yang dilakukan PHR. Padahal, target produksi Blok Rokan sempat dipatok sebesar 225 ribu bph pada tahun 2025 ini.
PT PHR menjadi pengelola Blok Rokan sejak 9 Agustus 2021 silam, usai masa konsesi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) berakhir.
"Semoga kedatangan Pak Bahlil ke Riau bisa melihat secara langsung kondisi yang terjadi di PT BSP dan PT PHR. Agar bisa mengambil langkah-langkah yang konkret dan terukur," kata seorang pengamat industri Migas di Riau.
Kalangan kontraktor dan pengusaha lokal di Riau juga sudah lama mengeluhkan ekosistem bisnis di Blok Rokan sejak PHR datang. Soalnya, keberadaan kontraktor lokal terkesan makin terpinggirkan, seiring ekspansi massif anak cucu cicit perusahaan BUMN, khususnya grup Pertamina dalam menggarap proyek-proyek di lingkungan Blok Rokan.
Belum diketahui agenda Menteri Bahlil datang ke Riau. Namun, pejabat Pemprov Riau ikut menyambut kedatangannya dan akan mengantarnya pulang pada sore nanti. Usai mendarat, Bahlil sempat berkunjung ke salah satu pangkalan gas elpiji di Kota Pekanbaru.
Bahlil dikabarkan juga akan berkunjung langsung ke Blok Rokan dan melakukan pertemuan tertutup dengan para eksekutif PT PHR, PT Pertamina dan SKK Migas.
Darurat Pengelolaan CPP Blok
Rentetan masalah yang menerpa PT Bumi Siak Pusako (BSP) dalam pengelolaan ladang minyak Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) memunculkan stigma negatif terhadap kinerja BUMD tersebut. Gangguan produksi datang silih berganti, sejak PT BSP menjadi pengelola tunggal CPP Blok pada 9 Agustus 2022 lalu. Sebelumnya, pengelolaan CPP Blok dilakukan bersama oleh PT BSP dengan Pertamina Hulu.
Pada Maret 2024 lalu, kebocoran terjadi pada pipa salur minyak di area Gathering Station (GS) Zamrud yang menghubungkan ke GS Minas. Hingga saat ini, masalah sistemik tersebut belum tuntas diatasi, hingga menyebabkan penyaluran minyak lewat pipa belum bisa dilakukan. Manajemen PT BSP terpaksa mengantar minyak melalui truk tangki ke GS Minas, mirip seperti pengiriman minyak goreng. Kebocoran pipa tersebut sempat membuat produksi minyak PT BSP anjlok tajam hingga tinggal 2 ribu barel per hari (bph) yang biasanya bisa mencapai 8 ribu bph.
Di tengah masalah tersebut, insiden terbakarnya 3 kolam vite minyak mentah PT BSP kembali terjadi pada Jumat, 30 Agustus lalu. Kebakaran tersebut terjadi di simpang GS Jalan Lintas Manroad Zamrud, Kepenuhan Dayun, Kecamatan Dayun, Kabupaten Siak.
Kejadian terbaru yakni bocornya pipa salur minyak di West Area Kasikan sejak 27 Januari 2025 lalu. Hingga saat ini, penanganan kasus ini belum selesai. Imbas bocornya pipa di West Area Kasikan, tidak hanya berdampak pada produksi minyak BSP, namun juga mengganggu operator migas lain di area tersebut, seperti PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) Langgak dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Uniknya, sudah lebih sepekan kejadian di West Area Kasikan terjadi, manajemen PT BSP tak kunjung memberikan penjelasan. Setali tiga uang, SKK Migas juga tak bergeming. Kepala SKK Migas Perwakilan Sumbagut, CW Wicaksono berjanji akan menyampaikan kronologi kejadian, namun hingga saat ini urung disampaikan.
Menurut praktisi Migas Riau, Aris Aruna, apa yang terjadi pada PT BSP saat ini merupakan alarm keras terhadap lifting minyak nasional. Alih-alih berharap dapat meningkatkan produksi minyak, justru makin seret karena gangguan operasional yang sebenarnya bisa dicegah lebih dini.
"Kondisi yang terjadi di PT BSP saat ini bisa disebut darurat. Dan ini berbahaya terhadap target lifting nasional yang konsisten menurun tiap tahun," kata Aris Aruna, Selasa (4/2/2025).
Aris menegaskan, muncul indikasi kuat terjadinya salah urus dalam pengelolaan CPP Blok oleh PT BSP. Masalah ini sangat serius dan memiliki implikasi terhadap risiko berat yang akan ditanggung.
"Kejadian yang terjadi, tidak hanya merugikan PT BSP dan pemerintah daerah. Namun juga berisiko menimbulkan kerugian negara. Lifting minyak seakan tak bisa lagi diharapkan dari CPP Blok yang dikelola secara tunggal oleh PT BSP," kata Aris Aruna.
Bahkan, kata Aris Aruna, situasi yang terjadi memunculkan keraguan terhadap posisi PT BSP sebagai oil company. Padahal, pemerintah pusat kadung sudah memberikan konsesi kepada PT BSP selama 20 tahun dan akan berakhir pada 2042 mendatang.
"Saya kira, wajar saja publik mempertanyakan apakah PT BSP sanggup menjadi oil company. Ini bisa menjadi evaluasi dan pertimbangan bagi Kementerian ESDM," tegas Aris Aruna.
Ia juga menilai, ada indikasi terjadi kondisi darurat sumber daya manusia (SDM) migas profesional di tubuh PT BSP. Padahal, dalam industri minyak yang merupakan proyek strategis nasional, ketersediaan SDM profesional merupakan keniscayaan.
"Oil company harusnya didukung oleh ketersediaan SDM Migas yang profesional. Sebab, sektor Migas merupakan industri padat modal yang sarat akan teknologi, pengalaman dan kehandalan. Namun, kesannya yang terjadi di PT BSP adalah darurat SDM Migas profesional. Padahal perusahaan harusnya merekrut SDM Migas profesional dalam menjalankan kegiatannya," tegas Aris.
Menurutnya, pemegang saham harus segera mengambil langkah-langkah konkret untuk membenahi PT BSP. Pembiaran yang terjadi berisiko tinggi terhadap nasib perusahaan yang ujungnya akan merugikan daerah dan negara.
"Sangat mendesak segera dilakukan evaluasi total terhadap manajemen PT BSP. Otoritas terkait juga harusnya bertindak," kata Aris.
Pipa Salur Bocor
Sebelumnya diwartakan, PT Bumi Siak Pusako (BSP) kembali mengalami gangguan produksi minyak yang serius. Belum selesai penanganan dampak kebocoran pipa dari Gathering Station (GS) Zamrud yang terjadi sejak Maret 2024 lalu, saat ini kebocoran pipa salur utama kembali terjadi di West Area Kasikan.
Kebocoran serius pada pipa salur utama di West Area Kasikan ini bahkan sudah terjadi lebih sepekan lamanya, sejak 27 Januari 2025 lalu. Dilaporkan, sampai saat ini penanganan kebocoran belum efektif dan tidak bisa ditanggulangi. Produksi minyak terganggu secara tajam, karena minyak yang dihasilkan tidak bisa dialirkan menuju Gathering Station (GS) Minas.
Bocornya pipa salur ini diduga karena high pressure pada pipa salur (shipping line), diduga penyebabnya sama dengan kejadian di GS Zamrud.
Sumber SabangMerauke News menyatakan, kebocoran pipa salur di West Area Kasikan tak hanya menyebabkan gangguan serius pada operasi dan produksi PT BSP. Namun, juga berdampak sistemik terhadap penyaluran minyak sejumlah operator minyak (KKKS) lainnya, seperti PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
"Bukan hanya PT BSP yang terdampak, tapi juga operator lain ikut kena imbas. Karena pipa salur yang bocor itu dialirkan ke GS Minas. Jadi dampaknya sistemik. Bisa dikatakan produksi jadi nol," kata sumber tersebut, Minggu (2/2/2025).
Sekretaris Perusahaan PT BSP, Ardian sejak dua hari lalu telah dikonfirmasi, namun tak memberikan respon. Sama halnya dengan Direktur PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) selalu pengelola Blok Langgak, Fuady Noor juga tidak memberikan pernyataan saat dikonfirmasi kemarin.
Akibat bocornya pipa salur utama di West Area Kasikan ini, kemungkinan minyak yang diproduksi akan diangkut menggunakan jalur darat menggunakan truk tangki (tracking) ke terminal (stockfiled). Meski demikian, untuk pengangkutan darat tersebut, PT BSP harus lebih dulu mengantongi izin dari otoritas terkait.
Rentetan Masalah Operasional PT BSP
Rentetan masalah operasional yang terus terjadi di PT Bumi Siak Pusako (BSP) telah menjadi ancaman serius terhadap pencapaian target lifting minyak nasional 2024. Kebocoran dan gagal salur minyak dari blok Coastal Plains and Pekanbaru (CPP) akibat masalah sistemik operasional, dipicu terjadinya high pressure pada pipa salur (shipping line) sejak beberapa bulan lalu.
Masalah krusial pada pipa salur dari GS Zamrud ke GS Minas sejak 2 Maret 2024 silam, hingga kini tak kunjung bisa dituntaskan. Ironisnya, saat ini penyaluran minyak melalui pipa menuju GS Minas tak bisa dilakukan. Manajemen PT BSP terpaksa mengantar minyak melalui truk tangki ke GS Minas, mirip seperti pengiriman minyak goreng.
Beragam masalah yang menerpa PT BSP ini dipastikan berdampak pada penurunan pendapatan sekaligus kerugian secara signifikan. Keuangan PT BSP pada tahun 2024, dan bila keadaan tak tertangani dengan baik, masalah finansial akan terus menghantui perusahaan. Klaim laba sebesar lebih dari Rp 400 miliar tahun 2023 lalu, terancam anjlok secara tajam.
Kini, setelah 7 bulan masalah di PT BSP terus bergulir, muncul desakan agar Menteri ESDM Bahlil Lahadalia segera memberikan atensi terhadap tata kelola yang dijalankan manajemen PT BSP. Hal itu sejalan dengan sikap tegas pemerintah terhadap operator migas yang tak menjalankan kegiatan produksi minyak secara efektif.
Minta Kementerian ESDM Evaluasi PT BSP
Sejak 9 Agustus 2022 lalu, PT BSP telah ditetapkan sebagai operator tunggal di wilayah kerja Blok CPP dengan masa konsesi hingga 2042 mendatang. Sebelumnya, Blok CPP dikelola secara bersama oleh PT Pertamina Hulu dengan PT BSP, usai konsesi PT Caltex Pacific Indonesia habis sejak 2021 silam. Keadaan yang terjadi di internal PT BSP saat ini memicu spekulasi soal kesanggupan BUMD yang saham mayoritasnya dipegang oleh Pemkab Siak ini untuk mengelola CPP Blok.
"Menteri ESDM Bahlil Lahadalia harus segera turun mengecek apa yang sesungguhnya terjadi dalam pengelolaan PT BSP. Ini sebagai pembuktian keseriusan pemerintah untuk memastikan capaian realisasi lifting minyak nasional. Karena bagaimana pun, CPP Blok ini masih sangat potensial, namun justru masalah operasional terus terjadi di PT BSP," kata seorang praktisi migas yang tak ingin disebut namanya kepada SabangMerauke News, Minggu (27/10/2024) lalu.
Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang tepat untuk melakukan audit kinerja dan audit operasional PT BSP. Sebab, pembiaran yang berlarut akan membuat nasib CPP Blok makin buruk.
SKK Migas sendiri dalam suratnya tanggal 8 Maret 2024, telah menyatakan bahwa keadaan yang terjadi di CPP Blok saat ini mempengaruhi pencapaian produksi dan lifting minyak nasional. Namun, sikap SKK Migas dinilai masih terlalu lembek terhadap PT BSP.
"SKK Migas harusnya tidak sebatas mengeluarkan surat teguran. Dalam situasi darurat saat ini, perlu intervensi yang lebih serius dari SKK Migas dan Kementerian ESDM," kata sumber tersebut.
Narasumber praktisi migas tersebut menyatakan, keadaan yang terjadi di PT BSP tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Justru pembiaran berlarut yang dilakukan Kementerian ESDM dan SKK Migas akan memicu tanda tanya publik.
"Karena potensi kerugian yang ditimbulkan bisa mencapai ratusan miliar sejak masalah ini terjadi pada Maret lalu. Kerugian ini pun memiliki potensi mengalami peningkatan. Bayangkan saja, produksi minyak Blok CPP itu berkisar 8 ribu barel per hari. Gagal salur terjadi selama hampir tiga bulan dan dilakukannya shut down sumur minyak. Itu artinya, ada potensi produksi minyak terhenti pada kisaran 800 ribu barel. Ini sangat signifikan terhadap lifting minyak nasional," katanya.
Ia juga heran dengan sikap para pemegang saham PT BSP yang terkesan diam dan cuek terhadap kondisi yang terjadi. Seharusnya, pemegang saham secara khusus Pemkab Siak segera melakukan evaluasi terhadap pimpinan PT BSP dan meminta pertanggungjawaban korporasi.
"Terus terang ini sangat aneh. Kok tidak ada orang-orang di Riau yang mengkritisi kinerja PT BSP. Pemda pemegang saham pun sepertinya tidak mau peduli dan mendiamkan kondisi ini terjadi. Pertanggungjawaban Direktur PT BSP Iskandar dan jajarannya harus segera dimintai," katanya.
PT BSP merupakan BUMD dengan kepemilikan saham dari Pemerintah Provinsi Riau sebesar 18,07%, Pemerintah Kabupaten Siak 72,29%, Pemerintah Kabupaten Kampar 6,02%, Pemerintah Kabupaten Pelalawan 2,41% dan Pemerintah Kota Pekanbaru 1,21%. (R-03)