Pilkada Lewat DPRD Cuma Mainan Elite Untungkan Kartel Politik, Rakyat Jadi Penonton
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengkritisi wacana yang digulirkan Presiden Prabowo Subianto agar pilkada dikembalikan melalui DPRD. Menurut Bivitri, pilkada lewat DPRD hanya akan menguntungkan kartel atau koalisi partai politik saja.
"Kalau sistemnya sudah diserahkan sepenuhnya kepada DPRD yang artinya balik lagi ke elite, balik lagi ke kartel politik, kita hanya akan nonton saja siapa yang jadi gubernur, siapa yang jadi bupati," katanya kepada media, pada Senin, 16 Desember 2024.
Dia menjelaskan, demokrasi tak boleh diukur semata-mata dengan kacamata efisiensi saja. Namun, harus dibaca dengan kacamata efektivitas dari demokrasi yang substantif.
"Jadi, apakah warga punya kontrol atau enggak, apakah connect dengan warga atau enggak? Justru kalau dikasih ke DPRD, nanti akan jadi mainannya elite saja dan kartel politik," tuturnya.
Dalam konteks saat ini, kata Bivitri, yang akan diuntungkan adalah Koalisi Indonesia Maju atau KIM Plus. Menurut dia, kegagalan sejumlah kader atau paslon yang diusung oleh KIM Plus di pilkada serentak 2024 membuat partai-partai itu terganggu.
Salah satu yang menjadi sorotan bagi Bivitri adalah calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta, Ridwan Kamil-Suswono yang di-endorse oleh Prabowo justru harus menanggung kekalahan. Menurut dia, hasil itu merupakan bentuk perlawanan yang lumayan sukses terhadap penguasa.
"Terlepas dari di belakangnya banyak dinamika, tapi sama fenomena Jakarta, fenomena kotak kosong menang, menurut saya itu adalah pertanda bahwa sebenarnya suara warga itu masih bisa masuk kalau sistemnya langsung," kata Bivitri.
Kekalahan itu, menurut dia, bagai disrupsi bagi koalisi besar itu. "Itu disrupsi buat KIM Plus. Kok bisa akhirnya mereka kalah? Mereka, penguasa penginnya semuanya sama suaranya, jadi enggak ada sama sekali kontrol bagi mereka," tutur Bivitri.
Dia menuturkan, para penguasa mulai terganggu dengan sejumlah upaya yang dilakukan rakyat agar demokrasi tetap berjalan. Oleh karena itu, Bivitri menuding wacana pengembalian pilkada lewat DPRD bertujuan agar penguasa lebih mudah memengang kendali.
"Diganggu sama demokrasi yang menurut saya sudah pelan-pelan kita bongkar-bongkar lewat MK, lewat aksi peringatan darurat, mereka keganggu dengan itu, makanya mau ditarik saja ke DPRD supaya gampang dikontrol."
Dia menegaskan, wacana tersebut tak boleh sampai lolos. Publik, kata Bivitri, harus mengingatkan agar pilkada melalui DPRD tak dilakukan.
"Kalau misalnya mau diubah undang-undangnya, mungkin sama saja kayak waktu pilkada itu kemarin mau diubah juga, 22 Agustus kita harus aksi turun ke jalan sebesar itu lagi. Bahkan, mungkin lebih besar untuk mengingatkan ini enggak boleh dilakukan," kata dia.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya mengusulkan pesta demokrasi untuk memilih DPRD saja. Setelah itu, DPRD yang nanti akan memilih gubernur hingga bupati. Menurut Prabowo, sistem itu lebih efisien dan bisa menekan banyak biaya.
"Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati," kata Ketua Umum Partai Gerindra ini dalam sambutannya pada Puncak Perayaan HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul International Convention Center (SICC), Kamis, 12 Desember 2024. (R-04)