Hari Ketiga Perayaan Imlek 2025 di Selatpanjang Dikunjungi 27.204 Orang, Perputaran Uang Dikalkulasi Mencapai Rp 52 Miliar
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Dampak perayaan Imlek dan Festival Perang Air (Cian Cui) bagi Kepulauan Meranti dirasakan sangat besar, baik dari sisi budaya maupun ekonomi. Festival ini tidak hanya menjadi ajang kebersamaan bagi masyarakat Tionghoa yang merayakan Imlek, tetapi juga menarik perhatian wisatawan domestik dan mancanegara, sehingga memberikan dampak ekonomi yang luar biasa bagi daerah tersebut.
Pergerakan puluhan ribu penumpang yang memadati Pelabuhan Tanjung Harapan menunjukkan betapa besarnya antusiasme masyarakat untuk kembali ke kampung halaman atau berwisata ke Selatpanjang. Lonjakan kunjungan ini tidak hanya meningkatkan mobilitas, tetapi juga membawa keuntungan besar bagi sektor transportasi, penginapan, rumah makan, dan industri kreatif lainnya.
Tak pelak, dalam seminggu jelang perayaan Imlek hingga hari ketiga menjadi waktu tersibuk arus mudik di Pelabuhan Tanjung Harapan Selatpanjang. Puluhan ribu memadati kapal yang menjadi satu satunya moda transportasi menuju ibukota Kabupaten Kepulauan Meranti itu.
Saat ini Kota Selatpanjang menjadi pusat perhatian dengan lonjakan jumlah kunjungan wisatawan yang signifikan. Peningkatan ini terlihat jelas di Pelabuhan Tanjung Harapan, yang menjadi pintu masuk utama ke kota tersebut.
Berdasarkan data dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Selatpanjang, sebanyak 27.204 penumpang tercatat menggunakan layanan pelabuhan sejak H-7 pada 22 Januari hingga H+3 pada 31 Januari 2025. Dari jumlah tersebut, 9.764 penumpang berangkat meninggalkan Selatpanjang, sementara 17.440 penumpang yang terdiri dari warga Tionghoa yang pulang kampung dan wisatawan tiba di kota tersebut melalui 503 keberangkatan kapal.
Ade Kurniawan, Petugas Lalu Lintas Angkutan Laut dan Kepelabuhan KSOP Selatpanjang, menjelaskan bahwa peningkatan ini jauh di atas rata-rata hari biasa, yang biasanya hanya mencapai 1.000 penumpang per hari. "Artinya sejak beberapa hari yang lalu, jumlah kunjungan maupun keberangkatan dari pelabuhan naik signifikan jelang perayaan Imlek ini," ujar Ade.
Puncak kedatangan penumpang terjadi pada 26 Januari 2025, dengan total 3.536 orang. Sebanyak 1.057 penumpang tercatat berangkat dari pelabuhan, sementara 2.479 orang tiba di Selatpanjang. Ade juga menyebutkan bahwa jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, terjadi lonjakan penumpang yang signifikan.
Bila dibandingkan tahun lalu menjelang Imlek, terjadi pertumbuhan penumpang yang datang sebesar 80 hingga 100 persen, sementara penumpang yang berangkat bertumbuh sekitar 60 hingga 80 persen," jelasnya.
Kepala Disporapar Kepulauan Meranti, Eri Suhairi, menekankan bahwa Festival Perang Air bukan sekadar tradisi, tetapi telah berkembang menjadi ikon wisata yang membanggakan. Dengan asal-usulnya yang berakar pada tradisi Idul Fitri dan kemudian berkembang dalam perayaan Imlek, festival ini mencerminkan bagaimana budaya lokal bisa bertransformasi menjadi daya tarik wisata yang unik.
"Festival Perang Air ini sudah dikenal sejak dahulu oleh masyarakat Meranti. Tradisi ini awalnya digunakan untuk mengekspresikan kegembiraan saat Idul Fitri melalui siram-siraman air, dan kini masyarakat Tionghoa kembali menyemarakkan tradisi tersebut sebagai Cian Cui bertepatan dengan perayaan Imlek," jelasnya
Eri juga menekankan bahwa Festival Perang Air tidak terkait dengan ritual keagamaan, melainkan lahir dari kearifan lokal yang diwariskan sejak puluhan tahun lalu. Tradisi ini kemudian dikemas secara unik oleh masyarakat Tionghoa, menjadikannya sebuah festival yang ikonik.
Selain menjadi ajang budaya, Festival Perang Air juga memberikan dampak ekonomi yang luar biasa bagi masyarakat setempat. Eri Suhairi mengungkapkan bahwa perputaran uang selama festival sangat tinggi.
Disebutkan, jika seorang wisatawan membelanjakan uangnya sebesar Rp 3 juta, maka dengan jumlah wisatawan dan warga Tionghoa yang balik kampung tahun ini sebanyak 17.440 orang, maka perputaran uang mencapai Rp 52.320.000.000. (R-01)