Dokter Spesialis RSUD Meranti Ikut Tes PPPK: Demi Keberlanjutan Pelayanan Kesehatan
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Terkait adanya keterangan Kepala BKPSDM Kepulauan Meranti yang mengonfirmasi bahwa keikutsertaan dokter spesialis Radiologi di RSUD Kabupaten Kepulauan Meranti, dr. Elfi Khairina Sp. Rad dalam tes PPPK adalah keinginan pribadinya merupakan pernyataan keliru.
Kepala BKPSDM Kepulauan Meranti, Bakharuddin pun memberikan klarifikasi terkait pernyataannya sebelumnya.
"Saya minta maaf atas kekeliruan pernyataan sebelumnya. Saya menyebut bahwa keikutsertaan dr. Elfi adalah keinginan pribadi, padahal itu adalah anjuran dari BKN melalui kami dan diperkuat oleh permintaan manajemen RSUD agar para dokter spesialis tetap bertugas di Kepulauan Meranti tanpa hambatan aturan," kata Bakharuddin.
Sementara itu Direktur RSUD Kepulauan Meranti, Muhammad Sardi, menjelaskan bahwa dokter spesialis di RSUD dianjurkan mendaftarkan diri ke database PPPK sebagai tenaga paruh waktu untuk menghindari dampak penghapusan tenaga honorer.
"Keikutsertaan dalam ujian ini sebenarnya hanya untuk tercatat di database PPPK paruh waktu. Namun, kami tidak menyangka dr. Elfi justru dinyatakan lulus," ujar Sardi.
Sardi menambahkan, penempatan dr. Elfi sebagai PPPK di Puskesmas Alah Air tidak menjadi masalah besar.
"Ini bisa diatur melalui kebijakan, sehingga posisi dokter spesialis radiologi di RSUD tetap terisi tanpa mengharuskan dr. Elfi mengundurkan diri dari PPPK," katanya.
Sebelumnya, Sardi menyatakan kekhawatirannya bahwa penempatan dr. Elfi di Puskesmas dapat memengaruhi pelayanan RSUD yang membutuhkan tenaga spesialis radiologi. Namun, ia kini menegaskan bahwa langkah-langkah kebijakan akan diambil untuk memastikan pelayanan RSUD tetap optimal.
PPPK paruh waktu, kata Sardi, adalah bentuk ASN yang dirancang untuk memastikan keberlanjutan tugas tanpa adanya kendala aturan administrasi.
"Kelulusan ini sebenarnya tidak mengganggu, selama kebijakan diambil dengan tepat," tutupnya.
Dengan klarifikasi ini, Pemkab Kepulauan Meranti berharap pelayanan kesehatan tetap berjalan lancar baik di RSUD maupun di Puskesmas Alah Air.
Kepala Sub Bagian Umum Kepegawaian RSUD Kepulauan Meranti, Al Maidah, menjelaskan kronologi diikutsertakannya dokter spesialis dalam tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kebijakan ini diambil sebagai respons terhadap aturan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara (Kemenpan) yang tidak lagi mengizinkan keberadaan Tenaga Harian Lepas (THL) mulai 2025.
Al Maidah mengungkapkan bahwa pada seleksi CPNS dan PPPK tahun 2024, formasi untuk dokter spesialis tidak dibuka oleh pemerintah daerah. Kondisi ini menimbulkan dilema terkait keberlanjutan tenaga medis spesialis di RSUD Kepulauan Meranti.
"Kami sudah konsultasi ke BKD, tetapi formasi untuk dokter spesialis tidak tersedia. Pertanyaannya, bagaimana nasib dokter spesialis kami jika mereka tidak punya status yang diakui, sementara aturan tidak membolehkan THL?" katanya.
Melalui konsultasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN), RSUD mendapat arahan agar seluruh THL yang terdaftar di database diwajibkan mengikuti seleksi PPPK, meskipun formasi yang sesuai kualifikasi mereka tidak tersedia. Akibatnya, dokter spesialis seperti dr. Nuzky (spesialis penyakit dalam) dan dr. Elfi Khairina (spesialis radiologi) harus mendaftar menggunakan ijazah SLTA untuk formasi operator layanan di puskesmas.
"Dengan berat hati, saya membujuk mereka untuk ikut seleksi dengan formasi SLTA. Ini bukan soal tugas mereka nanti, tetapi agar data mereka tetap terdaftar dan tidak hilang," ujar Al Maidah.
Al Maidah mengakui bahwa banyak tantangan dalam proses ini. Para dokter spesialis awalnya keberatan, merasa bahwa langkah ini tidak sejalan dengan keahlian dan status profesional mereka. Namun, kebijakan ini dipandang sebagai langkah darurat untuk memastikan keberlanjutan status kepegawaian mereka.
"Meski mereka bersikeras tidak mau, ini adalah satu-satunya cara yang tersedia saat ini. Kita harus memastikan mereka tetap ada dalam sistem," ungkapnya.
Dengan kebijakan ini, RSUD Kepulauan Meranti berharap dapat mengatasi tantangan administratif tanpa mengurangi kualitas layanan kesehatan.
"Kami harap pemerintah daerah di masa mendatang dapat membuka formasi khusus untuk dokter spesialis agar tenaga profesional ini mendapat tempat yang layak sesuai keahlian mereka," kata Al Maidah.
Terkait pernyataan dalam pemberitaan sebelumnya yang menyebutkan bahwa keikutsertaan dr. Elfi Khairina dalam seleksi PPPK adalah keinginan pribadinya, harus diklarifikasi bahwa pernyataan tersebut sangat merugikan profesinya sebagai dokter spesialis. Sebagai satu-satunya dokter spesialis radiologi di RSUD Kepulauan Meranti, kehadiran dr. Elfi justru menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat dan pelayanan kesehatan di daerah ini.
Al Maidah memastikan, fakta sebenarnya adalah pihak RSUD yang meminta dan mendorong dr. Elfi untuk mengikuti seleksi PPPK. Hal ini dilakukan sebagai upaya memastikan agar dr. Elfi tetap dapat bekerja di RSUD tanpa terkendala aturan pemerintah.
"Kita sangat membutuhkan dr. Elfi di RSUD Kepulauan Meranti. Beliau adalah satu-satunya spesialis radiologi yang kita miliki. Kehadirannya penting bagi pelayanan kesehatan masyarakat," ujar Al Maidah.
Pernyataan sebelumnya yang seolah-olah menggambarkan bahwa dr. Elfi dengan sengaja ingin menjadi PPPK dianggap sangat tidak adil. Proses ini dilakukan demi menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan di RSUD dan atas permintaan pihak manajemen rumah sakit.
"Sebagai dokter spesialis, tentu bukan keinginan beliau untuk mengikuti seleksi PPPK dengan formasi setara SLTA. Ini murni upaya kami di RSUD untuk menyesuaikan dengan aturan pemerintah agar beliau tetap bisa melayani masyarakat Meranti," tambahnya.
Pihak RSUD berharap pemerintah pusat dan daerah dapat memberikan solusi yang lebih tepat agar dokter spesialis seperti dr. Elfi tidak dirugikan secara profesional. Mereka juga meminta agar masyarakat memahami bahwa langkah ini diambil untuk kepentingan bersama, demi menjaga pelayanan kesehatan yang berkualitas di Kepulauan Meranti.
"Ini semua dilakukan demi memastikan masyarakat Meranti tetap mendapatkan pelayanan terbaik. Dr. Elfi adalah aset penting yang harus kita jaga," tukasnya.
Masyarakat Meranti pun menyuarakan kekhawatirannya jika kehilangan dr. Elfi. Sebagai daerah yang terbatas dalam tenaga medis spesialis, kehadiran beliau sangat dirasakan manfaatnya.
"Kita tidak ingin kehilangan dr. Elfi. Meranti sangat membutuhkan beliau. Kita harap ada kebijakan yang adil agar dokter-dokter spesialis seperti beliau tetap bisa mengabdi di sini tanpa merugikan profesinya," ungkap seorang warga yang kerap memanfaatkan pelayanan radiologi di RSUD.
Dokter spesialis penyakit dalam di RSUD Kepulauan Meranti, dr. Nuzky, mengklarifikasi bahwa ada delapan dokter spesialis di rumah sakit tersebut yang mengikuti tes PPPK menggunakan ijazah SLTA. Hal ini terjadi karena aturan pemerintah yang menghapus status THL, menggantinya dengan syarat seluruh pegawai pemerintahan harus menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) minimal berstatus PPPK.
Menurut dr. Nuzky, kondisi ini semakin sulit karena tidak ada formasi khusus dokter spesialis yang dibuka baik untuk CPNS maupun PPPK di Kabupaten Kepulauan Meranti. Untuk CPNS, tidak ada dokter spesialis yang mendaftarkan diri dan memenuhi syarat usia atau ketentuan lainnya. Sementara untuk PPPK, formasi khusus dokter spesialis benar-benar tidak tersedia.
"Kalau ada formasi untuk kami, tentu kami ingin ikut. Kami ingin tetap bekerja dan melayani masyarakat Meranti yang memang membutuhkan dokter spesialis," tegas dr. Nuzky.
Kondisi ini memicu kekhawatiran terkait keberlanjutan status dokter spesialis non-ASN di RSUD Kepulauan Meranti. Jika aturan penghapusan THL diberlakukan penuh, mereka terancam tidak bisa lagi bekerja di RSUD.
Sebagai solusi, manajemen RSUD Kepulauan Meranti berkonsultasi dengan BKN memberikan anjuran agar dokter spesialis tetap mengikuti ujian PPPK meskipun harus menggunakan formasi yang tersedia, yaitu untuk lulusan SLTA. Tujuannya adalah memastikan data mereka tetap masuk dalam database ASN, menghindari blacklist, dan tetap diakui sebagai ASN meskipun dalam status paruh waktu.
Dr. Nuzky mengungkapkan bahwa keputusan ini sangat berat secara emosional dan profesional. Sebagai dokter spesialis yang telah menempuh pendidikan tinggi, mengikuti ujian PPPK dengan formasi SLTA dianggap tidak logis dan merendahkan martabat mereka.
"Rasanya tidak masuk akal. Masa dokter spesialis ikut tes dengan ijazah SLTA? Tapi demi masyarakat Meranti, demi tetap bisa melayani, kami akhirnya setuju dan ikut anjuran manajemen RSUD, padahal itu sangat merendahkan martabat kami sebagai dokter spesialis Meskipun hati kami penuh gejolak," ungkapnya.
Langkah ini, meskipun banyak tantangan, dilakukan demi menjaga keberlanjutan pelayanan kesehatan di Kepulauan Meranti. Para dokter spesialis berharap pemerintah daerah dan pusat segera membuka formasi khusus yang sesuai dengan kualifikasi mereka, sehingga status mereka sebagai tenaga profesional diakui dengan layak.
"Kami hanya ingin tetap bisa melayani masyarakat Meranti yang membutuhkan kami. Kami berharap ke depan ada solusi yang lebih adil dan sesuai dengan profesionalisme kami, " tutur dr. Nuzky.
Lebih lanjut, dr. Nuzky, memberikan klarifikasi terkait polemik keikutsertaan dirinya dan beberapa dokter spesialis lainnya dalam seleksi PPPK dengan formasi di bawah kualifikasi mereka.
Menurutnya, langkah tersebut bukan atas keinginan pribadi, melainkan atas permohonan pihak manajemen RSUD yang bertujuan untuk memastikan mereka tetap bisa melayani masyarakat sesuai aturan yang berlaku.
Dr. Nuzky mengungkapkan bahwa sebagai dokter spesialis, dirinya dan rekan-rekan sebenarnya memiliki banyak pilihan untuk bekerja di tempat lain. Namun, keputusan untuk mengikuti seleksi PPPK ini diambil demi menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan di Kepulauan Meranti.
"Jujur saja, kami punya banyak pilihan untuk bekerja di tempat lain. Ini bukan kesombongan, tapi faktanya memang begitu. Namun, kami memilih tetap di Meranti demi bisa melayani masyarakat. Keikutsertaan kami di PPPK hanya untuk memastikan database kami tidak hilang, sehingga jika ada aturan baru, kami tetap terdaftar dan bisa melanjutkan pengabdian," jelas dr. Nuzky.
Dr. Nuzky menambahkan bahwa sejak awal, keikutsertaan para dokter spesialis dalam tes PPPK tidak dimaksudkan untuk mencapai kelulusan, mengingat formasi yang dibuka tidak sesuai dengan tingkat pendidikan mereka. Namun, hasil seleksi ternyata membawa kejutan dengan adanya beberapa dokter spesialis yang dinyatakan lulus.
"Dengan berat hati kami mengikuti seleksi ini, meskipun targetnya bukan untuk lulus. Formasinya tidak sesuai dengan pendidikan kami. Namun, ternyata ada yang lulus, dan itu di luar kuasa kami," ujar dr. Nuzky.
Dr. Nuzky juga menegaskan bahwa pernyataan sebelumnya yang menyebut dokter spesialis mengikuti tes PPPK atas keinginan pribadi sangat keliru dan merugikan profesi mereka. Langkah tersebut murni atas permintaan RSUD agar para dokter spesialis tetap dapat melayani masyarakat sesuai aturan.
"Sekali lagi, jika ada pernyataan yang mengatakan kami ikut atas keinginan sendiri, itu sangat salah dan tidak benar. Kami hanya ingin tetap melayani masyarakat, dan ini adalah jalan yang harus kami ambil atas permohonan pihak RSUD," tegasnya. (R-01)