Fraksi NasDem DPRD Kota Pekanbaru Bertemu Manajemen PT PHR Bahas Sejumlah Masalah, Ini yang Dipertanyakan Anggota Dewan Lindawati
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Pimpinan dan anggota Fraksi NasDem DPRD Kota Pekanbaru bertemu dengan manajemen PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Pertemuan berlangsung di Kantor Selatan Wong 3 PHR Rumbai membahas sejumlah persoalan yang diserap oleh wakil rakyat dari masyarakat pada Senin (13/1/2025) lalu.
Rombongan Fraksi NasDem dipimpin oleh Ketua Fraksi Aidil Nur Putra, Lindawati SE, Rizki Rinaldi dan didampingi Tenaga Ahli Fraksi NasDem Diky Septiawan Syah.
Pertemuan ini awalnya dilatarbelakangi adanya aduan komunitas caddy yang selama ini bekerja di lapangan golf PT PHR berlokasi di Rumbai. Para caddy mengadu kepada anggota DPRD Lindawati soal kondisi ekonomi mereka yang anjlok akibat sepinya lapangan golf, karena manajemen PT PHR membatasi keanggotaan (members) dari kalangan umum. Kebijakan ini terjadi sejak PHR mengambil alih pengelolaan Blok Rokan pada 2021 silam, memicu penghasilan caddy menjadi seret.
Namun, kesempatan bertemu dengan perwakilan manajemen PHR ini juga dimanfaatkan para wakil rakyat untuk mempertanyakan sejumlah isu dan kebijakan perusahaan menyangkut ketenagakerjaan, kewajiban distribusi tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan sekitar operasional.
Anggota DPRD Kota Pekanbaru, Lindawati SE mengawali pernyataannya dengan mempertanyakan alasan PHR membatasi members lapangan golf yang membuat penghasilan para caddy menjadi sangat kecil. Menurutnya, pada era PT Chevron, lapangan golf selalu ramai karena tidak ada pembatasan members.
Kata Lindawati, lapangan golf adalah aset milik negara yang dikelola oleh PHR. Itu sebabnya, keberadaan aset negara tersebut, semestinya bisa mendorong dan membantu ekonomi masyarakat. Ia menyarankan agar PHR membuka lapangan golf untuk umum, sepanjang memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku.
"Keberadaan lapangan golf ini menjadi ujung tombak ekonomi dan dapur rumah tangga para caddy. Sehingga, dengan kebijakan PHR, penghasilan mereka terjun bebas," kata Lindawati.
Politisi dapil Rumbai ini meminta agar PHR menunjukkan kepedulian yang nyata kepada para caddy yang notabene-nya merupakan warga tempatan. Ia menyarankan agar PHR memberikan bantuan secara reguler bulanan kepada para caddy dalam menghidupkan ekonomi keluarga mereka.
"Tidak ada salahnya PHR memberikan bantuan kepada para caddy. Karena sejak dulu para caddy ini sudah hidup dari lapangan golf dan menjadi bagian dari perjalanan perusahaan. Saya berharap ada sensitifitas dari perusahaan," kata Lindawati.
Lindawati juga mempertanyakan banyaknya istilah-istilah atau nomenklatur yang dipakai manajemen PT PHR menyangkut status dan tingkatan para pekerja di Blok Rokan. Misalnya istilah perwira dan pertiwi, Tenaga Kerja Jasa Penunjang (TKJP), karyawan magang, tenaga kontrak sampai pada magang kerja. Menurut Lindawati, penggunaan istilah yang beragam itu bisa memicu kerentanan pada aspek perlindungan dan jaminan sosial tenaga kerja.
Lebih jauh, srikandi Partai NasDem ini mempertanyakan apakah dengan adanya istilah-istilah pada tingkatan pekerja itu, sudah sesuai dengan aturan ketenagakerjaan.
Munculnya istilah tersebut, lanjut Lindawati, sudah pernah ditanyakan olehnya ke Disnaker Kota Pekanbaru. Ia heran, justru Disnaker Pekanbaru tidak mengetahui secara jelas soal penyematan istilah dan tingkatan tenaga kerja di PHR.
"Dan apakah itu semua sudah dilaporkan ke Disnaker selaku otoritas yang berwenang di sektor ketenagakerjaan? Apakah hak-hak dan kewajiban mereka sudah terpenuhi berdasarkan peraturan ketenagakerjaan?" tanya Lindawati.
Ia juga mempertanyakan soal isu kalau karyawan magang dan magang kerja (MK) banyak yang direkrut dari luar daerah. Rekrutmen tenaga kerja dan karyawan magang maupun MK, tegas Lindawati, harus dilakukan secara transparan dan dilaporkan secara rutin ke Disnaker Riau.
"Kami mengingatkan agar manajemen PHR mematuhi soal porsi rekrutmen tenaga kerja lokal. Keberadaan PHR ini, semestinya harus lebih dinikmati oleh warga Pekanbaru, terlebih di wilayah sekitar operasional sekitaran Rumbai. Agak aneh kalau pengangguran masih banyak di sekitar wilayah operasional perusahaan," tegas Lindawati.
Lindawati juga mempertanyakan realisasi dari program CSR yang dikucurkan oleh PT PHR ke wilayah sekitar operasionalnya. Soalnya, selama ini PHR tidak pernah terdengar membantu masyarakat di sekitar usahanya.
"Saya sendiri tinggal di balik pagar PT PHR ini, tapi tak pernah saya lihat dan dengar PHR menyalurkan CSR-nya ke daerah ini. Saya sangat prihatin mengetahui hal ini," kata Lindawati.
Ia menyontohkan rusaknya jalan dan jembatan di Kelurahan Lembah Damai, di antaranya di bawah kuburan parit pinggir jalan. Padahal, hulu aliran air berasal dari PHR.
"Pembuangan air PHR melewati parit tersebut. Silahkan bapak lihat sekarang di dekat jembatan ada bolong besar. Ini sangat membahayakan pejalan kaki dan kendaraan yang lewat. Saya minta agar PHR membantu perbaikannya secepat mungkin. Inikan wilayah yang paling dengan dengan PHR. Kita bertetangga langsung. Harusnya, ini jadi prioritas," kata Lindawati.
Mendapat cecaran dari para anggota Dewan, perwakilan manajemen PHR mengklaim kalau perusahaan telah memberikan bantuan ke sejumlah daerah operasionalnya. Termasuk melakukan pembinaan bank sampah dan posyandu.
Terkait pembatasan akses member lapangan golf, perwakilan PT PHR beralibi kalau perusahaan PHR sebagai BUMN tidak bisa disamakan dengan Chevron. Alasannya, pungutan dari lapangan golf harus ada pertanggungjawabannya ke negara dan harus diatur melalui Peraturan Menteri ESDM.
Selain itu, perwakilan manajemen PHR juga menyebut jumlah karyawan PHR saat ini jauh lebih sedikit dibandingkan Chevron. Bahkan porsinya kurang mencapai 40 persen jumlahnya.
Sementara, menyangkut isu ketenagakerjaan di PHR, perusahaan juga mengklaim sudah melaporkannya ke Disnaker. PHR juga mengklaim selalu mengutamakan tenaga kerja lokal. (R-03)