Sedihnya Alumni IPDN Jadi Tukang Semir Sepatu Bupati, Mendagri Kena Semprot DPR
SabangMerauke News - Komisi II DPR mendapatkan temuan serius terkait lulusan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN). Tak disangka para Praja Muda yang telah mengenyam pendidikan untuk persiapan kader pemerintah itu justru bekerja dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) yang berbeda.
Memang mereka ditempatkan sebagai ajudan bupati. Tapi di sisi lain, para alumni tersebut justru ditugaskan untuk angkat sepatu, bahkan menyemir.
Selain itu, temuan anggaran konsumsi pun lebih rendah atau berbanding jauh dengan akademi pemerintahan lain. Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang menyampaikan temuan tersebut dan meminta ada penyetaraan yang adil.
Simak ulasan selengkapnya berikut ini, seperti dihimpun dari berbagai sumber, Kamis (7/4/2022).
Makanan di IPDN Terlalu Sederhana
Wakil Ketua Komisi II DPR, Junimart Girsang menyampaikan temuan tersebut dalam rapat kerja bersama Menteri Dalam Negeri Indonesia Jenderal Polisi (Purn.) Tito Karnavian, Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP), serta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP).
Perguruan Tinggi Kedinasan ini memang terkenal akan ketegasan peraturannya, bahkan mungkin menyerupai pendidikan calon abdi negara. Bahkan untuk urusan makan, peserta didik harus disiplin dengan waktu.
Tapi, ada hal yang tak boleh diabaikan. Junimart begitu menyayangkan adanya temuan terkait anggaran untuk konsumsi di IPDN. Makanan yang terlalu sederhana. Ia lantas mengaku telah membuktikannya dengan berkunjung ke asrama di IPDN.
"Saya enggak tahu apakah Praja Muda ini benar-benar siap tempur pak. Kenapa demikian, karena kalau melihat makanannya pak. Wallahualam. Kami juga sudah ikut makan dengan Praja di sana, lonceng lima menit berhenti. Makanannya super duper sederhana," kata Junimart.
Anggaran Konsumsi Berada di Bawah Rata-Rata
Bahkan khusus IPDN sendiri dana yang digelontorkan hampir setengah dari yang diterima oleh akademi pemerintah lainnya.
"Ketika kita tanya anggaran, jauh di bawah rata-rata. Kalau di akademi lain, mungkin sudah lebih dari 60 ribu. Tetapi kalau di IPDN itu, kalau enggak salah, mohon dikoreksi, di bawah 30 ribu. Sudah naik jadi 40 ribu dari tahun sebelumnya, dari kunjungan kami sebelumnya," papar Junimart.
Menurut Junimart, ini menjadi hal yang tak patut disepelekan dan perlunya penyamarataan. Karena bisa memperkuat kondisi para siswa IPDN selama mengenyam pendidikan. Apalagi selisih dengan anggaran di Akademi Kepolisian yang lebih besar.
"Mestinya kan bisa disesuaikan pak. Minimal sama dengan, pak Menteri ini kan guru komandan dari Polri. Bapak tahu Akpol makannya bisa 70 atau 80. Ya kalau bisa disamakanlah. Ini sangat perlu pak, dalam rangka membuat kuat Praja Muda ini. Setelah keluar jadinya melemah," imbuhnya.
Alumni IPDN jadi Angkat-Angkat Sepatu
Kasus yang tak kalah mengejutkan mengenai para lulusan IPDN. Tak sedikit dari mereka ditempatkan sebagai ajudan para bupati.
Tapi mirisnya, justru mereka acap kali ditugaskan untuk mengambilkan sepatu. Hal ini dinilai tak sesuai dengan tupoksi dan pekerjaan yang layak.
"Menyangkut para Praja Muda ini pak, tolong dibuat suatu regulasi supaya para alumni IPDN ditempatkan yang selayaknya. Mereka dididik lebih kurang tiga tahun. Tapi ketika selesai, jadi ajudan bupati yang angkat-angkat sepatu. Ini di depan mata saya," terang Junimart.
Sekolah Kedinasan, Lulus jadi Tukang Bawa Sepatu
Sejatinya alumni IPDN diharapkan menjadi calon ASN dan PNS atau birokrat, seseorang yang bekerja pada lembaga pemerintah. Sistem otoritas yang sudah ada sejak lama.
Tapi kini justru lulusan IPDN tak bekerja di bidang tersebut. Lantas seakan jadi orang suruhan, termasuk mengambilkan sepatu hingga menyemir.
"Di mana alumni IPDN itu diperintah oleh bupati mengambilkan sepatu, yang tak pernah sebagai birokrat. Mungkin lebih dari itu, menyemir sepatu. Ini kan miris. Mereka sekolah kepemimpinan negara. Ketika selesai, menjadi ajudan dan tidak sesuai tupoksi ajudannya, disuruh bawa-bawa sepatu," pungkasnya. (*)