Sidang di MK, KPU Rohil Tepis Mobilisasi Mahasiswa dan Tudingan Ijazah SMA Bistamam-Jhony Charles
SABANGMERAUKE NEWS, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rokan Hilir menepis adanya mobilisasi mahasiswa dalam Pilkada 2024. Dalam persidangan lanjutan di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (20/1/2025), KPU Rohil juga membantah soal dalil yang dituduhkan oleh pemohon yakni pasangan Afrizal Sintong-Setiawan terkait ijazah pasangan calon Bistamam-Jhony Charles yang memenangkan Pilkada Rohil.
Sidang perkara PHPU nomor 31/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini digelar oleh Panel Hakim 1 yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo didampingi hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah. Agenda persidangan mendengarkan jawaban Termohon (KPU Rohil), keterangan pihak terkait (Bistamam-Jhony Charles) dan keterangan Bawaslu Rohil.
Kuasa hukum KPU Rohil, Sastriawan dalam persidangan menyampaikan pihaknya tak pernah menerima rekomendasi apapun dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rohil terkait pelanggaran Terstruktur, Sistemik dan Massif (TSM), termasuk mengenai mobilisasi mahasiswa di Pilkada Rohil 2024.
"Bahwa terkait tudingan mobilisasi mahasiswa itu, sepanjang informasi yang kami terima, tidak ada rekomendasi yang kami terima dari Bawaslu" ujar Sastriawan.
Satriawan juga menjawab dalil pemohon mengenai riwayat pendidikan pihak terkait (Bistamam-Jhony Charles). Menurutnya, ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) pihak terkait sudah diklarifikasi kepada Dinas Pendidikan Provinsi, sehingga dianggap tidak terdapat permasalahan.
Sementara itu, Cutra Andika Siregar selaku kuasa hukum Bistamam-Jhony Charles, menegaskan pihaknya tidak tahu menahu soal tudingan adanya mobilisasi mahasiswa dalam Pilkada Rohil.
"Bahwa pihak terkait, tim kampanye, maupun tim relawan sama sekali tidak tahu-menahu tentang kegiatan mobilisasi mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan tinggi di luar wilayah Kabupaten Rokan Hilir," ujar Cutra Andika Siregar dalam persidangan.
Cutra juga mengklaim tidak ada permasalahan terkait riwayat pendidikan kliennya. Perbedaan nama antara KTP dengan ijazah Bistamam sudah diputus oleh Pengadilan Negeri Pekanbaru pada 29 Juli 2024. Sementara untuk Jhony Charles sudah dikukuhkan oleh Pengadilan Negeri Rohil pada 1 Agustus 2024
"Kedua putusan pengadilan itu telah terbit sebelum kontestasi Pilkada Rohil 2024," terang Cutra.
Keterangan Bawaslu Rohil
Dalam persidangan yang sama, Bawaslu Rohil juga merespon mengenai mobilisasi mahasiswa. Ketua Bawaslu Rohil, Zubaidah menyatakan, pihaknya sudah menerima laporan pada 3 Desember 2024. Namun laporan tidak ditindak lanjuti lantaran melewati batas waktu penyampaian laporan.
"Laporan tidak dapat dilanjutkan ke pemeriksaan materiil perkara karena telah melewati batas waktu penyampaian laporan sebagaimana diatur dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2020 Pasal 13 Ayat (2) yang mengatur batas akhir penyampaian laporan dugaan pelanggaran TSM adalah pada hari pemungutan suara," ujar Zubaidah.
Dalil dan Petitum Gugatan
Sebelumnya, Paslon nomor urut 1 Afrizal Sintong dan Setiawan sebagai pemohon gugatan mengungkapkan adanya pelanggaran TSM di Pilkada Rohil dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung I Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (9/1/2025) lalu.
Tim kuasa hukum Afrizal-Setiawan menyampaikan bahwa pelanggaran berupa mobilisasi mahasiswa dilakukan Pihak Terkait pada 27 November 2024. Saat itu, menurutnya terdapat uang atau materi lainnya yang dijanjikan untuk mempengaruhi pemilih.
"Dengan cara memobilisasi mahasiswa berupa menjanjikan dan/ atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih untuk memilih Pasangan Calon Nomor Urut 2 dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Rokan Hilir," ujar Eduard, kuasa hukum Afrizal-Setiawan.
Selain mobilisasi mahasiswa, Pemohon juga mendalilkan soal penyelenggara Pemilu yang bekerja sama untuk memenangkan Pihak Terkait. Hal itu menurut Pemohon terlihat dari ditolak dan/atau tidak ditindaklanjutinya laporan Pemohon kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Rokan Hilir.
Kemudian terkait penyelenggara Pemilu, Pemohon menyampaikan bahwa Bawaslu Kabupaten Rokan Hilir sempat melarang masyarakat untuk hadir ke rumah dinas bupati. Pemohon juga mengungkit soal Pihak Terkait yang memberikan suara bukan pada tempat pemungutan suara (TPS) yang semestinya.
"Pembiaran oleh penyelenggara Pemilu terhadap calon Bupati Kabupaten Rokan Hilir nomor urut 2 atas nama Bistamam dan istrinya memberikan hak suara yang bukan pada TPS tempatnya," kata Eduard.
Dalam permohonannya pula, Pemohon menyebut adanya permufakatan jahat antara Termohon, yakni KPU Kabupaten Rokan Hilir dengan Bawaslu Kabupaten Rokan Hilir mengenai identitas dan riwayat pendidikan Pihak Terkait. Permasalahan identitas yang dimaksud, berupa perbedaan nama Pihak Terkait di kartu tanda penduduk (KTP) dengan surat suara. Sedangkan terkait riwayat pendidikan, Pemohon mengungkapkan bahwa KPU Kabupaten Rokan Hilir menyembunyikannya.
"Riwayat pendidikan Pasangan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati nomor urut 2 disembunyikan oleh Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Rokan Hilir," ujarnya.
Atas dalil-dalil permohonannya, Pemohon melayangkan petitum, meminta Majelis Hakim Konstitusi membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Rokan Hilir Nomor 1508 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Rokan Hilir Tahun 2024.
Pemohon juga meminta agar Majelis Hakim memerintahkan KPU Kabupaten Rokan Hilir melakukan pemungutan suara ulang di seluruh TPS. (R-03)