Ini Pertimbangan MK Larang Foto AI Dipakai untuk Kampanye Pemilu
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Penggunaan foto atau gambar kandidat peserta pemilu yang menggunakan teknologi artificial intelligence (AI) resmi dilarang oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Keputusan itu diurai dalam putusan perkara nomor 166/PUU-XXI/2023 yang ditetapkan pada Kamis (2/1/2025) lalu.
MK dalam putusannyanmenyatakan bahwa Pasal 1 angka 35 dan Pasal 274 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945.
Ketua MK Suhartoyo dalam pembacaan putusan menjelaskan bahwa pasal yang berkaitan dengan citra diri dalam kampanye pemilu hanya berlaku jika dimaknai sebagai "foto/gambar tentang dirinya yang original dan terbaru serta tanpa direkayasa/dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi kecerdasan artifisial".
Permohonan ini diajukan oleh seorang advokat bernama Gugum Ridho Putra.
Selain mengajukan isu terkait citra diri, gugatan ini juga mencakup pasal-pasal lain seperti Pasal 280 ayat 2 tentang tim kampanye, Pasal 281 ayat 1 tentang partisipasi presiden dalam kampanye, serta Pasal 286 ayat 1 dan 2 mengenai politik uang, dan Pasal 299 ayat 1 tentang hak presiden dalam kampanye.
Namun, permohonan untuk pasal-pasal lain tersebut tidak diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
Alasan MK
MK menjelaskan alasan di balik keputusan ini dalam salinan putusannya.
Mereka menilai bahwa penggunaan foto atau gambar AI yang tidak sesuai dengan kenyataan dapat menyebabkan distorsi di kalangan pemilih.
Hal ini telah terbukti secara nyata dalam pemilihan umum sebelumnya.
"Sebagaimana telah dipertimbangkan pada pertimbangan hukum sebelumnya, di mana secara faktual terdapat peserta pemilu menjalankan praktik menampilkan foto/gambar yang tidak sesuai dengan keadaan/kondisi yang faktual dan tidak sesuai dengan yang sebenarnya serta berpotensi memengaruhi calon pemilih untuk tidak memilih sesuai pilihannya," tulis MK.
Fakta hukum menunjukkan bahwa Pasal 1 Angka 35 UU 7/2017 tidak memiliki kepastian hukum akibat praktik penyuntingan foto kandidat dengan AI.
MK juga menyatakan bahwa praktik ini bertentangan dengan asas pemilu yang bebas, jujur, dan adil.
"Artinya, rekayasa/manipulasi yang berlebihan dapat menyebabkan ekuitas merek kandidat dengan menaikkan pengetahuan, rasa suka, kualitas dan loyalitas pemilih terhadap kandidat," tulis MK.
MK menegaskan bahwa penggunaan foto yang dipoles AI akan merusak kemampuan pemilih dalam membuat keputusan yang berkualitas.
Hasil citra diri yang direkayasa atau dimanipulasi secara berlebihan tidak hanya merugikan pemilih secara individu, tetapi juga mengancam kualitas demokrasi secara keseluruhan.
MK berpendapat bahwa pemilih, sebagai warga negara yang memiliki hak untuk memilih, harus dijamin hak dasarnya untuk memperoleh informasi yang benar dalam pemilu, sesuai dengan Pasal 28F UUD NRI Tahun 1945.
Mereka juga menekankan pentingnya hak pilih yang adil dan objektif, yang telah diatur dalam Pasal 22E UUD NRI 1945.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, MK berpendapat bahwa pasal tentang citra diri harus ditafsirkan secara bersyarat, dengan kewajiban bagi para kandidat pemilu untuk menampilkan foto atau gambar yang original dan terbaru tanpa rekayasa AI. (R-04)