Nostalgia di Selatpanjang, Kombes Pol Zahwani Pandra Langsung Terjun, Ikut Seru-Seruan di Perang Air Tanpa Ganti Seragam
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Untuk kesekian kalinya, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad kembali menginjakkan kaki di Kota Selatpanjang, Kabupaten Kepulauan Meranti. Kedatangannya kali ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, bertepatan dengan perayaan Imlek, dimana ia diundang secara khusus sebagai tamu kehormatan.
Pandra, yang saat ini menjabat sebagai Kabid Humas Polda Kepri, memiliki sejarah panjang dengan Kepulauan Meranti. Ia adalah Kapolres pertama di Kabupaten Kepulauan Meranti, dan menjadi salah satu pencetus nama Cian Cui untuk menyebut tradisi Perang Air di Selatpanjang. Bersama dengan Uyung Salis (Ketua PHRI pada masanya), Ismail Arsyad (Sekretaris Disparpora saat itu), serta beberapa tokoh lainnya, ia merumuskan nama yang kini menjadi ikon wisata tahunan di Kepulauan Meranti.
Tak heran, meski sudah lama tidak bertugas di Selatpanjang, Pandra masih sering diundang untuk hadir setiap kali Imlek. Baginya, Kepulauan Meranti bukan sekadar tempat bertugas, melainkan rumah kedua yang penuh kenangan.
Disambut Meriah, Langsung Terjun ke Perang Air
Rabu (29/1/2025) sore, Pandra tiba di Pelabuhan Tanjung Harapan, Selatpanjang dan disambut dengan atraksi Barongsai yang meriah. Tak menunggu lama, sekitar pukul 16.00 WIB, ia langsung terjun ke dalam kemeriahan Festival Perang Air, tanpa mengganti seragam kebanggaannya.
"Alhamdulillah tiba di Selatpanjang dan disambut teman-teman," ungkapnya dengan senyum khas yang tak asing bagi masyarakat setempat.
Selama tiga tahun bertugas di Kepulauan Meranti, Pandra mengaku memiliki kedekatan emosional yang kuat dengan daerah ini.
"Benar, waktu begitu cepat berlalu. Di mana pun saya bertugas, saya tetap ingat Meranti. Sudah lama saya meninggalkan kabupaten tercinta ini, tetapi kebahagiaan besar bersama tokoh agama, tokoh masyarakat, dan warga Meranti tidak akan pernah saya lupakan," ujar Pandra.
Kedatangannya kali ini bukan sekadar nostalgia, tetapi juga menjadi bukti bahwa hubungan erat antara dirinya dan masyarakat Meranti tetap terjalin kuat.
Festival Perang Air: Tradisi Unik yang Mendunia
Festival Perang Air atau Cian Cui kini telah menjadi daya tarik utama bagi wisatawan domestik maupun mancanegara. Tidak hanya masyarakat Riau, pengunjung juga datang dari berbagai provinsi di Indonesia, bahkan dari luar negeri seperti Tiongkok, Malaysia, Singapura, dan Australia.
Perayaan Imlek di Selatpanjang memiliki ciri khas unik yang membedakannya dari kota lain di Indonesia. Keunikan ini menjadi daya tarik tersendiri, mengundang ribuan wisatawan setiap tahunnya.
Selama enam hari berturut-turut, mulai pukul 16.00 WIB hingga 18.00 WIB, masyarakat tumpah ruah di jalanan untuk saling menyiram air dalam suasana yang penuh kegembiraan. Jalur Perang Air yang telah ditentukan meliputi Jalan Kartini, Jalan Imam Bonjol, Jalan Tebingtinggi, dan Jalan Diponegoro.
Sepanjang rute ini, masyarakat yang berdiri di tepi jalan menyiapkan drum dan ember berisi air untuk menyiram peserta. Sementara itu, peserta yang menggunakan becak motor atau sepeda motor juga dipersenjatai dengan pistol air, gayung, dan ember untuk saling serang dengan air.
Menariknya, becak motor khas Meranti menjadi kendaraan utama dalam festival ini, memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi para pengemudi becak. Seorang tukang becak, Syafrizal, mengungkapkan bahwa saat perayaan Imlek, penghasilannya meningkat drastis.
"Biasanya, mendapatkan Rp50 ribu sehari saja susah. Tapi selama Imlek, saya bisa meraup keuntungan hingga Rp500 ribu per hari," ujarnya.
Festival Perang Air tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga membawa dampak ekonomi yang luar biasa bagi Kepulauan Meranti. Selama perayaan Imlek, seluruh kamar hotel di Selatpanjang penuh dipesan, sementara restoran dan pedagang makanan mencatat lonjakan penjualan yang signifikan.
"Momentum Imlek berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia. Keunikannya membuat turis berdatangan dan memberikan kontribusi besar terhadap perputaran uang di Meranti," kata seorang pengusaha hotel di Selatpanjang.
Menurut Kepala Disporapar Kepulauan Meranti, Eri Suhairi, setiap tahun saat perayaan Imlek dan Festival Perang Air, puluhan ribu wisatawan masuk ke Kota Selatpanjang. Dari catatan dinasnya, mereka berasal dari berbagai daerah di Indonesia serta negara-negara seperti Tiongkok, Malaysia, dan Singapura.
"Perputaran uang saat Festival Perang Air sangat tinggi, sehingga sangat membantu perekonomian masyarakat setempat," ujar Eri.
Dikalkulasikan, jika seorang wisatawan membelanjakan rata-rata Rp3 juta, maka dengan jumlah wisatawan dan warga yang pulang kampung sebanyak 11.191 orang, total perputaran uang mencapai Rp33,57 miliar selama festival berlangsung.
Sebagai salah satu festival terbesar di Kepulauan Meranti, Perang Air kini sudah dikenal luas sebagai warisan budaya yang unik. Namun, meski sudah mendunia, festival ini belum terdaftar secara resmi di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad berharap, dengan perhatian dan dukungan dari pemerintah pusat, festival ini bisa semakin berkembang dan diakui secara nasional sebagai ikon wisata unggulan Indonesia.
"Festival Perang Air adalah contoh nyata bagaimana tradisi lokal bisa menjadi magnet wisata yang menggerakkan ekonomi kerakyatan dan memperkenalkan budaya Meranti ke dunia luar. Saya berharap event ini semakin berkembang dan mendapat dukungan lebih luas," tutupnya.
Dengan keberagaman dan kegembiraan yang dihadirkannya, Festival Perang Air di Kepulauan Meranti bukan sekadar perayaan, melainkan juga bukti nyata keharmonisan lintas budaya dan kekuatan ekonomi berbasis tradisi. (R-01)