Ironi Meranti Daerah Penghasil Sagu Terbesar di Indonesia, Tapi Langka dan Mahal: Mengagetkan,Ternyata Ini Penyebabnya!
SabangMerauke News, Selatpanjang - Para pelaku usaha olahan tepung sagu di Kepulauan Meranti sedang mengalami kesulitan berat. Ketersediaan sagu langka dan harganya pun mahal. Bahan baku pembuatan mi sagu yang paling terkenal di kabupaten termuda di Riau itu, harganya naik selangit hanya dalam hitungan hari dan minggu.
Sebagai daerah penghasil sagu terbesar di Indonesia, mengapa tepung sagu langka dan mahal di Meranti?
BERITA TERKAIT: Lapor Pak Bupati! Pengusaha Mi Sagu di Meranti Menjerit: Penghasil Terbesar di Indonesia, Tapi Sulit Dapatkan Tepung Sagu
Kepala Bidang Perindustrian Disperindag Meranti, Miftahulaid mengatakan pihaknya sudah memfasilitasi pengusaha mi sagu dengan pemilik kilang sagu untuk mencarikan solusi terkait hal itu. Pemkab menegaskan harusnya pemilik kilang sagu memiliki keberpihakan pada sektor UMKM tersebut.
"Sudah dua kali kita panggil pemilik kilang dan pelaku UMKM dan menyampaikan keluhan yang dihadapi. Kita menyampaikan kepada pemilik kilang untuk berpihak kepada sektor UMKM," kata Miftahulaid, Senin (4/4/2022).
"Dari ribuan ton sagu yang dibawa ke Cirebon, paling hanya 15 persen kebutuhan untuk UMKM di Meranti"
Namun, pemilik kilang sagu bersikukuh tetap menaikkan harga tepung sagu. Alasannya, beberapa komponen produksi juga mengalami kenaikan harga. Misalnya, harga pembelian tual sagu yang biasanya Rp 45 ribu hingga Rp 50 ribu, sekarang naik menjadi Rp 60 ribu per tual.
Selain itu jelas Miftahulaid, pemilik kilang mengaku kalau harga solar dan gaji pekerja ikut naik saat ini.
"Pemilik kilang tetap bersikukuh menaikkan harga," kata Miftahulaid.
Didominasi Dijual ke Cirebon
Soal kelangkaan tepung sagu di Selatpanjang, Miftah mengungkap jika pemilik kilang menjual hasil produksinya didominasi untuk kebutuhan Pulau Jawa khususnya daerah Cirebon. Sementara, kuota kebutuhan Kepulauan Meranti tidak diperhatikan.
"Kita tekankan kepada pemilik kilang, jika harga tetap dinaikkan, maka setidaknya kuotanya terjamin dan dijaga distribusinya untuk Kepulauan Meranti. Dari ribuan ton sagu yang dibawa ke Cirebon, paling hanya 15 persen kebutuhan untuk UMKM di Meranti," ujarnya.
"Di sana, sagu ditumpuk dan ditampung oleh pengepul"
Miftahulaid menjelaskan, sagu asal Kepulauan Meranti memang menjadi primadona untuk memenuhi kebutuhan di Pulau Jawa. Tepung sagu yang dikirim mencapai 2 ribu ton per bulan.
"Di sana, sagu ditumpuk dan ditampung oleh pengepul," tegasnya.
Pengusaha Sagu Meranti Terjebak Ijon
Miftahulaid menyatakan, para pengusaha sagu di Kepulauan Meranti sudah sejak lama terjebak sistem ijon oleh para pengepul di Pulau Jawa.
"Sehingga turun naiknya harga sagu ditentukan dan dimainkan oleh para pengepul," tegasnya.
"Pemilik kilang sagu di Meranti sudah terikat kontrak dengan pengepul di Cirebon"
Akibatnya, pengaturan harga oleh penampung tepung sagu di Pulau Jawa menyebabkan stok lokal tak bisa dikendalikan. Dampaknya amat terasa yakni mempengaruhi harga tepung sagu dan kuota lokal yang dijual eceran di Kepulauan Meranti.
Menurutnya, pemilik kilang sagu di Meranti sudah terikat kontrak dengan pengepul di Cirebon. Uang sudah diterima lebih dulu, sedangkan tepung sagu bisa menyusul dikirim kemudian.
"Para pengusaha kilang sagu di Meranti memproduksi tepung untuk kebutuhan pengepul yang berada di Cirebon karena saat ini permintaan sedang tinggi. Pengusaha di sini pun harus bisa mengirim sesuai permintaan karena mereka dimodali terlebih dahulu," ungkapnya.
Diwartakan sebelumnya, kenaikan dan kelangkaan tepung sagu di Meranti dikeluhkan oleh Darmizun, Ketua Asosiasi Meranti Bersagu.
"Kami pelaku UMKM baru mau bangkit akibat pandemi Covid-19. Tapi, kenaikan bahan baku utama tepung sagu telah memukul keras usaha kami. Tidak seimbang naiknya harga bahan baku dengan harga jual mi sagu saat ini," kata Darmizun, Senin (4/4/2022).
"Selain harganya yang melonjak naik, keberadaan tepung sagu di Kota Selatpanjang juga langka"
Darmizun mewakili pelaku usaha mi sagu di Meranti mengeluhkan kenaikan bahan baku terjadi beberapa kali dalam sepekan. Harga tepung sagu yang sebelumnya Rp 280 ribu per karung, naik menjadi Rp 320 ribu. Hanya dalam tempo beberapa hari, harga kembali naik menjadi Rp 350 ribu dan terakhir menjadi Rp 380 ribu per karung.
"Selain harganya yang melonjak naik, keberadaan tepung sagu di Kota Selatpanjang juga langka," jelas Darmizun.
Ia menerangkan, sudah hampir seminggu para pengusaha UMKM mi sagu tidak melakukan produksi.
"Agak aneh juga. Daerah kita Meranti dijuluki sebagai penghasil sagu terbesar nasional. Tapi kita malah sulit mendapatkan tepung sagu," ungkap Darmizun. (R-01)