RSPO Nyatakan PTPN V Melanggar Prinsip dan Kriteria RSPO 2018, Kopsa-M di Kampar Gagal Miliki Kebun Sawit Bahkan Terlilit Hutang
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Panel Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) ternyata telah mengeluarkan keputusan terkait pengaduan petani yang tergabung dalam Koperasi Sawit Makmur (Kopsa-M) di Kabupaten Kampar, Riau terhadap PTP Nusantara V. Pengaduan Kopsa-M yang resmi diajukan pada 4 Maret 2022 silam, telah diputus panel RSPO pada 31 Mei 2024 lalu, atau setelah lebih dua tahun lamanya proses bergulir di RSPO.
Dalam keputusannya, panel RSPO menyatakan kalau PTPN V yang kini berubah nama menjadi PTPN IV Regional 3, telah melanggar prinsip dan kriteria RSPO 2018 ikhwal pelaksanaan kerjasama kemitraan pola KKPA yang dilakukan dengan Kopsa-M.
BERITA TERKAIT: PTPN IV Gugat Petani Sawit di Kampar Rp 140 Miliar, Pengacara Armilis: Justru Mereka Hendak Merampas Tanah Masyarakat!
Adapun Kopsa-M sejak dua tahun lalu, pun telah berubah nama menjadi Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (Koppsa-M), sejak pergantian kepengurusan yang mendepak Anthony Hamzah dari posisi ketua.
Pengaduan ke RSPO ini disampaikan saat Kopsa-M dipimpin oleh Anthony Hamzah. Belakangan Anthony Hamzah dijatuhi pidana penjara dalam kasus pengrusakan camp PT Langgam Harmuni yang diklaim Kopsa-M telah menguasai sebagian areal KKPA kebun masyarakat yang dikerjasamakan dengan PTPN V.
Keputusan panel RSPO ini disampaikan dalam sepucuk surat dengan nomor referensi pengaduan RSPO/2022/03/CP tertanggal 31 Mei 2024. Surat itu ditujukan kepada para pihak yang berkepentingan dengan identitas tetap dirahasiakan sehubungan dengan permintaan pemohon untuk perlindungan identitas. PTPN V teregister mengantongi nomor keanggotaan RSPO:1-0030-06-000-00.
BERITA TERKAIT: Inilah Isi Gugatan PTPN IV yang Minta Petani Koperasi Sawit di Kampar Bayar Rp 140 Miliar
Sebelumnya media ini pada 2022 akhir pernah mewartakan PT. Perkebunan Nusantara V dilaporkan ke RSPO terkait konflik dengan Kopsa M di Kampar. Informasi adanya pengaduan terhadap PTP Nusantara V tersebut diunggah lewat kanal pengaduan di situs RSPO.
Dalam ringkasan latar belakang aduannya, RSPO mengompilasi 3 substansi pengaduan yang disampaikan terhadap PTP Nusantara V sebagai pihak termohon.
Pertama, termohon PTP Nusantara V diduga menguasai beberapa objek lahan Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) secara tidak sah, serta melanggar perjanjian KKPA.
Kedua, PTP Nusantara V diduga melakukan penggelapan dana dan penipuan pembangunan perkebunan kelapa sawit.
Ketiga, PTP Nusantara V diduga melanggar kesepakatan terkait penjualan buah kelapa sawit petani yang seharusnya dibayarkan kepada pihak KKPA (pelapor) untuk dibagikan kepada anggotanya. Termasuk juga praktik dugaan penggunaan dana talangan yang tidak sah.
Dalam putusan panel, RSPO mengeluarkan pendapat atas 3 aduan dari pemohon. Dari 3 pokok aduan tersebut, panel RSPO menetapkan hanya satu aduan yang terbukti, yakni pada pokok aduan kedua. Sementara terhadap dua aduan lainnya, panel RSPO menyatakan tidak dapat diterima.
"CP berpendapat bahwa Termohon (PTPN V) telah gagal menunjukkan transparansi dan keadilan kepada Pemohon (Kopsa-M) sebagai mitra plasma yang menyebabkan para petani yang menjadi anggota Pemohon, tidak mendapatkan kebun yang baik dan layak, bahkan memiliki hutang kepada bank dan Termohon," demikian isi surat Panel RSPO dilihat SabangMerauke News, Senin (3/2/2025).
Sebagai informasi, CP adalah sebutan untuk panel pengaduan RSPO.
Dengan terbuktinya aduan kedua tersebut, Panel RSPO berkesimpulan bahwa PTPN V telah melanggar Prinsip dan Kriteria RSPO 2018, secara khusus pada Kriteria 5.1 yang berbunyi "Unit sertifikasi berhubungan dengan semua petani (petani mandiri dan petani plasma) dan semua pelaku usaha setempat lainnya secara adil dan transparan".
Berikut isi lengkap pendapat Panel RSPO terhadap pengaduan Kopsa-M:
Tuduhan 1: Bahwa Termohon diduga melakukan penguasaan secara tidak sah terhadap beberapa objek (kebun sawit) KKPA (Kredit Koperasi Anggota Utama), serta melanggar perjanjian KKPA. Pemohon menuduh bahwa Termohon secara tidak sah telah mengalihkan kepemilikan hampir 600 ha kebun sawit Pemohon yang dibangun dengan dana kredit, kepada pihak ketiga.
Berdasarkan analisis komprehensif terhadap klaim Pemohon beserta bukti-bukti pendukungnya, tanggapan dari Termohon, Laporan Audit Khusus, serta verifikasi peta dari Unit GIS RSPO, CP berpendapat bahwa:
1) telah terjadi pengalihan sebagian hak atas tanah, yang semula dimiliki oleh anggota Koperasi, kepada perusahaan swasta; namun
2) tidak terdapat bukti yang cukup untuk membuktikan bahwa pengalihan dimaksud dilakukan oleh Termohon. Sebaliknya, terdapat indikasi bahwa pengalihan dimaksud dilakukan oleh manajemen koperasi sebelumnya. Dengan demikian, tuduhan ini tidak dapat diterima.
Tuduhan 2: Bahwa Termohon diduga melakukan penggelapan dana dan penipuan dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit.
Berdasarkan analisis yang komprehensif terhadap klaim Pemohon, tanggapan Termohon, Laporan Audit Khusus serta bukti-bukti pendukung lainnya, termasuk namun tidak terbatas pada:
(1) Perjanjian antara koperasi dan bank;
(2) Perjanjian antara Termohon dan bank;
(3) Perjanjian antara Termohon dan koperasi; dan
(4) Laporan Penilaian Fisik Perkebunan oleh Dinas Perkebunan Kabupaten Kampar.
CP berpendapat bahwa:
(1) Termohon adalah pihak yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk menerima dan mengelola dana pinjaman dari bank, untuk membangun perkebunan sawit bagi Pemohon;
(2) Termohon telah gagal membangun perkebunan sawit, sebagaimana telah diverifikasi oleh pemerintah daerah pada tahun 2017;
(3) Termohon, sebagai penjamin (avalis), memang mengambil alih tanggung jawab Pemohon untuk membayar pinjaman kepada bank. Namun, Termohon masih membebankan pembayaran kembali kepada koperasi; dan
(4) Koperasi tidak hanya gagal memiliki kebun sawit produktif seperti yang telah dijanjikan, namun juga terlilit hutang karena masih harus membayar sisa pinjaman kepada bank dan membayar kembali dana jaminan kepada Termohon.
Berdasarkan hal-hal di atas, CP berpendapat bahwa Termohon telah gagal menunjukkan transparansi dan keadilan kepada Pemohon sebagai mitra plasma yang menyebabkan para petani yang menjadi anggota Pemohon, tidak mendapatkan kebun yang baik dan layak, bahkan memiliki hutang kepada bank dan Termohon.
Oleh karenanya, Panel Pengaduan berkesimpulan bahwa Termohon telah melanggar Prinsip & Kriteria RSPO 2018, terutama Kriteria 5.1: Unit sertifikasi berhubungan dengan semua petani (Petani Mandiri dan Petani Plasma) dan semua pelaku usaha setempat lainnya secara adil dan transparan. Dengan demikian, tuduhan ini dinyatakan terbukti.
Sebagai informasi, saat ini PTPN V yang berubah nama menjadi PTPN IV Regional 3 sedang menggugat Koppsa-M senilai Rp 140 miliar atas klaim hutang yang dibebankan kepada koperasi. Dalam petitum gugatannya di Pengadilan Negeri (PN) Bangkinang, perusahaan juga mengajukan hak jual terhadap terhadap sertifikat hak milik (SHM) kebun sawit masyarakat.
CP juga berpendapat bahwa tuduhan-tuduhan terkait penggelapan dana dan penipuan merupakan tuduhan yang seyogianya diajukan kepada Pengadilan yang memiliki kewenangan untuk itu. Sistem Pengaduan RSPO tidak memiliki yurisdiksi atas permasalahan tersebut dan menyerahkan permasalahanpermasalahan hukum tersebut kepada kebijaksanaan Pengadilan.
Tuduhan 3: Bahwa Termohon diduga melanggar kesepakatan terkait penjualan buah petani yang seharusnya disalurkan melalui Pemohon untuk dibagikan kepada anggotanya, serta dana talangan ilegal.
Berdasarkan analisis yang komprehensif terhadap klaim Pemohon beserta buktibuktipendukungnya, tanggapan dari Termohon, serta Laporan Audit Khusus, CP berpendapat bahwa tuduhan ini merupakan masalah administrasi perbankan, di mana pihak-pihak yang berkepentingan untuk menandatangani cek tersebut tidak dapat dihadirkan. Baik Pemohon maupun Termohon sama-sama menunjukkan lemahnya tata kelola perusahaan yang baik dan tanggung jawab mereka dalam mengelola bisnis dan kemitraan.
Selain itu, CP juga berpendapat bahwa masalah "legitimasi" yang menyebabkan perselisihan antara Pemohon (yang mengklaim sebagai manajemen koperasi yang sah) dan manajemen koperasi yang baru (yaitu entitas yang diakui oleh Termohon sebagai manajemen yang sah), merupakan masalah yang harus diselesaikan secara hukum dan diputuskan oleh Pengadilan yang memiliki kewenangan untuk itu. Sistem Pengaduan RSPO tidak memiliki yurisdiksi atas permasalahan ini dan menyerahkan permasalahan-permasalahan hukum tersebut kepada kebijaksanaan Pengadilan. Dengan demikian, tuduhan ini tidak dapat diterima.
Dalam poin lainnya, CP RSPO kembali mengeluarkan arahan terkait dengan tuduhan nomor dua yang dinyatakan telah terbukti. Ada 7 arahan yang dikeluarkan yang mengkhususkan terkait tuduhan nomor 2. Berikut arahannya:
a) Termohon harus bekerja sama dengan Pemohon, manajemen dan anggota koperasi, untuk mengembangkan rencana kerja dengan jadwal yang jelas untuk membenahi dampak dari pelanggaran tersebut serta menggali solusi yang dapat diterima semua pihak;
b) Sekretariat akan memantau kemajuan pengembangan rencana kerja dimaksud setiap bulan dan melaporkan hal tersebut kepada CP;
c) rencana kerja ini harus diserahkan untuk mendapatkan persetujuan CP dalam waktu tiga (3) bulan sejak tanggal dikeluarkannya surat keputusan ini;
d) Dalam menyusun rencana kerja, para pihak diperkenankan secara bersama-sama menggunakan jasa mediator DSF RSPO guna membantu mereka dalam menyusun rencana kerja dimaksud. Para pihak juga bebas untuk menunjuk fasilitator/ mediator/ konsultan lain jika diperlukan;
e) Sekretariat akan memantau pelaksanaan rencana kerja dimaksud untuk jangka waktu enam (6) bulan setelah CP mengesahkan rencana kerja tersebut dan akan melaporkan perkembangannya sebagai bahan pertimbangan dan keputusan lebih lanjut oleh CP;
f) Sekretariat melalui Unit Sertifikasi harus menginformasikan kepada Badan Sertifikasi terkait, untuk secara khusus memasukkan perkembangan pelaksanaan rencana kerja dimaksud (setelah disahkan oleh CP), dalam laporan audit mereka; dan
g) Harap diperhatikan, dalam hal terjadi kegagalan dalam memenuhi arahan (a) dan (c) di atas, CP berhak untuk melanjutkan kewenangan yang dimilikinya sebagaimana diatur dalam Prosedur Pengaduan dan Banding 2017.
Putusan panel RSPO ini membuka ruang banding bagi pihak yang keberatan. Disebutkan bagi pihak yang keberatan diperkenankan mengajukan banding kepada sekretariat RSPO dalam waktu 60 hari kerja sejak penerimaan surat keputusan ini.
PTPN V Ajukan Banding?
PTP Nusantara V yang kini berubah nama menjadi PTPN IV Regional 3 mengklaim telah mengajukan banding atas keputusan panel RSPO tersebut.
GM Distrik Petani PTPN IV Regional 3, Ferry P Lubis mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan memori banding.
“Kita ada memori banding,” kata Ferry P Lubis kepada SabangMerauke News, Senin (3/2/2025).
Saat ditanya kapan memori bandingnya diajukan, Ferry mengaku belum mendapatkan informasi lebih akurat lantaran saat ini dirinya sedang berada dilapangan.
“Waduh, saya cari info dulu ya. Saya lagi di lapangan,” pungkasnya.
Humas PTPN IV Regional 3, Anggi menyatakan pihaknya telah memberikan penjelasan secara komprehensif dalam banding yang diajukan.
"Kita sudah sampaikan penjelasan secara komprehensif dalam banding," terang Anggi.
RSPO adalah organisasi internasional yang merupakan inisiatif dari multistakeholder untuk patuh terhadap prinsip dan kriteria tertentu yang diadopsi dari millenium development goals (MDGs) dalam melakukan proses produksi dan penggunaan minyak kelapa sawit.
Tidak hanya berkaitan dengan kegiatan pokok perkebunan dan industri kelapa sawit, namun hubungan supply chain yang sehat juga menjadi salah satu objek dan kriteria yang patut dipedomani oleh anggota dan pemegang sertifikat RSPO.
Para anggota dan pemegang sertifikat RSPO yang melanggar aturan, akan mendapat sanksi maupun penalti. Yang lebih parah, blacklist RSPO akan berdampak pada kebijakan dan sikap pasar terhadap produk kelapa sawit yang dihasilkan perusahaan pelanggar pedoman RSPO. (R-03/KB-03/Radinal)