Wow! Korupsi Fly Over Simpang SKA Pekanbaru Rugikan Negara Rp 60 Miliar, Hampir Separuh Nilai Proyek
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu menyebut nilai kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pembangunan fly over Simpang SKA, Pekanbaru mencapai Rp 60 miliar. Jumlah kerugian itu hampir setara dengan setengah atau separuh dari nilai proyek.
Asep Guntur menyatakan, perhitungan sementara kerugian negara sebesar Rp 60 miliar dilakukan oleh ahli konstruksi dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Ahli tersebut melakukan penilaian terhadap konstruksi dan ketebalan jalan serta beton dan material proyek lainnya.
"Kerugian mencapai Rp 60 miliar. Jadi hampir separuhnya," kata Asep Guntur dalam keterangan di Jakarta, Selasa (21/1/2025).
Asep menyatakan, nilai wajar fisik proyek pembangunan fly over Simpang SKA adalah sekitar Rp 58 miliar, ditambah dengan biaya konsultan pengawas dan manajemen konstruksi. Sementara, anggaran pembangunan fly over ditetapkan mencapai Rp 159 miliar.
Terkait angka pasti kerugian negara, kata Guntur, akan dihitung oleh BPK atau BPKP.
"Tapi paling tidak, berdasarkan perhitungan dari ahli konstruksi, total kerugian sekitar Rp 60,8 miliar. Artinya hampir sekitar setengahnya kurang. Jadi cukup besar," kata Asep Guntur.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengumumkan penetapan 5 tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan layang (fly over) Simpang SKA, Pekanbaru pada Selasa sore tadi. Empat di antaranya merupakan pihak swasta dan satu orang dari unsur penyelenggara negara.
Sebelumnya, KPK pada Senin (20/1/2025) kemarin juga telah menggeledah Kantor Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang, Kawasan Perumahan dan Pertanahan (PUPR-PKPP) Provinsi Riau di Jalan SM Amin, Pekanbaru.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menerangkan, kelima tersangka yakni inisial YN, GR, TC, ES dan NR.
YN merupakan satu-satunya penyelenggara negara yang dijadikan tersangka setakad ini. Ia diduga merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek flyover Jalan Tuanku Tambusai-Soekarno Hatta. Proyek ini dibangun pada tahun 2018 silam yang didanai dari APBD Provinsi Riau senilai Rp 159 miliar.
Sementara TC adalah Direktur Utama PT SHJ, ES sebagai Direktur PT SC, NR selaku kepala PT YK, dan GR.
Sepertinya belum ada dari unsur Pokja Lelang yang diseret dalam pusaran kasus ini oleh KPK.
Dalam penggeledahan di kantor Kantor Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau kemarin, penyidik KPK membawa 3 koper dan 1 tas rangsel keluar dari kantor Dinas PUPR Riau. Setelah sempat menjadi tanda tanya publik, ternyata penggeledahan dilakukan terkait kasus dugaan korupsi proyek fly over Simpang SKA Pekanbaru.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto menyatakan, pihaknya telah menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (handphone) saat penggeledahan tersebut.
Panas Kembali Setelah 2 Tahun Diusut
Kasus dugaan korupsi ini kembali 'memanas' setelah hampir dua tahun silam, tepatnya pada Oktober 2023 lalu. Kala itu sejumlah penyidik KPK memeriksa konstruksi jembatan layang tersebut.
Bahkan, penyidik KPK saat itu harus memasang tenda di bawah kolong fly over, karena pemeriksaan konstruksi jembatan dilakukan selama beberapa hari. Jalan beton jembatan layang tersebut sempat dibor pada beberapa titik.
Sejumlah pejabat Pemprov Riau dua tahun lalu juga sudah diperiksa di kantor KPK di Jakarta. Pada Maret 2023 lalu, sedikitnya dua pejabat Pemprov Riau dimintai keterangan oleh penyidik KPK.
Keduanya yakni Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Setdaprov Riau, Rahmad Rahmadiyanto. Satu pejabat lainnya adalah Yunannaris, Kepala UPT Jalan dan Jembatan Wilayah IV pada Dinas PUPR-PKPP Provinsi Riau.
Tak hanya di Jakarta, penyidik KPK juga memeriksa sejumlah pejabat Riau lainnya dengan meminjam ruangan kantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Riau di Jalan Sudirman, Pekanbaru.
Berselang hampir dua tahun kemudian, KPK kemarin melakukan penggeledahan di Kantor Dinas PUPR Riau, menyusul telah adanya penetapan 5 orang tersangka.
Ia menjelaskan, konstruksi hukum kasus yang tengah disidik yakni penerapan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. (R-03)