Kasus Korupsi Dana Hibah, Kejaksaan Teliti Berkas Perkara Eks Ketua PMI Riau Syahril Abu Bakar
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Jaksa Peneliti pada Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau meneliti berkas perkara dugaan korupsi dana hibah di Palang Merah Indonesia (PMI) Riau tahun anggaran 2019-2022.
Penelitian dilakukan setelah Jaksa Peneliti menerima pelimpahan berkas perkara dengan tersangka mantan Ketua PMI Riau, Syahril Abu Bakar dan bendahara, Rambun Pamenan dari Jaksa Penyidik pada, Selasa (21/1/2025).
"Kasus PMI saat ini masih tahap I. Penelitian berkas perkara oleh Jaksa Peneliti," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau Zikrullah, Jumat (24/1/2025).
Zikrullah menjelaskan, Jaksa Peneliti akan memeriksa kelengkapan dari berkas perkara. Jika masih kurang lengkap, maka berkas dikembalikan kepada penyidik untuk dilengkapi.
Jika berkas perkara telah lengkap, Jaksa Peneliti memberikan kode perkara P21, Artinya, perkara itu diproses tahap II, yakni pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Syahril Abu Bakar dan Rambun Pamenan ditetapkan sebagai tersangka pada Senin, 9 Desember 2024. Saat itu, Rambun langsung ditahan sedangkan Syahril mangkir dari panggilan Jaksa Penyidik.
Syahril Abu Bakar dipanggil sebagai tersangka pada Kamis (12/12/2024). Usai diperiksa, pria yang juga menjabat Ketua LAMR Riau itu juga ditahan.
Kasus ini bermula ketika PMI Riau menerima dana hibah pada 2019-2022 dari Pemerintah Provinsi Riau, yang totalnya mencapai Rp6,15 miliar.
Dana tersebut seharusnya digunakan untuk mendanai berbagai program PMI Riau sesuai dengan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), termasuk untuk belanja rutin, barang, pemeliharaan inventaris, biaya perjalanan dinas, publikasi, dan lainnya.
Namun, kedua tersangka diduga menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan pribadi. Di antaranya, dengan membuat nota pembelian fiktif, melakukan mark-up harga, dan menyusun kegiatan yang tidak sesuai kenyataan.
Selain itu, terdapat juga pemotongan dana yang seharusnya diterima oleh pihak yang berhak, seperti pembayaran gaji pengurus dan staf markas PMI Riau yang tidak bekerja.
Akibat perbuatan keduanya, berdasarkan audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau, negara mengalami kerugian sebesar Rp1.112.247.282.
Kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (R-04)