Isi Lengkap Perpres Penertiban Kawasan Hutan Ala Presiden Prabowo: Hilangkan Nuansa Ultimum Remedium, Jaksa Agung Dapat Kewenangan Besar di Satgas
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Presiden Prabowo Subianto resmi meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan. Perpres yang berlaku efektif mulai 21 Januari 2025 ini, muncul sebagai respon atas tidak efektif dan optimalnya penerapan UU Cipta Kerja lewat kebijakan denda administratif atas keberadaan usaha tanpa izin (ilegal) dalam kawasan hutan.
Diketahui, hingga saat tidak jelas berapa penerimaan negara yang diperoleh dari denda administratif atas keberadaan usaha ilegal di dalam kawasan hutan, sejak UU Cipta Kerja diberlakukan. Padahal, sejak empat tahun lalu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan.
Tak hanya itu, pada 14 April 2023, Presiden Joko Widodo bahkan telah membentuk Satgas Tata Kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara lewat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2023. Kala itu, Menko Marves Luhut Panjaitan ditunjuk sebagai Ketua Pengarah dan Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara menjadi Ketua Pelaksana.
Uniknya, hingga berakhirnya masa tugas Satgas Tata Kelola Industri Kelapa Sawit pada 30 September 2024 lalu, publik tak pernah bisa mengetahui sudah berapa penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang diperoleh dari kebun sawit ilegal dalam kawasan hutan.
Sempat digembar-gemborkan, penerapan denda administratif bisa menambah pundi-pundi negara mencapai Rp 50 triliun hingga Rp 100 triliun. Bahkan yang terbaru, Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo Subianto pernah menyatakan negara mengalami kebocoran sebesar Rp 300 triliun dari sektor kebun kelapa sawit dalam kawasan hutan.
Kini, di pemerintahan baru Presiden Prabowo, kembali dibentuk Satgas Penertiban Kawasan Hutan lewat Perpres Nomor 5 Tahun 2025.
Ada yang cukup membedakan Perpres ini dengan kebijakan pada era Presiden Jokowi. Jika sebelumnya penerapan UU Cipta Kerja kerap digembar-gemborkan bersifat ultimum remedium, namun lewat Perpres ala Prabowo, penerapan denda administratif tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana.
"Penertiban kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," demikian bunyi Pasal 7 beleid tersebut.
Hal lain yang membedakan, yakni penunjukan Kejaksaan Agung sebagai sentral utama Satgas Penertiban Kawasan Hutan. Jika sebelumnya, upaya penegakan UU Cipta Kerja lebih pada dimensi administratif, namun kali ini langkah yang dilakukan pemerintah agak lebih tegas dengan upaya penindakan secara hukum.
"Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Satgas ditetapkan oleh Jaksa Agung, demikian bunyi Pasal 15 Perpres Nomor 5 Tahun 2025.
Berikut isi lengkap Perpres Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan:
BAB II
BENTUK PENERTIBAN KAWASAN HUTAN
Pasal 2
(1) Untuk penanganan dan perbaikan tata kelola kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di dalam Kawasan Hutan serta optimalisasi Penerimaan Negara, Pemerintah Pusat melakukan tindakan pemerintah berupa penertiban Kawasan Hutan.
(2) Penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Setiap Orang yang melakukan penguasaan Kawasan Hutan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 3
Penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan dengan:
a. penagihan Denda Administratif;
b. Penguasaan Kembali Kawasan Hutan; dan/atau
c. pemulihan aset di Kawasan Hutan.
BAB III
OBJEK PENERTIBAN KAWASAN HUTAN
Pasal 4
(1) Penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan terhadap Setiap Orang yang melakukan kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di luar pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu di Kawasan Hutan Konservasi dan/atau Hutan Lindung yang:
a. telah memiliki Perizinan Berusaha namun belum memiliki perizinan di bidang kehutanan, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif dan dilakukan Penguasaan Kembali;
b. tidak dilengkapi salah satu komponen Perizinan Berusaha, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif dan dilakukan Penguasaan Kembali;
c. tidak memiliki Perizinan Berusaha, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif, sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dilakukan Penguasaan Kembali; atau
d. memiliki Perizinan Berusaha namun diperoleh secara melawan hukum, diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dikenakan sanksi berupa Denda Administratif serta dilakukan Penguasaan Kembali.
(2) Penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilakukan terhadap Setiap Orang yang melakukan kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di Kawasan Hutan Produksi yang:
a. memiliki Perizinan Berusaha namun tidak memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif dan dapat dilakukan Penguasaan Kembali;
b. tidak dilengkapi salah satu komponen Perizinan Berusaha, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif dan dapat dilakukan Penguasaan Kembali;
c. tidak memiliki Perizinan Berusaha, dikenakan sanksi berupa Denda Administratif, sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan dilakukan Penguasaan Kembali; atau
d. memiliki Perizinan Berusaha namun diperoleh secara melawan hukum, diproses sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan dikenakan sanksi berupa Denda Administratif serta dilakukan Penguasaan Kembali.
Pasal 5
Penertiban Kawasan Hutan berupa pemulihan aset di Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dapat dilakukan melalui mekanisme pidana, perdata, dan administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6
Penanganan setelah dilakukannya penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 7
Penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak menghapuskan pertanggungjawaban pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB IV
SATUAN TUGAS PENERTIBAN KAWASAN HUTAN
Pasal 8
(1) Untuk melaksanakan penertiban Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, dengan Peraturan Presiden ini dibentuk Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan atau yang disebut dengan nama lain yang ditetapkan oleh Ketua Pengarah yang selanjutnya disebut Satgas.
(2) Satgas memiliki tugas melaksanakan penertiban Kawasan Hutan melalui penagihan Denda Administratif, Penguasaan Kembali Kawasan Hutan, dan/atau pemulihan aset di Kawasan Hutan.
(3) Satgas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 9
Satgas terdiri atas:
a. Pengarah; dan
b. Pelaksana:
Pasal 10
(1) Pengarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a terdiri atas:
a. Ketua: Menteri Pertahanan;
b. Wakil Ketua I: Jaksa Agung;
Wakil Ketua II: Panglima Tentara Nasional Indonesia;
Wakil Ketua III: Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. Anggota Pengarah:
1. Menteri Kehutanan;
2. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral;
3. Menteri Pertanian;
4. Menteri Agraria dan Ruang/Kepala Pertanahan Nasional; Tata Badan
5. Menteri Keuangan;
6. Menteri Lingkungan Hidup; dan Hidup/Kepala Pengendalian Lingkungan Badan
7. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
(2) Pengarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:
a. memberikan arahan strategis dalam pelaksanaan penertiban Kawasan Hutan; dan
b. melakukan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan penertiban Kawasan Hutan.
Pasal 11
(1) Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b terdiri atas:
a. Ketua: Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kejaksaan Agung;
b. Wakil Ketua I: Kepala Staf Umum, Tentara Nasional Indonesia;
Wakil Ketua II: Kepala Badan Reserse Kriminal, Kepolisian Indonesia; Negara Republik
Wakil Ketua III: Deputi Bidang Investigasi, Badan Pengawasan Pembangunan; Keuangan dan
c. Anggota :
1. Direktur Jenderal Strategi Pertahanan, Pertahanan; Kementerian
2. Direktur Jenderal Planologi Kehutanan, Kehutanan; Kementerian
3. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari, Kementerian Kehutanan;
4. Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Kehutanan; Kementerian
5. Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Kementerian Kehutanan;
6. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
7. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
8. Direktur Jenderal Penegakan Hukum, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral;
9. Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian;
10. Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan pertahanan Nasional;
11. Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Nasional; Pertanahan
12. Direktur Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional;
13. Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan;
14. Direktur Jenderal Anggaran, Kementerian Keuangan;
15. Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup;
16. Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejaksaan Agung;
17. Deputi Bidang Informasi Geospasial Tematik, Badan Informasi Geospasial; dan
18. Sekretaris Badan Intelijen Strategis, Tentara Nasional Indonesia.
(2) Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas:
a. melakukan inventarisasi hak negara atas pemanfaatan lahan kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di dalam Kawasan Hutan serta optimalisasi Penerimaan Negara;
b. melaksanakan langkah-langkah dan upaya terobosan yang diperlukan untuk mengatasi permasalahan dalam penanganan dan perbaikan tata kelola kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di dalam Kawasan Hutan serta optimalisasi Penerimaan Negara;
c. melakukan upaya penegakan hukum yang efektif dan efisien bagi penanganan dan perbaikan tata kelola kegiatan pertambangan, perkebunan, dan/atau kegiatan lain di dalam Kawasan Hutan serta optimalisasi Penerimaan Negara;
d. meningkatkan sinergi pengambilan kebijakan antarkementerian/lembaga;
e. melakukan koordinasi penegakan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
f. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Pengarah.
Pasal 12
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas dapat melibatkan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, swasta, serta pihak lain yang dianggap perlu.
(2) Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian, instansi pemerintah baik pusat maupun daerah, swasta, serta pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendukung pelaksanaan tugas Satgas.
Pasal 13
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas dibantu oleh sekretariat yang secara ex-officio berkedudukan di Kejaksaan Agung.
(2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas memberikan dukungan teknis dan administrasi.
Pasal 14
(1) Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas dapat membentuk kelompok kerja dan/atau kelompok ahli sesuai dengan kebutuhan.
(2) Kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keanggotaannya terdiri dari unsur kementerian/lembaga.
(3) Kelompok ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari unsur akademisi, tokoh masyarakat, dan/atau unsur lain yang mempunyai keahlian di bidang pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan/atau bidang terkait lainnya.
(4) Kelompok kerja dan kelompok ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Jaksa Agung.
Pasal 15
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Satgas ditetapkan oleh Jaksa Agung. (R-03)