Kepulauan Meranti Hadapi Penurunan Penerimaan PAD dan DBH Akibat Kebijakan Baru dari Pemerintah Pusat
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pemerintah pusat baru saja mengeluarkan kebijakan untuk menghapus Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) serta membebaskan biaya percepatan layanan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Langkah ini dinilai berdampak signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Kepulauan Meranti.
Meski sektor pajak BPHTB hanya menyumbang Rp 1,6 miliar per tahun dan PBG menyumbang Rp 309 juta pada tahun 2024, penghapusan ini tetap mengurangi potensi pendapatan daerah. Pada tahun 2024, target PAD Kabupaten Kepulauan Meranti mencapai Rp 262,2 miliar, itu pun realisasinya hanya sebesar Rp 91,5 juta.
Plt Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kepulauan Meranti, Susanti SH, bersama Kepala Bidang Pengembangan Kebijakan dan Sistem Informasi, Rio Hilmi ST, menyampaikan kekhawatiran mereka terhadap kebijakan ini. Menurut Rio, sektor baru untuk meningkatkan PAD belum ditemukan, sementara sektor lama justru ditekan.
"Di dalam BPHTB itu ada hak baru atas kepemilikan dalam hal ini untuk urusan KPR terealisasi Rp 200 juta. Namun jika ditujukan kepada MBR, rata-rata yang diurus justru paling banyak itu dan ketika itu dihapuskan, bisa jadi asumsi kita untuk penghasilan dari BPHTB hilang," ujarnya.
Menyikapi kebijakan ini, Bapenda berencana mengajukan penerbitan peraturan bupati sebagai dasar pelaksanaan penghapusan BPHTB dan PBG di tingkat daerah.
Selain mengantisipasi potensi kehilangan pendapatan, Bapenda menghadapi tantangan besar untuk memaksimalkan target PAD pada triwulan pertama 2025. Langkah ini dinilai penting untuk mengawal transisi pemerintahan di era kepala daerah yang baru.
"Kami harus menyusun rencana aksi dan mengevaluasi sektor-sektor pendapatan yang tidak tercapai pada tahun 2024. Baik dari sisi kinerja aparatur maupun kepatuhan wajib pajak," kata Rio.
Bapenda menekankan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kelemahan pengelolaan PAD di tahun sebelumnya. Dalam waktu dekat, langkah konkret seperti peningkatan kapasitas aparatur, optimalisasi pendataan, serta pemutakhiran sistem informasi perpajakan akan dilakukan.
"Kami berupaya menjaga keberlanjutan PAD meski ada kebijakan baru yang berpotensi mengurangi pendapatan. Hal ini membutuhkan kerja sama semua pihak untuk mencapai target," tukas Rio.
Kebijakan pusat yang bertujuan membantu masyarakat berpenghasilan rendah ini tentu memiliki dampak positif secara sosial. Namun, tantangan bagi pemerintah daerah adalah menjaga stabilitas keuangan dengan inovasi dan strategi baru dalam pengelolaan pendapatan.
Tidak hanya kehilangan sektor pendapatan dari PAD, Kepulauan Meranti juga akan kehilangan pendapatan dari DBH akibat dari penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD). Salah satu dampaknya adalah hilangnya sebagian besar penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) dari pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
Dengan kebijakan baru ini, pembagian penerimaan PKB dan BBNKB langsung dipecah antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tanpa melalui mekanisme DBH. Menurut Rio, Kepala Bidang Pengembangan Kebijakan dan Sistem Informasi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kepulauan Meranti, penerapan sistem opsen ini memberikan porsi sebesar 33 persen kepada provinsi dan 66 persen kepada kabupaten/kota.
"Dengan penerapan opsen PKB dan BBNKB, pembagian langsung di-split. Tidak ada lagi subsidi silang seperti sebelumnya," jelas Rio.
Rio mengungkapkan bahwa sebelum UU HKPD, potensi pendapatan DBH dari PKB mencapai Rp 19,8 miliar. Namun, setelah perubahan, Kepulauan Meranti hanya memperoleh Rp 2,1 miliar, terjadi penurunan sebesar Rp 17 miliar. Kondisi serupa terjadi pada BBNKB, yang sebelumnya menghasilkan Rp 14,1 miliar, kini hanya Rp 4,3 miliar, terjadi penurunan sebesar Rp 9,7 miliar.
Dengan sistem local tax power ini, pemerintah daerah menghadapi tantangan besar untuk mengoptimalkan potensi pajak daerah. Rio berharap kebijakan mutasi kendaraan dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah, terutama di tengah situasi di mana infrastruktur jalan yang dibangun oleh pemerintah daerah digunakan oleh kendaraan dari luar wilayah.
Kebijakan ini sekaligus menekankan pentingnya penguatan kebijakan lokal agar dampak negatif dari perubahan sistem pendapatan dapat diminimalisir, terutama bagi kabupaten yang bergantung pada penerimaan dari sektor pajak kendaraan.
"Pendapatan kita sekarang sangat bergantung pada banyaknya kendaraan yang terdaftar di daerah ini, tidak lagi sistem subsidi silang dan tanpa perlu ada lagi mekanisme DBH. Jadi, penting bagi kendaraan dengan pelat luar daerah untuk dimutasi ke sini, karena jalan yang mereka gunakan juga adalah hasil pembangunan pemerintah daerah," ujar Rio. (R-01)