Konflik dengan PT SRL di Pulau Rangsang Kembali Memanas, Pemkab Meranti Komitmen Fasilitasi Aspirasi Warga
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Ketegangan antara masyarakat Kecamatan Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti, dengan PT Sumatera Riang Lestari (SRL) kembali mencuat. Konflik ini dipicu oleh aktivitas alat berat milik perusahaan yang menggali kanal di kawasan hutan dan semak belukar pada 7 Januari lalu. Warga setempat merasa marah karena perusahaan dinilai melanggar kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.
Pada 30 November 2024, telah digelar rapat di Aula Kantor Camat Rangsang yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah kecamatan, kepala desa di sekitar konsesi, dan perwakilan PT SRL. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa perusahaan akan menghentikan sementara perluasan Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2024 di lahan yang dikelola masyarakat hingga ada peninjauan lebih lanjut dari pihak-pihak terkait.
Namun, keberadaan alat berat yang terus beroperasi menunjukkan seolah-olah kesepakatan tersebut diabaikan. Masyarakat, yang sudah lama resah dengan keberadaan PT SRL di wilayah mereka, akhirnya turun langsung untuk menghadang alat berat tersebut.
"Perusahaan sudah melanggar komitmen yang dibuat bersama. Aktivitas mereka merusak lingkungan dan mengancam lahan yang selama ini kami kelola. Kami tidak akan tinggal diam jika mereka terus memaksakan kehendak," ungkap salah satu warga yang turut menghadang.
Sementara itu, pihak PT SRL belum memberikan tanggapan resmi terkait insiden ini. Masyarakat pun berharap pemerintah segera mengambil langkah untuk memediasi agar konflik ini tidak semakin memanas dan memastikan hak mereka atas lahan tetap terjaga dan konflik ini dapat diselesaikan secara adil.
Untuk meredam gejolak yang terus memanas antara masyarakat Kecamatan Rangsang dan PT SRL, Pemerintah Kecamatan Rangsang mengirimkan surat kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti untuk menggelar mediasi. Mediasi tersebut dilaksanakan pada Senin, (13/1/2025), dipimpin langsung oleh Plt Bupati Kepulauan Meranti, AKBP (Purn) H. Asmar.
Rapat ini dihadiri sejumlah pemangku kepentingan, termasuk Ketua DPRD Khalid Ali, Ketua Komisi I DPRD, Kabag Ops dan Kasat Intel Polres Meranti, Kapolsek Rangsang, Danramil 02 Tebing Tinggi, Kepala UPT KPH, Kabag Hukum, Kabag Tapem, Kepala Bidang Pertanahan Dinas PerkimtanLH, Camat Rangsang, serta beberapa kepala desa.
Kepala Bidang Pertanahan Dinas PerkimtanLH, Maizathul Baizura, yang bertindak sebagai notulen, menjelaskan bahwa rapat ini diadakan sebagai respons atas laporan warga. Pasalnya, PT SRL telah melakukan Rencana Kerja Tahunan (RKT) pada tahun lalu dan kembali memperluas lahan sesuai RKT pada tahun ini. Perluasan tersebut berdampak pada empat desa, yaitu Tanjung Medang, Wonosari, Sungai Gayung Kiri, dan Citra Damai.
Dalam mediasi, Plt Bupati Asmar menegaskan bahwa Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti berada di posisi untuk memfasilitasi aspirasi masyarakat agar disampaikan kepada perusahaan. Namun, PT SRL tidak menghadiri rapat tersebut tanpa memberikan alasan.
"Kami tetap mengundang pihak perusahaan, tetapi mereka tidak hadir tanpa keterangan. Bahkan, saya sudah meminta agar mereka setidaknya menjawab dengan surat, tetapi tetap tidak digubris," ujar Maizatul.
Bupati menegaskan, pihaknya akan menggelar rapat lanjutan yang melibatkan perusahaan. Menurut Maizathul Baizura, absennya pihak PT SRL mungkin disebabkan oleh keengganan mereka untuk bertemu langsung dengan masyarakat dalam satu forum.
Plt Bupati Asmar memastikan bahwa pemerintah daerah akan terus hadir untuk memfasilitasi konflik dan sengketa lahan masyarakat. Ia meminta masyarakat melengkapi dokumen yang dibutuhkan untuk mengajukan usulan mediasi lebih lanjut.
Maizathul menambahkan, karena wilayah konflik merupakan kawasan hutan, maka tanah tersebut disebut sebagai tanah garapan. Proses mediasi ini diharapkan dapat menemukan solusi yang menguntungkan semua pihak, terutama masyarakat yang terdampak.
Rapat mediasi antara Pemerintah Kabupaten Kepulauan Meranti, masyarakat Kecamatan Rangsang, dan sejumlah pihak terkait menghasilkan beberapa poin penting untuk meredam konflik dengan PT SRL. Berikut kesimpulan utama dari rapat tersebut:
1. Penghentian Sementara Operasional Perusahaan
Pemerintah Daerah akan segera menyurati PT SRL untuk menghentikan sementara seluruh kegiatan operasional perusahaan yang bersinggungan langsung dengan lahan masyarakat di empat desa terdampak, yaitu Tanjung Medang, Wonosari, Sungai Gayung Kiri, dan Citra Damai.
2. Pengumpulan Data Pendukung Mediasi
Masyarakat, dengan dukungan dari pemerintah desa, diminta untuk segera mengumpulkan data-data terkait lahan yang disengketakan. Data tersebut akan digunakan sebagai bahan pendukung dalam proses mediasi yang terus diupayakan oleh pemerintah daerah.
3. Usulan Peralihan Kawasan Hutan
Masyarakat sepakat untuk mengajukan usulan peralihan kawasan hutan atau skema lain yang diatur dalam undang-undang demi mempertahankan tanah garapan mereka. Usulan ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat yang selama ini mengelola lahan tersebut.
4. Pemanggilan Ulang Pimpinan PT SRL
Pemerintah Daerah berencana untuk memanggil pimpinan PT SRL dalam rapat mediasi lanjutan. Diharapkan kehadiran pihak perusahaan dapat membuka dialog yang lebih konstruktif untuk menyelesaikan konflik yang ada.
5. Imbauan Menjaga Ketertiban
Pemerintah Daerah mengimbau masyarakat untuk menjaga ketertiban dan keamanan di wilayah mereka. Tindak anarkis yang dapat menimbulkan akibat hukum baru diminta untuk dihindari demi menjaga situasi tetap kondusif.
Mediasi ini menjadi langkah awal yang diharapkan mampu membuka jalan bagi penyelesaian konflik antara masyarakat dan PT SRL. Pemerintah daerah menegaskan komitmennya untuk terus hadir sebagai fasilitator, memastikan masyarakat mendapatkan hak-hak mereka tanpa melanggar aturan hukum yang berlaku.
Masyarakat Kecamatan Rangsang berharap langkah-langkah yang diambil pemerintah daerah dapat segera membawa keadilan dan solusi nyata atas konflik yang telah berlangsung cukup lama ini.
PT SRL Bantah Tuduhan Serobot Lahan Warga Tanjung Kedabu
Manajemen PT SRL membantah keras tuduhan telah menyerobot lahan milik masyarakat di Desa Tanjung Kedabu, Kecamatan Rangsang Pesisir, Kabupaten Kepulauan Meranti. Perusahaan pemasok kayu untuk PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) ini menegaskan bahwa operasional alat berat mereka dilakukan sepenuhnya di dalam kawasan konsesi perusahaan.
Humas PT SRL, Agil Samosir, menjelaskan bahwa Blok V konsesi mereka di Pulau Rangsang telah memiliki izin resmi sejak tahun 2007. Izin Hutan Tanaman Industri (HTI) tersebut diberikan berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor SK. 208/Menhut-II/2007 tanggal 25 Mei 2007, dengan total luas konsesi mencapai 18.890 hektare.
Agil menegaskan bahwa dari luas konsesi yang diizinkan, PT SRL baru menggarap lebih dari 6.000 hektare. Ia memastikan bahwa aktivitas perusahaan tidak mengganggu lahan masyarakat, meskipun ada sejumlah warga yang berkebun di dalam wilayah konsesi mereka.
"Yang kami garap itu adalah lahan yang berada di areal konsesi kami dan tidak mengganggu lahan milik masyarakat. Kalau pun ada yang rusak akibat operasional, kami selalu memberikan sagu hati sebagai pengganti," jelas Agil.
Ia juga menyatakan bahwa sebelum pengoperasian alat berat untuk memperluas lahan sesuai Rencana Kerja Tahunan (RKT), perusahaan telah melakukan sosialisasi di tingkat desa.
Alasan Penggarapan Lahan
Lebih lanjut, Agil menyebutkan bahwa lahan yang saat ini dikerjakan sebagian besar berupa semak belukar. Operasional perusahaan di kawasan tersebut dilakukan sebagai langkah antisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang rawan terjadi di musim kemarau panjang.
"Kami melakukan land clearing di area rawan karhutla. Lahan yang digarap adalah semak belukar, bukan lahan dengan tanaman warga," tegasnya.
Agil juga mengungkapkan bahwa PT SRL belum sepenuhnya mengoperasikan seluruh konsesi mereka, meskipun perusahaan tetap diwajibkan membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk seluruh areal konsesi.
"Saat ini kami baru menggarap sepertiga dari total konsesi. Dari sisi keuntungan, kami juga belum memperoleh hasil maksimal, sementara kewajiban membayar PBB tetap harus dipenuhi," ungkapnya.
PT SRL berharap persoalan ini tidak berkembang menjadi konflik yang merugikan kedua belah pihak. Mereka mengklaim tetap membuka pintu komunikasi dengan masyarakat untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. (R-01)