Fakta-fakta Terdamparnya 20 WNA Bangladesh di Kepulauan Meranti yang Tempuh Jalur Gelap ke Malaysia
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Kasus terdamparnya 20 warga negara asing (WNA) asal Bangladesh di Pantai Beting Beras, Desa Kuala Merbau, Kecamatan Pulau Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, pada Selasa (4/2/2025) dini hari, semakin mengungkap fakta baru. Dari informasi yang didapatkan, para WNA ini diduga berencana menuju Malaysia melalui jalur laut ilegal di Selat Malaka.
Adapun nama-nama mereka sesuai yang tercantum di dalam passport yang dikumpulkan oleh petugas diantaranya Hossain MD Bilal, Hossen Rabbi, Bhuiyan Joni, Sohel, Ridowan Muhammad, Bashar Nurul, Day Suman, Kaias Mohammad, Hosen MD Tamim, Miah Namun, Faruk MD Adzan, Ali MD Yousuf, Rahman MD Masadur, Zaman MD Asanur, Hosain Ddower, Mohammad Taher, Mahad MD Nishat Islam, Roben MD Mahady Hasan, Hossain MD Mozaffar dan Hossen MD Sazzad.
Hasil penyelidikan mengungkap bahwa para WNA ini awalnya dijemput oleh dua tekong lokal, M Pairul warga Desa Kedabu Rapat dan Syafrizan warga Desa Melai, dari Pelabuhan Buton, Kabupaten Siak. Mereka berangkat pada Senin (3/2/2025) pukul 19.00 WIB dan tiba di Buton sekitar tengah malam untuk menjemput para WNA.
Namun, rencana perjalanan mereka ke Kedabu Rapat berujung gagal setelah speedboat yang mereka tumpangi terdampar di Pantai Beting Beras, Desa Kuala Merbau sekitar pukul 04.00 WIB setelah diterjang ombak dan angin kencang dan mengalami kerusakan parah.
Dalam pemeriksaan lebih lanjut, diketahui bahwa semua WNA ini memiliki paspor sebagai identitas resmi. Namun, akibat insiden di laut, hanya 15 paspor yang berhasil diselamatkan, sementara 5 lainnya hilang terbawa arus.
Sebelumnya Kepala Desa Kuala Merbau, Efendi membenarkan adanya puluhan WNA asal Bangladesh yang masuk ke wilayahnya. Menurutnya, begitu mendapat laporan dari masyarakat, aparat desa bersama warga segera memastikan kondisi para WNA. Termasuk juga personel dari Polsek Tebingtinggi Barat langsung mendatangi lokasi keberadaan para WNA tersebut.
"Warga kita sempat terkejut (kaget) melihat puluhan orang asing yang keluar dari dalam getah (kebun karet) secara tiba-tiba, makanya langsung diamankan warga untuk dimintai keterangan," ujar Efendi, Selasa (4/2/2025) siang.
Terungkap fakta baru. Dari informasi yang beredar, para WNA ini diduga berencana menuju Malaysia melalui jalur laut ilegal di Selat Malaka.
Selat Malaka selama ini dikenal sebagai jalur perlintasan strategis yang sering digunakan untuk penyelundupan manusia.
Jarak antara Desa Kedabu Rapat di Kepulauan Meranti dengan Malaysia tidak terlalu jauh jika ditempuh menggunakan speedboat, sehingga menjadi rute favorit bagi imigran gelap yang ingin masuk ke negeri jiran tanpa dokumen resmi.
Insiden ini menimbulkan dugaan adanya jaringan penyelundupan manusia yang beroperasi di sekitar perairan Riau. Polres Kepulauan Meranti bersama pihak terkait tengah menyelidiki apakah para tekong ini hanya bertindak sebagai pengantar atau bagian dari sindikat perdagangan manusia yang lebih besar.
Kejadian terdamparnya 20 WNA asal Bangladesh di Kepulauan Meranti juga mengungkap fakta mencengangkan. Dari informasi yang dikumpulkan, dua tekong yang membawa mereka ternyata merupakan pemain lama yang sudah sering mengantarkan pekerja migran ilegal ke Malaysia melalui jalur laut ilegal di Selat Malaka.
Peristiwa ini menjadi peringatan bahwa jalur penyelundupan tenaga kerja ilegal ke negeri jiran masih marak digunakan. Kepulauan Meranti, dengan posisinya yang strategis di perbatasan laut, menjadi salah satu titik transit favorit bagi jaringan penyelundupan manusia.
Kapal yang mengangkut para WNA Bangladesh ini terbalik dalam perjalanan karena ukurannya yang kecil dan kelebihan muatan. Kapal tersebut hanya dilengkapi dua unit mesin berkekuatan 40 PK, yang tidak cukup kuat untuk menahan beban penumpang yang berlebihan.
Namun, fakta mengejutkan terungkap setelah aparat kepolisian memeriksa kapal yang terbalik itu. Bangkai kapal ditemukan masih dalam keadaan terlungkup, tetapi kedua mesinnya telah hilang. Hilangnya mesin ini memunculkan dugaan adanya pihak lain yang mengambilnya, mungkin untuk menghilangkan jejak atau menghindari penyelidikan lebih lanjut.
Sebanyak 20 WNA tersebut akhirnya dijemput menggunakan Kapal Patroli Imigrasi Selatpanjang, Bhumi Pura Kstarian. Operasi penyelamatan ini melibatkan berbagai pihak, di antaranya: Kapolsek Tebingtinggi Barat, Iptu Iskandar Novianto, Kasat Polairud, Iptu Imbang Perdana, SH, MH, Kanit Gakkum Satpol Air, Ipda Andi Purba, SE, MH, Kepala Satuan Reserse Kriminal (Reskrim), Iptu Yohn Mabel, SIk, KBO Reserse Intelkam, Ipda Masa Surya dan personel dari Reserse Kriminal, Polairud, serta petugas Kantor Imigrasi Selatpanjang
Penjemputan ini dilakukan untuk memastikan keselamatan para WNA sekaligus menindaklanjuti proses hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam aksi penyelundupan ini.
Terdamparnya para pencari suaka asal Bangladesh ini menjadi bukti bahwa penyelundupan manusia masih menjadi ancaman di perairan Selat Malaka. Aparat berwenang kini bekerja keras untuk memastikan jalur gelap ini bisa ditekan seminimal mungkin.
Tekong yang bertanggung jawab dalam aksi ini telah diidentifikasi, dan langkah hukum terhadap mereka sedang diproses. Pihak kepolisian dan imigrasi pun meningkatkan patroli di jalur perbatasan laut untuk mencegah peristiwa serupa terulang.
Selain itu, kerja sama antara aparat keamanan, masyarakat, dan pemerintah sangat diperlukan agar Kepulauan Meranti tidak menjadi titik transit utama bagi jaringan penyelundupan manusia ke Malaysia.
Diantara 20 WNA asal Bangladesh yang terdampar di Pantai Beting Beras itu, Hossen MD Sazzad menjadi salah satu sosok yang menarik perhatian. Berbeda dengan rekan-rekannya, ia masih bisa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Saat diwawancarai, Sazzad mengungkapkan bahwa dirinya telah lama berada di Indonesia sebelum akhirnya berusaha menyeberang ke Malaysia melalui jalur ilegal.
Menurut pengakuannya, Sazzad bersama teman-temannya awalnya terbang dari Bangladesh menuju Bandara Kuala Namu, Medan, lalu melanjutkan perjalanan ke Jakarta. Namun, ia enggan mengungkapkan alasan pasti mengapa dirinya kemudian berpindah ke Provinsi Riau, khususnya di Kabupaten Kampar, di mana ia sempat bekerja sebagai kuli bangunan.
"Awalnya saya bisa bekerja di Kampar, tapi sekarang pekerjaan sulit didapat. Uang pun semakin menipis," ungkapnya.
Dalam kondisi keuangan yang semakin kritis, Sazzad akhirnya mendapat tawaran dari seseorang yang disebutnya sebagai agen. Orang ini menjanjikan perjalanan menuju Malaysia dengan tarif yang bervariasi, mulai dari Rp 2 juta hingga Rp 5 juta per orang.
"Saya ingin ke Malaysia karena di sini sudah tidak ada pekerjaan. Saya hanya ingin mencari penghidupan yang lebih baik," ujarnya.
Namun, perjalanan yang diimpikannya berakhir tragis. Speedboat yang ditumpanginya kandas di perairan Kuala Merbau, Kepulauan Meranti, dan mereka pun terdampar tanpa tujuan.
Sebanyak 20 WNA itu asal Bangladesh yang terdampar di Pantai Beting Beras, itu akhirnya dibawa ke Kantor Imigrasi Selatpanjang.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Selatpanjang yang baru, Putu Sonny Kharmawi Guna, menyatakan bahwa untuk sementara waktu, para WNA tersebut akan dititipkan di Lapas Selatpanjang sambil menunggu keputusan lebih lanjut dari pihak berwenang yakni Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Riau.
Nasib mereka kini berada di tangan pemerintah, apakah akan segera dipulangkan ke negara asal atau menjalani proses hukum di Indonesia.
Sebelumnya Kapolres Kepulauan Meranti, AKBP Kurnia Setyawan, SH., S.I.K, melalui Kapolsek Tebingtinggi Barat, Iptu Iskandar Novianto, mengatakan bahwa ini merupakan kejadian pertama kali WNA dalam jumlah ramai terdampar di Kepulauan Meranti.
Dari hasil pemeriksaan awal, tidak ditemukan perempuan atau anak-anak di antara para WNA tersebut, berbeda dengan kasus serupa di daerah lain. Semua yang terdampar adalah laki-laki dewasa, diduga kuat sebagai pencari suaka atau pekerja migran ilegal yang hendak menyeberang ke Malaysia.
Iptu Iskandar Novianto menegaskan bahwa pihak kepolisian akan mendalami lebih lanjut siapa pihak yang bertanggung jawab dalam penyelundupan ini.
"Para WNA ini memiliki paspor, namun dalam perjalanan sebagian dokumen mereka hilang akibat insiden di laut. Kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait motif dan tujuan mereka sebenarnya," ujar Iptu Iskandar.
Dengan diserahkannya kasus ini ke Kantor Imigrasi Selatpanjang, proses hukum para WNA ini akan bergantung pada kebijakan imigrasi dan hukum yang berlaku di Indonesia. Aparat kini juga sedang menyelidiki dugaan jaringan perdagangan manusia yang memanfaatkan jalur laut Kepulauan Meranti sebagai rute menuju Malaysia. (R-01)