Dampak Sistemik Penyakit Mulut dan Kuku Ternak di Indonesia, Kerugian Capai Rp 40,7 Triliun
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Anggota Dewan Pakar Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Rochadi Tawaf mengungkapkan, kerugian yang diakibatkan oleh wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) tak hanya dialami industri peternakan. Ia mengatakan penyakit menular itu dapat memengaruhi kinerja ekspor.
"Perdagangan antarwilayah dan antarnegara akan terkendala. Negara-negara yang bebas PMK enggak mau lagi impor dari kita hasil-hasil pertanian yang lain. Belum dampak yang tidak terukur, seperti penghentian tenaga kerja," ujar Rochadi kepada media, dikutip Jumat, 17 Januari 2025.
Mengutip hasil penelitian Indonesia Research Strategic Analysis Universitas Indonesia pada 2009, pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad) ini menyebut subsektor peternakan khususnya daging sapi potong berkelindan dengen pelbagai sektor industri.
Industri daging, jeroan dan sejenisnya memiliki keterkaitan dengan 66 industri lainnya. Sementara Industri daging olahan dan awetan memiliki keterkaitan dengan 54 industri lainnya.
Apabila kedua sektor ini mengalami gangguan atau dalam keadaan ekstrem dihilangkan sama sekali, Rochadi mengungkap paling sedikit ada 66 dan 54 sektor lain yang juga akan terganggu secara langsung, baik dalam hal pemasaran output ataupun dalam mendapatkan input.
Berdasarkan besaran input yang diperlukan untuk kedua kelompok industri ini, Rochadi memperkirakan kerugian untuk industri daging, jeroan dan sejenisnya sekitar Rp 39,2 trilliun, sedangkan industri daging olahan dan awetan sebesar Rp 1,5 trilliun.
Kendati kontribusi nilai nominal sektor ini pada profuk domestik bruto (PDB) relatif tidak sebesar lainnya, Rochadi mengatakan jika sektor daging, jeroan dan sejenisnya hilang atau tidak berfungsi, permintaan input sekitar Rp 40 trilliun dalam perekonomian pun akan hilang pula.
Sepanjang 28 Desember 2024 hingga 13 Januari 2025, sebaran PMK tercatat telah menular ke 1.240 hewan ternak. Dari jumlah tersebut, 53 ekor ternak mati, 51 dipotong bersyarat, 111 sembuh, 898 kasus aktif, dan sisanya diduga terpapar PMK.
Kasus PMK dilaporkan terjadi 7 provinsi, 50 kabupaten/kota, 152 kecamatan, dan 286 desa. Dalam sehari, sapi yang terjangkit PMK naik hingga ratusan ekor. Pada 9 Januari 2025 misalnya, bertambah 349 ekor sapi yang tertular.
Dari sumber yang sama, pemerintah telah berupaya mengendalikan PMK dengan menyediakan vaksinasi hingga 32.617 dosis, pengobatan terhadap 10.530 ekor sapi, disinfeksi di 605 lokasi, investigasi di 320 lokasi, dan edukasi di 1.075 lokasi. Pengendalian ini dilakukan pemerintah di 12 provinsi, 72 kabupaten/kota, 403 kecamatan, dan 773 desa.(R-04)