Menakar Keadilan Participating Interest Blok Mallaca Straits Cuma 2,5 Persen
SABANGMERAUKE NEWS, Riau - Penyerahan Participating Interest (PI) dari PT Imbang Tata Alam selaku pengelola Blok Migas Malacca Straits kepada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Kepulauan Meranti baru-baru ini menuai perhatian. Alih-alih mendapatkan porsi maksimal 10% sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016, BUMD hanya akan menerima 2.5%. Pertanyaannya, apakah ini mencerminkan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam, ataukah sekadar formalitas yang justru merugikan daerah penghasil?
Apa Itu PI dan Mengapa Penting untuk Daerah?
Participating Interest (PI) adalah hak bagi pemerintah daerah melalui BUMD untuk ikut serta dalam pengelolaan wilayah kerja minyak dan gas bumi (migas). PI dirancang untuk memberikan keuntungan finansial bagi daerah dan meningkatkan peran mereka dalam pengelolaan sumber daya alam. Pada prinsipnya, daerah penghasil seharusnya mendapatkan porsi maksimal hingga 10%.
Namun, dalam kasus Kepulauan Meranti, realisasi PI hanya mencapai 2.5%. Ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai komitmen PT ITA sebagai anak perusahaan Energi Meta Persada (EMP) yang telah puluhan tahun mengeruk kekayaan alam di Kepulauan Meranti untuk memberdayakan daerah melalui pengelolaan migas.
Alasan di Balik Persentase Minim
Beberapa alasan sering digunakan untuk membenarkan penurunan persentase PI:
1. Kendala Finansial BUMD
PT Imbang Tata Alam mungkin beralasan bahwa BUMD Kepulauan Meranti tidak memiliki kapasitas finansial untuk mengambil alih 10% PI. Namun, alasan ini sering kali mencerminkan kurangnya dukungan dalam membangun kapasitas daerah, padahal pemerintah pusat dapat memberikan fasilitasi melalui skema pendanaan atau kemitraan strategis.
2. Negosiasi yang Tidak Seimbang
KKKS, sebagai pemilik kontrak awal, sering kali memiliki posisi tawar lebih tinggi dalam negosiasi PI. BUMD yang kurang berpengalaman dan didukung minim oleh Pemda sering kali harus menerima apa yang ditawarkan.
3. Kurangnya Transparansi dan Akuntabilitas
Tidak jarang, keputusan terkait PI dilakukan tanpa keterlibatan publik atau studi mendalam. Hal ini menciptakan celah bagi kesepakatan yang merugikan daerah.
Peran Pemerintah Provinsi, Kementerian ESDM, dan SKK Migas
Pemerintah Provinsi, Kementerian ESDM, dan SKK Migas memiliki peran strategis untuk memastikan bahwa mekanisme PI berjalan sesuai dengan tujuannya, yakni memberikan manfaat maksimal bagi daerah. Berikut langkah-langkah yang dapat mereka ambil:
1. Fasilitasi Pendanaan
Kementerian ESDM: Melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) atau skema hibah, kementerian dapat membantu daerah yang mengalami kendala finansial untuk memenuhi kewajiban pembiayaan PI.
SKK Migas: Menghubungkan BUMD dengan investor strategis atau lembaga keuangan yang dapat memberikan dukungan modal.
2. Peningkatan Kapasitas BUMD
Pelatihan dan Bimbingan Teknis: Kementerian ESDM dan SKK Migas dapat menyelenggarakan pelatihan bagi pengelola BUMD agar mereka memahami aspek teknis, finansial, dan hukum terkait pengelolaan PI.
Pendampingan Negosiasi: Pemerintah Provinsi dapat memfasilitasi pendampingan hukum dan teknis bagi BUMD saat bernegosiasi dengan KKKS.
3. Mekanisme Monitoring dan Evaluasi
Kementerian ESDM: Mengembangkan sistem pemantauan untuk memastikan bahwa proses pemberian PI berjalan transparan dan adil.
SKK Migas: Menyediakan laporan berkala yang mengevaluasi kinerja BUMD dalam mengelola PI.
4. Kemitraan Antardaerah
Pemerintah Provinsi: Menggagas konsolidasi antar-BUMD di wilayah yang sama untuk memperkuat posisi tawar mereka. Misalnya, BUMD di Riau dapat bekerja sama dalam skema regional untuk memaksimalkan pengelolaan PI.
5. Intervensi pada Kasus Ketimpangan
Pemerintah pusat dan SKK Migas dapat memberikan sanksi atau teguran kepada KKKS yang tidak mematuhi regulasi atau memberikan PI di bawah batas wajar tanpa alasan sah.
Dampak bagi Daerah jika PI Tidak Optimal
1. Kehilangan Potensi Pendapatan
Dengan hanya menerima 2.5% PI, pendapatan asli daerah dari sektor migas menjadi jauh lebih kecil daripada yang seharusnya. Ini berdampak langsung pada kemampuan daerah untuk membiayai pembangunan infrastruktur dan layanan publik. Apalagi bagi Kabupaten Kepulauan Meranti yang tercatat sebagai Kabupaten pemekaran yang masih sangat tertinggal di berbagai bidang.
2. Minimnya Transfer Pengetahuan
PI juga bertujuan untuk mendorong transfer teknologi dan pengetahuan kepada BUMD. Dengan persentase yang kecil, peluang ini ikut menyusut.
3. Keadilan Sosial yang Terabaikan
Masyarakat lokal, yang sering kali menjadi pihak yang terdampak langsung oleh eksplorasi migas (melalui permasalahan lingkungan atau relokasi), tidak mendapatkan manfaat maksimal.
Kasus PI 2.5% di Kepulauan Meranti mencerminkan ketimpangan struktural dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Pemerintah Provinsi, Kementerian ESDM, dan SKK Migas harus lebih proaktif untuk memastikan bahwa PI benar-benar menjadi alat pemberdayaan daerah. Reformasi mekanisme PI, penguatan BUMD, dan transparansi dalam proses negosiasi adalah langkah penting yang tidak bisa ditunda lagi.
Saatnya semua pihak bekerja sama untuk memastikan bahwa pengelolaan migas tidak hanya menguntungkan pihak tertentu, tetapi memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di daerah penghasil (Nazaruddin Nasir) (R-04)